Mencari Kasih Tuhan di Bukit Dare Timor Leste

0
977
Foto: I nilah rumah ret-ret Bunda Maria Fatima di Dare Timor Leste yang adalah bekas Seminari masa Portugal dulu.

SIANG itu, Jumat, 5 April 2019 satu persatu peserta memasuki pelataran Rumah Ret-Ret Santa Maria Fatima di Dare, Timor Leste. Ada beberapa unit gedung berlantai dua bekas Seminari   Menengah yang dibangun pada masa Portugis itu  sudah pindah ke kota Dili.

Rumah ret-ret Dare yang berada sekitar belasan kilo meter dari jantung kota Dili memang terletak di bukit  yang indah, subur dan sangat menyejukkan. Para peserta ret-ret yang datang menggunakan kendaraan mobil mulai berkenalan terutama dengan  rombongan dari Kupang, Indonesia yang diundang mengikuti ret-ret  Meditasi Kristiani selama tiga hari.

Foto: Para Peserta Ret-Ret ketika mendengarkan pembicara tunggal Romo Siriakus Maria Ndolu, O’Carm 

Perkenalan berjalan lancar disusul dengan penyampaian sejumlah aturan selama mengikuti ret-ret di tempat itu oleh koordinator umum Meditasi Kristiani Dili, Salvador Soares.

Ret-ret meditasi kristiani dengan tema “Duc in Altum (bertolak lebih ke dalam” menghadirkan “Pendekar” Meditasi Kristiani Romo Siriakus Maria Ndolu, O’Carm yang sudah sangat makan garam dalam dunia yang satu ini.

Ada hal yang sangat menarik dalam kegiatan rohani ini. Menariknya, dari enam puluh peserta ret-ret itu ada seorang pejabat negara Timor Leste yang hadir. Dia adalah Dulce de Jesus Soares menteri Pendidikan Timor Leste. Tidak nampak adanya pengawal yang menyertai sang menteri seperti yang terjadi di Indonesia. Menteri Dulce hadir sebagai pesert bersama seorang sekretaris pribadinya yang juga peserta. Kesan sederhana begitu nampak dari sosok wanita bersahaja yang adalah pejabat negara Tmor Leste itu.

Usai pendaftaran peserta, masing peserta di arahkan ke kamar tidur masing- masing seorang satu kamar yang sudah disiapkan panitia. Kamar yang cukup lengkap dengan fasilitas kamar mandi dan wc di dalamnya.

Romo Siriakus kelahiran kabupaten Sikka, Flores yang adalah “punggawa” meditasi Kristiani mulai mengantar para peserta untuk masuk ke dalam dan ke kedalamam untuk merasakan kehadiran Tuhan sendiri.

Manusia hidup dalam zaman yang lebih menekankan apa yang kelihatan dari pada apa yang ada di balik yang kelihatan itu. Karena itu tidaklah mengherankan bila apa yang terlihat lebih menarik perhatian manusia. Kenyataan ini mendorong kita untuk “bahkan berlebihan” memoles sesuatu yang superfisial daripada sesuatu yang menjadi inti, sesuatu yang ada di bawah permukaan, sesuatu yang lebih mendalam.

“Casing” lebih penting daripada sesuatu dibalik bungkusan. Inilah yang pada titik tertentu kita sebut kemunafikkan. Bungkusan lebih penting daripada isi.

 

Foto: Meditator Kupang foto bersama ibu Menteri Pendidikan Timor Leste, ibu Dulce de Jesus Soares (baju merah)

Dalam masyarakat yang demikian, ketulusan mudah menguap. Maka perintah untuk “bertolak ke tempat yang dalam”, mendesak kita untuk melepaskan bungkusan, menerobos apa-apa yang superfisial dan masuk ke dalam inti-sejati. Dan bagi kita para meditator, “mengucapkan mantra” adalah cara kita menerobos permukaan dan masuk ke dalam kedalaman.

Ketika kita memasuki kedalaman, kita bersentuhan dengan apa yang disebut “diri sejati’ (true self). Ketika kita tahu siapa kita sebenarnya, kita akan menemukan potensi-potensi diri kita, kita menemukan kekayaan yang terkadung di dalam diri-pribadi kita.

Sebagaimana Petrus, kita benar-benar harus melakukan “transformasi”. Kita harus berubah. Kita harus hidup dari “kedalaman” kita. Dan inilah yang membebaskan kita dari ketergantungan pada opini orang, pada “apa kata orang”. Kita hidup dari “pusat diri” kita, dari “Apa yang Allah kehendaki dengan keberadaan dan hidup kita – apa tujuan Allah menciptakan saya”.

Romo Siriakus terus mengantar para peserta ret-ret dengan berbagai rambu untuk memulai permenungan atas kehadiran Tuhan di Bukit Dare. Tuhan mesti dicari dan pencarian itu ada dalam keheningan hidup untuk masuk lebih dalam ke dalam diri kita agar membiarkan apa kata Tuhan kepada kita secara pribadi.

Foto: Para peserta ret-ret foto bersama sebelum meninggalkan rumah ret-ret Bunda Maria Fatima, Dare Timor Leste, Minggu, 07 April 2019

Pantian menyediakan waktu khusus bagi peserta untuk merenungkan kehidupan dalam kesendirian dengan acara “Alone with the alone”. Dalam sesi ini, para peserta diberikan kesempatan untuk melakukan permenungan sendiri entag berada di alam bebas sambil menatap alam yang indah dan sejuk di Bukit Dare itu, atau boleh dalam kamar atau di Kaplea atau tempat lainnya sesuai dengan pilihan sendiri-sendiri.

Para peserta diminta untuk serius dalam acara ini dan melontar kan aneka pertanyaan kepada Tuhan, Sebuah pertanyaan yang disarankan Romo Siriakus adalah “Apa yang Tuhan mau dari saya dan apa yang harus saya perbuat untuk Tuhan?”. Pertanyaan ini mengandung makna yang amat dalam dimana kita biarkan diri kita dikuasai Tuhan dan kita ingin meminta petunjuk dari Tuhan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi Tuhan sendiri.

Kata “Maranatha” yang berarti datanglah Tuhan sungguh menjadi mantra bagi para meditator untuk selalu mengungkapkan dalam hati setiap saat. Mantra inilah yang membuat para meditator selalu bertahan dalam situasi apapun. (bonne pukan)

Komentar ANDA?