ANATOMI KKN BARU DALAM PENYIDIKAN KORUPSI GRATIFIKASI TUJUH ANGGOTA DPRD KABUPATEN ENDE 

0
566
Foto: Petrus Salestinus, Koordinator TPDI dan juga Advokat Peradi

*) Petrus Salestinus

 

MEMCURIGAKAN  dan sangat tendensius merupakan kata yang tepat ditujukan kepada Polres Ende, terkait dengan Surat Permintaan Bantuan Audit dari Kapolres Ende kepada Penjabat Bupati Ende, tertanggal 11 April 2018, dengan Klasifikasi Rahasia, untuk meminta bantuan Ipnspektorat Daerah Kabupaten Ende melakukan audit guna mengetahui ada atau tidaknya kerugian negara atau daerah dalam kasus gratifikasi 7 (tujuh) anggota DPRD Kabupaten Ende yang sudah hampir 3 tahun mangkrak di Polres Ende.

Mangkraknya penyelidikan kasus gratifikasi ini bukan karena belum ditemukan unsur kerugian negara, melainkan karena ada dugaan terjadi persekongkolan jahat antara oknum Penyelidik dan 7 (tujuh) anggota DPRD Ende sebagai calon tersangka Gratifikasi bahkan berhasil membangun KKN baru dalam proses penyelidikan yang membuatnya penyelidikan kasus Gratifikasi ini menjadi berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Unsur Kerugian Keuangan Negara Tidak Diperlukan.

Dugaan persekongkolan jahat ini semakin kuat dan berlanjut karena permintaan bantuan untuk audit kepada Penjabat Bupati Ende dilakukan oleh Kapolres yang sekarang, diberi klasifikasi Rahasia dengan tujuan agar publik tidak mengetahui adanya Permintaan Bantuan Audit yang sesungguhnya tidak duperlukan dalam kasus Gratifikasi. Mengapa karena unsur pidana korupsi dalam kasus Gratifikasi atau Suap tidak mensyaratkan ada atau tidak adanya kerugian keuangan negara atau daerah.

Dalam kasus gratifikasi 7 (tujuh) anggota DPRD Kabupaten Ende dimaksud, peristiwa pidana yang dicari selama penyelidikan dua tahun berjalan sudah ditemukan, unsur-unsur pidana seperti dimaksud dalam pasal 5 (lima) atau pasal 12 C UU Tipikor sebagai Tindak Pidana Suap sudah diperoleh, bukti-bukti yang mendukung masing-masing unsur pidananya-pun sudah jelas yaitu adanya pengakuan dari si pemberi, si penerima-pun mengakui meskipun direkayasa sebagai pinjaman yang sudah dikembalikan dan adanya alat bukti lain yaitu surat dan kuitansi.

Ini akan menjadi sesuatu yang ironis, karena hampir semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pemberantasan korupsi di Ende tidak berdaya bahkan tersandera oleh kekuatan KKN yang akut di Pemda Kabupaten Ende, sehingga hambatan dalam mempercepat membawa kasus Gratifikasi atau Suap ini ke Penuntutan di Pengadilan Tipikor semakin jauh panggang dari api, sehingga diperlukan intervensi dari KPK dan Kapolri agar percepatan penangan kasus ini segera dicapai.

KPK Berwenang Mengambil alih Penyidikan.

Tanpa intervensi (supervisi dan minitoring) dari KPK, nampaknya semua proses hukum terkait dugaaan korupsi di kalangan legislatif dan eksekutif daerah di Ende akan jalan di tempat dan berpotensi berakhir dengan SP3. Sebagai contoh kasus dugaan korupsi berupa Gratifikasi atau Suap yang diberikan oleh Direktur PDAM Ende kepada 7 (tujuh) anggota DPRD Ende yang bukti-buktinya sudah mencukupi, kasusnya sudah terang benderang tetapi mengalami penghentian penyelidikan setelah 3 (tiga) tahun penyelidikan berjalan.

Permintaan bantuan audit kepada Penjabat Bupati Ende agar Inspektur di Inspektorat Kabupaten Ende, melakukan audit guna mencari ada atau tidaknya kerugian negara atau daerah dalam kasus Gratifikasi/Suap ini dikhawatirkan sebagai bagian dari upaya untuk menutup kasus korupsi Gratifikasi/Suap ini melalui SP3, karena diyakini bahwa pihak Inspektorat akan menyatakan hasil audit menyimpulkan tidak ada kerugian negara atau daerah terkait Gratifikasi dimaksud.

Apalagi posisi Inspektorat Daerah selama ini selalu menjadi bagian dari mata rantai korupsi di kalangan pejabat di Kabupaten dan Provinsi, mereka membiarkan dan melindungi oknum-oknum pelaku korupsi, sehingga permintaan audit kepada Inspektur Daerah, telah menimbulkan aroma KKN baru yang sudah merebak ke mana-mana terlebih-lebih dengan bocornya surat Kapolres Ende dengan klasifikasi Rahasia itu.

