Kosakata Vs Tata Bahasa

0
438

Oleh: Hanna Suteja, S. Pd., M. Hum.

JIKA  seorang pemelajar bahasa Inggris ditanya “aspek apa yang sulit dipelajari dalam bahasa Inggris”, jawaban yang umum diberikan adalah tata bahasa atau grammar. Tata bahasa seringkali menjadi momok bagi sebagian besar pemelajar bahasa asing ini.

Pertama tentunya karena tata bahasa Inggris memang berbeda dengan tata bahasa Indonesia. Hal ini sebenarnya dapat dibantah karena jika kita ingin belajar bahasa apapun, kita pasti akan selalu berhadapan dengan perbedaan ini. Apalagi siswa Indonesia pada umumnya sudah belajar bahasa Inggris, yang merupakan bahasa asing pertama, sejak Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas bahkan sampai Perguruan Tinggi.

Mengapa tata bahasa Inggris masih dirasa sulit? Ketika mengajar bahasa Inggris dalam perkuliahan, penulis seringkali mendapati mahasiswa tidak mampu menggunakan tata bahasa dengan benar sewaktu mereka melakukan presentasi di kelas atau menulis untuk tugas tertentu.

Ketika pemelajar lebih berkutat pada kesulitan mempelajari tata bahasa, mereka lupa bahwa ada aspek yang tidak kalah penting dari tata bahasa. Kosakata merupakan aspek penting yang sering diabaikan dalam pembelajaran bahasa. Dalam berkomunikasi keterbatasan tata bahasa secara umum tidak begitu menghalangi orang mengerti maksud perkataan sesorang. Misalnya, I am studying tetapi ditulis I study; minimal pembaca atau pendengar mampu mengerti apa yang dimaksudkan dengan perkataan tsb. Lain halnya jika I am studying kemudian ditulis sebagai I am listening. Arti kalimat tersebut tentu saja berubah total karena kata yang dipilih sama sekali lain dengan yang dimaksud.

Ini hanya sekilas menunjukkan betapa fatal kesalahan pemilihan kosakata dibandingkan dengan kesalahan tata bahasa, yang dalam hal ini bentuk tense yang dipilih tidak sesuai. Dalam kosakata ada yang disebut sebagi kata fungsi (is/am/are, preposisi, artikel, dll, yang melengkapi unsur gramatika sebuah kalimat) dan kata konten, kata yang memiliki arti pada dirinya sendiri, misalnya, nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Jika kesalahan pemilihan kata masuk dalam kategori kata konten seperti I am studying ditulis dengan I am listening maka seperti yang dikemukakan di atas, hal ini akan membuat arti kalimat tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan I am studying ditulis I study, yang mana kesalahan terjadi.

Secara jumlah aturan dalam tata bahasa Inggris, misalnya tenses verba utama, hanyalah sebanyak dua belas. Sedangkan kosakata jumlahnya tak terbatas. Aturan gramatika dalam sebuah bahasa tidaklah banyak berubah seiring waktu tetapi lain halnya dengan kosakata. Kosakata bertambah seiring dengan kebutuhan dan kemajuan yang terjadi dalam kehidupan manusia di era modern ini. Jika kita tidak mengikuti perkembangan dan perubahannya, kita bakal tertinggal.

Sebagai contoh, kata software untuk mengoperasikan kursor di komputer disebut piranti lunak dalam bahasa Indonesia atau cakram yang menunjuk pada CD. Kata piranti lunak atau cakram mungkin terdengar aneh karena sebelumnya tidak ada kata tersebut, namun kita memerlukan kata-kata tersebut dalam bahasa ibu kita untuk menunjuk pada benda yang saat ini dipakai oleh banyak orang.

Menurut Nation, pakar dalam bidang kosakata, (2001) seorang pembicara asli bahasa Inggris dewasa muda memiliki kira-kira 20.000 kata. Bagaimana dengan pemelajar bahasa asing? Berapa jumlah kosakata yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dalam bahasa Inggris?

Paul Nation (2006) melakukan penelitian jumlah kosakata dengan mengumpulkan data dari beberapa novel dan surat kabar untuk bahasa tulis dan beberapa film anak-anak, interview dan talk show untuk bahasa lisan.

