Anak Kupang Lulusan S3 ITB Pecahkan Rekor Doktor Termuda Indonesia

0
1864
Foto: Grandprix Thomryes Marth Kadja, yang baru berusia 24 tahun ini berhasil memecahkan rekor Doktor termuda Indonesia (ist)

NTTsatu.com – BANDUNG – Grandprix Thomryes Marth Kadja, mahasiswa S3 Kimia Istitut Teknologi Bandung (ITB) mengukir sejarah baru dalam dunia pendidikan Indonesia lantaran tercatat memecahkan rekor MURI sebagai pemegang gelar doktor termuda di Indonesia.

Grandprix resmi menjadi sarjana doktor muda setelah menjalani sidang tertutup 6 September lalu pada usia 24 tahun. Sidang terbukanya akan diselenggarakan pada Jumat, 22 September 2017, menurut keterangan pers ITB.

Pria kelahiran Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini merupakan lulusan S1 Kimia Universitas Indonesia dan melanjutkan S2 pada program studi yang sama di ITB. Grandprix mengatakan bahwa ia masuk SD pada umur 5 tahun dan lanjut ke kelas akselerasi di SMA sehingga usianya pada waktu masuk kuliah S1 adalah 16 tahun.

Lulus S1 di umur 19 tahun, ia melanjutkan S2-nya dengan beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Selama studi S3 di ITB, waktu yang ada digunakannya untuk melakukan penelitian secara penuh. Untuk disertasinya, Grandprix mengangkat topik tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5.

Dibimbing oleh Dr. Rino Mukti, Dr. Veinardi Suendo, Prof. Ismunandar, dan Dr. I Nyoman Marsih sebagai promotornya, Grandprix berfokus pada material yang banyak dipakai di industri, seperti petrokimia dan pengolahan biomassa.

Capaian luar biasa Grandprix ini tak lepas dari kerja keras dan keinginan yang kuat dalam meraih mimpi. Pria yang telah menerbitkan 9 publikasi ilmiah berskala nasional dan internasional ini mengakui bahwa jalannya selama masa penelitian-penelitian tidak selalu mulus, karena proses yang sulit dan memakan waktu.

“Atau jika ada instrumen analisis yang tidak tersedia atau hasil penelitian yang tidak sesuai ekspektasi,” tambahnya.

Kendati demikian, kecintaannya pada bidang yang ditekuninya ini membuat Grandprix tetap menjalani segala sesuatu, baik suka maupun duka, dengan senang hati. Kepuasan tersendiri, menurut Grandprix, terutama ketika hipotesisnya berhasil dibuktikan.

Terkait prestasinya, Grandprix berharap akademisi Indonesia dapat ikut terdorong untuk memajukan dunia penelitian yang dimotori oleh orang-orang muda Indonesia.

“Jangan minder karena masih muda. Justru (yang muda) yang harus menjadi contoh bagi orang lain,” ujarnya.

Selain itu, sarjana doktor muda ITB ini juga ingin agar program-program beasiswa seperti PMDSU dapat diteruskan eksistensinya dan diperbesar skalanya untuk menjaring peneliti dan doktor Indonesia dengan kemampuan dan daya saing kualitas internasional. (tempo.co/bp)

Komentar ANDA?