Ini memang trik untuk mengulur-ulur waktu penyelidikan, karena Tindak Pidana Korupsi berupa Gratifikasi atau Suap tidak mensyaratkan adanya unsur kerugian negara atau daerah, karena yang dilarang dan diancam dengan pidana penjara dalam kasus korupsi Gratifikasi atau Suap adalah “setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu atau gratifikasi kepada Penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajibannya”.

Tindakan mencari kerugian negara atau daerah dalam kasus Gratifikasi 7 (tujuh) anggota DPRD Ende sebagaimana dimaksud dalam Surat Rahasia Kapolres Ende, tertanggal 11 April 2018, Perihal Mohon Bantuan Audit, adalah tindakan yang patut diduga sebagai cara untuk mengulur-ulur waktu guna melahirkan KKN baru dan melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya. Padahal dari dokumen yang beredar luas di tengah masyarakat, diketahui bahwa bukti-bukti Gratifikasi atau Suap di tangan Penyidik sudah lengkap, tinggal menunggu kejujuran Penyidik.

Publik menduga, jangan-jangan hasil Audit Inspektorat Kabupaten Ende, sudah disiapkan jauh-jauh hari tinggal diberi tanggal dan tandatangan guna memenuhi pesanan dan hasilnyapun sesuai pesanan. Dicurigai, karena surat Permintaan Bantuan Audit yang diklasifikasi sebagai RAHASIA itu, untuk mengaudit suatu peristiwa pidana yang tidak mensyaratkan perlunya “unsur kerugian negara”. Apalagi Inspektorat Daerah selama ini dicurigai sebagai instrumen yang tidak menjalankan fungsinya bahkan menjadi bagian dari maraknya perilaku korupsi di tubuh Pemda.

Pejabat Bupati Ende Berhak Menolak Permintaan Audit.

Oleh karena itu Penjabat Bupati Ende harus menolak permintaan Bantuan Audit dari Kapolres Ende dengan alasan Independensi dan Netralitas Inspektorat Kabupaten Ende tidak bisa dijamin. Bocornya Surat Kapolres Ende dengan klasifikasi RAHASIA ke publik untuk Permintaan Bantuan Audit, semakin memperlihatkan aroma KKN baru telah terjadi, karena UU tidak mensyaratkan adanya unsur kerugian negara dalam perkara Gratifikasi. Permintaan Audit dari Kapolres Ende telah mendelegitimasi posisi Kapolres Ende karena terdapat indikasi adanya persekongkolan untuk mengaudit sebuah peristiwa pidana yang tidak mensyaratkan adanya kerugian negara.

Dengan demikian permintaan Bantuan Audit kepada Penjabat Bupati Ende, jelas hanya sebagai langkah yang bersifat asesoris untuk gagah-gagahan yang disematkan dalam proses penyelidikan dan bertujuan untuk menunda-nunda dan membuat jadi berlarut-larut proses hukumnya supaya terkesan serius, keren dan bertangggung jawab. Padahal ini semua adalah semu, fiksi, membodohi masyarakat dan diduga bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi kakap (big fish) yang sesungguhnya yang saat ini sedang berembunyi di balik asesoris-asesoris RAHASIA dan Audit oleh lembaga Inspektorat yang sudah mandul selama ini.

Ini semua jelas mengarah kepada perbuatan untuk menciptakan kondisi penyelidikan menjadi berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; bertujuan melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya; penanganan korupsi mengangdung unsur korupsi atau KKN baru; atau adanya hambatan karena campur tangan dari kekuasaan eksekutif, legislatif atau yudikatif, sehingga menurut UU Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK berwenang melakukan supervisi dan monitor bahkan mengambilalih guna mengakhiri permainan ini.

Bayangkan penyelidikan kasus gratifikasi yang melibatkan Direktur PDAM bersama 7 (tujuh) anggota DPRD yang pembuktiannya sangat mudah dan telah diperoleh semuanya, tetapi telah berlangsung selama 3 (tiga) tahun tanpa hasil, bahkan Penyidik Polres Ende hanya fokus pada 7 (tujuh) anggota DPRD tanpa melibatkan Direktur PDAM dan Bupati Ende Marsel Y.W Petu karena terkait kerja sama penempatan modal  Pemda Ende dalam PDAM Tirta Kelimutu, yang kemudian melahirkan gratifikasi Bupati Ende Marsel Y.W Petu layak dimintai keterangan dan pertanggung jawaban pidana.

 

*)  Penulis; Koordinator TPDI dan Advokat Peradi tinggal di Jakarta

Komentar ANDA?