Nation menemukan bahwa seseorang bisa dikatakan mengerti sebuah teks tanpa bantuan baik untuk bahasa tulis maupun lisan jika seseorang mampu mengerti 98% dari teks tersebut. Jika disederhanakan itu berarti hanya satu (1) kata yang tidak dikenal dalam 50 kata yang dibaca atau didengar. Untuk mencakup 98% dari teks tertulis seseorang pemelajar bahasa Inggris harus memiliki 8000 -9000 word family (kata –kata yang berasal dari akar kata yang sama); sedangkan untuk bahasa lisan diperlukan paling tidak antara 7000-8000 word family.

Jumlah ini tentu sangatlah besar bagi pemelajar Indonesia karena target pemerolehan kosakata bagi pelajar SMA hanyalah 3000 kata. Jumlah itu bahkan masih di bawah cakupan teks 95% yang mengharuskan kepemilikan 4000 kata (Nation, 2006) yang berarti 1 kata yang tidak dikenal di antara 20 kata dalam teks. Hitungan ini ditujukan untuk pemahaman teks umum, bukan akademis.

Menurut Hazenberg & Hulstjin (1996) seorang mahasiswa seharusnya memiliki 10.000 kata; hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ambang batas 3.000-5.000 kata dianggap tidak cukup bagi seorang mahasiswa asing yang belajar di universitas di Belanda dengan bahasa Belanda. Jadi bisa disimpulkan bahwa pemelajar Indonesia, dalam hal ini lulusan SMA, masih akan mengalami kesulitan untuk membaca dan mendengar teks umum dalam bahasa Inggris karena keterbatasan kosakata mereka.

Secara umum kosakata bisa dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kosakata umum, akademis, dan teknis. Dalam hal ini mahasiswa dituntut untuk menguasai kosakata akademis untuk keperluan membaca artikel-artikel ilmiah. Para mahasiswa yang belajar atau mereka yang bekerja di bidang tertentu, misalnya kedokteran, teknik komputer, disain, biologi, musik, dll, tentu saja memerlukan pula penguasaan kosakata teknis sesuai dengan bidang yang dipelajari atau pekerjaan yang digeluti. Jadi memiliki kosakata umum saja atau bahkan yang akademikpun masih tidak mencukupi bagi mahasiswa atau pekerja dalam mempelajari dan menggeluti bidang pekerjaan mereka.

Jika berbicara tentang kosakata, kita tidak hanya berbicara soal kecukupan jumlah (vocabulary size) saja tetapi juga bagaimana mengucapkan dan menggunakan kosakata tersebut secara tepat dan kontekstual. Secara fonologis pengucapan kosakata Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia. Hal yang menyulitkan adalah ejaan tidak sama dengan pelafalan dan ada fonem (bunyi bahasa) tertentu yang tidak ada dalam bahasa Indonesia seperti dalam kata think yang sering diucapkan sebagai tingk atau singk. Jika kata think hanya digunakan untuk membaca atau mendengar maka hal ini tidak akan menjadi masalah.

Di sini kita melihat tuntutan penguasaan kosakata pasif untuk membaca dan mendengar berbeda dengan penguasaan kosakata aktif untuk berbicara.

Pengalaman penulis menunjukkan bahwa ketidak-akuratan pelafalan kosakata berpengaruh pada pemahaman dalam mendengar. Demikian juga pelafalan yang tidak akurat bisa saja menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Selain pelafalan pemilihan dan penggunaan kata yang tepat dalam kalimat merupakan bagian penting dari pengetahuan kosakata dalam atau sering disebut sebagai deep vocabulary knowledge.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata yang cukup dalam hal jumlah (size) dan kedalamannya (depth) sangatlah diperlukan bagi seorang pemelajar bahasa Inggris. Dibandingkan dengan penguasaan tata bahasa yang relatif lebih terbatas, pemelajar bahasa Inggris dituntut untuk terus menerus menambah dan meningkatkan pengenalannya akan kosakata yang terus bertambah dan berkembang.

Sudah saatnya pemelajar bahasa Inggris di Indonesia mengalihkan perhatiannya dari tata bahasa ke kosakata agar mampu menguasai bahasa Inggris secara benar.

——-

*) Penulis adalah Dosen Bahasa Inggris
Universitas Pelita Harapan, Jakarta

Komentar ANDA?