Biayai Kuliah Dengan “Warung Sayuran Bergerak”

0
2587

Pagi itu, pasar Oeba, Kota Kupang sebagai sebuah pasar terbesar di kota ini seperti biasanya selalu ramai dikunjungi. Para penjual dan pembeli mulai melakukan transaksi terutama barang-barang kebutuhan pokok seperti sayuran, ikan, daging dan barang-barang lainnya. Sementara beberapa anak muda juga sedang sibuk berbelanja.

Mereka membeli aneka sayuran, bawang merah dan bawang putih, ikan, daging dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Belanjaan mereka itu kemudian dibawah ke pinggir pasar untuk disusun dengan sangat rapih dalam gerobak yang akan mereka bawa keliling kota.

Ternyata, hidup di kota bukan perkara gampang, apalagi orang yang datang dari desa dengan pengalaman dan pendidikan yang minim. Namun demikian banyak orang desa tertarik untuk datang ke kota dan berusaha untuk hidup dengan sejuta tantangan. Ada diantara mereka berusaha dengan tekun dan berhasil, sementara yang tidak bertahan akan kembali dengan tangan hampa.

Kota Kupang misalnya, anak-anak dari pedalaman pulau Timor juga dari daerah lain seperti Flores dan Lembata biasanya hanya bisa menjadi tukang atau buruh bangunan, penjual koran atau loper, penjual sayur, ikan, pendorong gerobak di pasaran dan pekerjaan kasar lainnya. Mereka dengan tekun menjalani pekerjaan itu, karena tidak ada pilihan lain untuk hidup dan bertahan hidup di kota.

Namun harus diakui, banyak anak desa walaupun menjadi pekerja kasar, mereka bisa mampu menghidupi keluarga mereka dengan bekerja serabutan. Mereka harus bisa berlomba dengan yang lainnya untuk menjadi lebih baik.

Seperti yang ditunjukkan Patrus Boli (22) seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Kupang. Petrus mengaku berasai dari Nagawutun dan sedang kuliah di Kupang. Petrus berasal dari keluarga petani, karena itu dia berusaha keras untuk membantu orang tuanya, minimal biaya kost dan biaya hidup harian di Kupang sebagai mahasiswa.

“Kalau saya kuliah sore, saya jualan pagi hari, tetapi kalau kuliah pagi, sore hari baru saya jualan dengan sepeda motor kredit. Saya kredit sepeda motor dua tahun lalu untuk kuliah, uang kredit saya cari sendiri dengan berjualan seperti ini,” katanya.

Ketika ditemui di Pasar Oeba Kupang beberapa waktu silam. Dia sedang sibuk mempersiapkan barang-barang jualannya berupa sayuran, kerupuk, buah-buahan. Barang-barang jualan itu disimpan dalam rak-rak yang dibuat dan diletakkan diatas sepeda motor. Butiran-butiran keringat menghiasi wajahnya, namun dia terus bekerja sambil sesekali melantunkan lagu-lagu daerah Flores untuk menyemangatinya bekerja.

Setiap dini hari, Petrus dan sejumlah penjual sayur keliling dengan sepeda motor sudah mulai berbelanja di Pasar Oeba yang merupakan pasar sayur dan buah-buahan terbesar dan terlengkap di Kota Kupang. Mereka langsung membeli dari para penjual yang datang dari desa-desa menggunakan pick up.

“Kami setiap dini hari sudah ada disini. Ini kami lakukan agar kami bisa langsung membeli dari para petani. Kalau terlambat kita akan membeli di penjual berikutnya atau diistilahkan dengan tangan kedua  yang tentu  sudah menaikkan harga sesuka hati,” kata Petrus, sambil mengeringkan keringatnya dengan sehelai handuk kecil yang berada di bahu kanannya.

Puluhan anak muda itu bergerak cepat mengisi rak-rak yang ada dengan aneka sayuran yang sudah diikat dan disusun dengan sangat rapih. Biasanya pada rak paling dasar adalah buah-buahan disusul sayuran juga kelapa yang sudah diparut. Kadang kala mereka juga membawa ikan-ikan segar bahkan daging baik sapi maupun daging babi sesuai pesan pelanggan mereka.

Dari “pangkalan” mereka di pasar Oeba, mereka berkeliling ke pemukiman penduduk dengan rute masing-masing. Sepertinya mereka telah melakukan kesepakaan bersama untuk rute dan lokasi jualan masing-masing sehingga mereka tidak akan menerobos masuk ke rute atau wilayah teman-teman mereka.

“Kami disini sudah atur semuanya. Misalnya, kalau yang rute ke Penfui tidak boleh mengganggu wilayah teman lainnya. Ini sudah kami sepakati bersama,” kata Petrus yang diamini temannya Kornelis Soda dari Ngada.

Mereka berkeliling ke wilayah masing-masing mulai pukul 06.00 wita, keluar masuk lorong hingga siang hari. Mereka akan sangat bernasib mujur jika barang dagangan mereka sudah bisa selesai terjual hingga pukul 10.00 wita.  Biasanya mereka hanya mampu bertahan hingga pukul 12.00. Petang harinya mereka melanjutkan pekerjaan dengan mengojek.

Bagi Petrus dan para penjual sayur keliling dengan sepeda motor, pekerjaan ini memang memberikan penghasilan yang baik. Setiap berbelanja sayuran, mereka menghabiskan sekitar Rp 200.000 hingga Rp 350.000. Namun hasil yang diperloeh tidak kurang dari Rp 500.000. Jika dikalkulasikan dengan seluruh pengeluaran termasuk bahan bakar dan tenaga, mereka bisa meraup keuntungan setiap hari sekitar Rp 100.000 lebih. Belum lagi dengaan tambahan dari mengojek.

“Saya enjoi sekali dengan pekerjaan ini. Mencari uang dengan halal rasanya nikmat sekali. Penghasilan setiap hari selalu saya sisikan untuk menyelesaikan uang kredit motor yang tinggal setahun lagi lunas dan biaya kehidupan harian saya baik di kost maupun di kamus,” tutut Petrus.

Menurut Petrus, tidak semua anak muda mahasiswa yang berpikir bagaimana bisa mendapatkan uang. Kuliah memang menjadi prioritas, tetapi tidak bisa hanya duduk-duduk saja menghabiskan waktu dengan mengharapkan kiriman uang dari orang tua di kampung.

“Kalau orang tua pegawai negeri tentu mereka akan merasa enak-enak saja, tetapi kalau orang tua petani seperti saya, tentu saya harus bisa mencari jalan agar bisa membantu meringankan beban orang tua. Membantu biaya kost dan kehidupan harian sudah sangat bagus. Saya hanya minta uang orang tua untuk biaya kuliah,” katanya.

(bop)

Komentar ANDA?