Drama Penentuan Cawapres: Menikung “Tikungan Akhir” Hingga Pengakuan JK

0
477
NTTsatu.com – JAKARTA -Penentuan calon wakil presiden baik di kubu petahana Joko Widodo maupun sang penantang Prabowo Subianto penuh kejutan. Drama politik penuh kejutan di tikungan itu memang sungguh mengejutkan dan mendenarkan.
Banyak pihak yang terkejut saat Presiden Joko Widodo mengumumkan cawapresnya untuk Pilpres 2019 yakni Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin.Bagaimana tidak, sebab beberapa hari jelang pengumuman itu, nama mantan Ketua MK, Mahfud MD menguat dan disebut-sebut sebagai cawapres pilihan Jokowi.

Bahkan beberapa menit sebelum pengumuman, Mahfud MD terlihat berada di sekitaran Restoran Pelataran, Menteng, Jakarta Pusat, tempat digelarnya konferensi pers pengumuman cawapres Jokowi.

Partai Koalisi Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa perubahan yang begitu cepat disebabkan karena parpol pendukung Jokowi sulit menemukan konsensus terkait nama Mahmud MD.

“Dalam pencalonan itu tak tergantung satu orang, artinya Pak Jokowi tidak sendirian, harus melibatkan setidaknya 6-9 pimpinan partai pada saat terahkir itu susah dicapai konsensus di antara semuanya,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

“Maka berubahlah tiba-tiba pilihan itu. Saya kira itu susah dicapai konsensus antara partai maka dipilih jalan tengah,” sambung dia.

Kalla mengaku tak berkomunikasi dengan Mahfud MD pada hari pengumuman cawapres Jokowi. Mahfud, kata dia, juga tidak menghubunginya untuk bicara terkait dinamika terkini.

Meski begitu Kalla mengatakan bahwa politik sangat dinamis sehingga kemungkinan perubahan bisa terjadi. Bahkan di saat-saat terakhir sekalipun.

“Seperti saya katakan saat-saat terakhir pasti timbul apa itu, sama saja dengan Pilkada DKI, kan saat terakhir, menit terakhir, baru masuk Anies (Baswedan). Sama, banyak kejadian-kejadian seperti itu yang kita hadapi,” kata Kalla.

Sebelumnya, Jokowi-Ma’ruf Amin resmi mendaftarkan diri sebagai capres dan cawapres pada Jumat (10/8/2018). Mereka datang ke KPU sekitar pukul 09.00 WIB pagi tadi.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, ada kemungkinan kader Partai Keadilan Sejahtera mengisi kursi wakil gubernur DKI Jakarta setelah Sandiaga Uno mundur lantaran mendaftar sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Fadli Zon saat mendampingi pendaftaran pasangan Prabowo-Sandiaga di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

“Dalam hal ini tentu karena pengusungnya (gubernur dan wakil gubernur) dari Gerindra dan PKS, ya nanti mungkin calon wakil gubernurnya pengganti Pak Sandi itu sesuai kesepakatan dari pengusung, itu dari PKS,” kata Fadli.

Nantinya, kata Fadli, hal itu akan dibicarakan lebih lanjut dengan PKS sehingga dapat diambil kesepakatan bersama yang bulat.

Saat ditanya, apakah sudah ada nama-nama kader PKS yang disiapkan sebagai pengganti Sandiaga, Fadli menjawab ia belum mengetahuinya. “Saya belum tahu. Itu juga bagian dari nanti yang akan kami bicarakan,” kata Fadli.

Adapun, salah satu yang diusulkan PKS untuk menjadi pengganti Sandiaga adalah Mardani Ali Sera. Sebelumnya, Mardani merupakan Ketua Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Pencalonan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sebagai wakil presiden yang mendampingi calon presiden Prabowo Subianto mendapat tanggapan beragam dari warga Jakarta. Sejumlah warga yang ditemui Kompas.com pada Jumat (10/8/2018) umumnya tidak mempermasalahkan pencalonan Sandiaga.

Namun, ada pula yang mengkhawatirkan masa depan Jakarta sepeninggalan Sandiaga. Safri (49), pedagang asal Cakung, merasa ragu wakil gubernur yang menggantikan Sandiaga dapat berkinerja sebaik Sandiaga.

“Saya belum tahu karena wakil gubernurnya belum jelas,” kata Safri.

SBY disebut sempat kecewa dirinya tak diberitahu tentang penunjukkan Sandiaga.

Ia menyampaikan, selama sepuluh bulan pemerintahan Anies-Sandi, ia tidak begitu merasakan perubahan. Program OK OCE yang jadi unggulan juga tak begitu ia rasakan. “Belum terasa, saya juga belum tahu yang namanya OK OCE, kita juga belum paham, kita belum merasakan sih,” kata Safri.

Sementara itu, Ika, ibu rumah tangga dari Sunter, mengakui bahwa ada perubahan besar selama kepemimpinan Anies-Sandi, terutama di bidang keindahan kota.

“Perubahannya bagus, apalagi sekarang warga banyak kreatifnya kayak kampung warna-warni, yang tadinya kumuh jadi cantik. Danau juga bagus saya bilang setelah ditata,” kata dia. Ia pun tidak mempermasalahkan bila Sandiaga meninggalkan jabatannya.

Hal yang penting, kata Ika, Jakarta tetap aman dan sejahtera. “Siapa pun wagub-nya enggak masalah, yang penting Jakarta aman dan warganya enggak sengsara semua, siapa pun orangnya enggak masalah. Alhamdulillah juga Pak Sandiaga mau jadi wapres,” ucap dia.

Aldi (20), mahasiswa asal Rawamangun, punya pendapat sedikit berbeda. Ia menilai, Sandiaga belum layak maju pada pemilihan presiden karena ada beberapa programnya yang belum tuntas.

“Sebenarnya sayang juga sih, dia kan masih jadi wagub tetapi sudah maju jadi wapres. Program-programnya kayak rumah DP 0 rupiah begitu-begitu kan belum selesai,” kata Aldi. Namun, ia tidak mempermasalahkan keputusan Sandiaga.

Menurut dia, hal itu merupakan kebebasan setiap individu. “Ya itu kan hak sebagai warga negara juga ya, cuma sayangnya ya itu tadi. Mudah-mudahan saja ke depannya Jakarta bisa lebih baiklah,” kata Aldi.

Menurut Taufik Pada Kamis (9/8/2018) malam, Sandiaga dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo dan diusung oleh Partai Gerindra, PKS, dan PAN. Karena mencalonkan diri sebagai wapres, Sandiaga mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “JK Bicara soal “Tikungan Akhir” Cawapres Jokowi “

Komentar ANDA?