Gereja dan LSM di NTT membantu orang dengan HIV

0
591

NTTsatu.com – KUPANG – Stefano, 53, (bukan nama sebenarnya) adalah satu dari lebih dari seribu orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Nusa Tenggara Timur.

Dia didiagnosis di rumah sakit umum Kupang, ibu kota provinsi tersebut, setelah menderita diare, sakit kepala dan demam tinggi setiap hari selama tiga bulan. Ketika dirujuk oleh dokter untuk pemeriksaan kesehatan dia mengetahui bahwa dia positif HIV.

“Saya ingin bunuh diri setelah didiagnosis empat tahun lalu,” kata Stefano kepada ucanews.com. Tapi dengan dukungan seorang pastor ia  menerima kondisinya dan kemudian ia juga mendapat dukungan dari istrinya.

Sekarang dengan bantuan sebuah LSM setempat Stefano setiap hari memakai obat antiretroviral untuk menekan virus dan menghentikan perkembangan penyakit ini dan untuk mencegah tidak tertular ke istrinya. Obat tersebut dibiayai oleh pemerintah dan didistribusikan oleh LSM ke masyarakat.  Stefano tidak perlu khawatir dengan biaya atau akses obat.

“Saya sangat beruntung saya menemukannya sejak dini karena itu saya bisa bertahan sekarang,” katanya.

Stefano adalah satu dari 4.944 orang yang tercatat sebagai orang dengan HIV/AIDS di provins Nusa Tenggara Timur, seperti yang dilaporkan oleh Komisi AIDS Biro Nusa Tenggara Timur untuk periode 10 tahun sampai Mei 2017.

Komisi tersebut melaporkan bahwa virus tersebut menyebar di 21 kabupaten di provinsi ini, dimana 2.325 adalah kasus HIV dan 2.619 kasus AIDS yang telah menewaskan lebih dari 1.287 orang. AIDS adalah tahap ketika sistem kekebalan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi HIV.

Kasus HIV yang tercatat pertama di provinsi ini adalah seorang pekerja migran pada tahun 1997. Perkembangannya mengkhawatirkan, jumlah kasus meningkat 40-50 persen setiap tahun sejak tahun 2012.

Stefano mengatakan bahwa ia terjangkit HIV saat bekerja sebagai pekerja migran di Malaysia pada tahun 1998-2001. Dia tidak yakin akan asal-usulnya, tapi selama itu, dia sering melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pekerja seks.

“Istri saya dan saya sepakat untuk tidak memberi tahu anak-anak dan tetangga tentang kondisi saya karena saya takut dikucilkan oleh mereka,” kata Stefano yang sekarang hidup dari memilihara kambing di peternakannya.

Gereja sangat memperhatikan penyebaran penyakit ini sehingga mereka melakukan kampanye penyadaran yang luas di sekolah, paroki dan gereja melalui seminar, konseling, lokakarya dan distribusi pamflet.

“Keuskupan kami telah menyelenggarakan kampanye kesadaran di paroki dan komunitas basis tentang penyakit yang tidak dapat disembuhkan melalui seminar, pamflet mengenai bahaya HIV/AIDS dan konseling,” kata Uskup Dominikus Saku dari Atambua.

Dia mengatakan bahwa virus tersebut menyebar dengan cepat di wilayah tersebut setelah banyak pekerja migran dari luar negeri seperti Malaysia pulang.

“Sekitar 80 persen pekerja migran yang kembali ke kampung halaman mereka telah terjangkit virus tersebut,” kata uskup kepada ucanews.com.

Menurut data otoritas setempat tahun 2016, sekitar 150.000 pekerja migran dari provinsi tersebut pergi bekerja ke luar negeri.

Di samping bekerja dengan keuskupan lain di provinsi ini, Uskup Saku juga bekerja sama dengan institusi Katolik lokal dan nasional. Koordinasi ini mencakup enam keuskupan dan LSM di provins tersebut.

Penyebaran virus secara lokal mungkin telah diperburuk dengan berbagi jarum suntik yang tidak higienis untuk obat-obatan terlarang dan kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang praktek seks yang aman.

HIV hanya dapat ditularkan ke orang lain melalui kontak langsung cairan tubuh seperti darah, air mani dan air susu ibu. Namun, jika seseorang didiagnosis dan menjalani pengobatan antiretroviral (ART), penularan HIV ke depan dapat dicegah.

Suster Sesilia Ketut, anggota Komisi AIDS provinsi, mengakui bahwa kurangnya pendidikan tentang isu-isu ini telah berkontribusi terhadap penyebaran di wilayah ini. Setiap bulan setidaknya 50 orang di Atambua menghadiri pemeriksaan kesehatan reguler. Jika mereka didiagnosis HIV positif mereka akan diobati secara diam-diam, katanya.

Kasus HIV pertama di Indonesia tercatat di Bali pada bulan April 1987. Menurut Kementerian Sosial, jumlah tersebut saat ini mencapai 276.000 orang yang hidup dengan HIV dimana 78.000 lainnya menderita AIDS. (ucanews.com)

Komentar ANDA?