Menyimak Lukisan Manusia Purba Lembata di Kampung Tua Lamagute

0
4074

                  Oleh: Thomas Ataladjar

Lamagute-Atawatung Kampung Tua Seribu Tangga

Desa Lamagute dan desa adat Atawatung, terletak di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata. Untuk mencapai kedua desa ini dari Lewoleba, dibutuhkan waktu sekitar sejam.

Desa Lamagute berada di tepi pantai, sedangkan kampung adat Atawatung berada di atas perbukitan di sebelah atas desa Lamagute. Sebenarnya, penduduk desa Lamagute merupakan warga desa adat Atawatung yang “turun gunung” ke pesisir pantai.

Untuk mencapai desa adat Atawatung, kita harus sedikit menguras tenaga menapaki anak tangga yang cukup banyak di ketinggian bukit yang disebut “tangga 1000”. Walaupun mendaki sambil mandi keringat besar kecil sambil ngos-ngosan, namun dari ketinggian pebukitan Atawatung, kita masih boleh terhibur dapat menikmati sajian pesona panorama alam pantai Lamagute dan Laut Flores yang indah membiru.

Di kampung adat Atawatung terdapat situs budaya berupa beberapa rumah adat, tempat dilangsungkannya aneka ritual/upacara adat. Di rumah adat ini juga disimpan berbagai benda adat peninggalan leluhur sebagai kelengkapan untuk upacara adat. Antara lain tempat penyimpanan sesajen, keramik Cina, gading dan moko yang bagi masyarakat merupakan mahar perkawinan dan lain-lain.

Kampung Atawatung-Lamagute ini juga merupakan tempat diselenggarakan “Pesta Kacang” seperti di sejumlah tempat lainnya yakni di Napaulun, Lewotolok, Lewohala-Jontona dan Lamariang yang kesemuanya berada di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur.

Di desa adat ini juga dapat disaksikan proses dan hasil tenun ikat dengan motif khas asli Ile Ape dan kegiatan menyuling tuak.
Situs Manusia Kangkang.

Saat jadi penulis di Ensiklopedi Nasional Indonesia (ENI) dari tahun 1988-1994, saya berkesempatan berkunjung ke sejumlah tempat di tanah air, menulis tentang situs sejarah dan budaya daerah setempat.

Saat menulis tentang Waruga atau Batu Kubur Purba di Air Madidi, Minahasa, ternyata pada batu kubur itu terlukis dengan jelas lukisan “Manusia Kangkang”.

Lukisan “manusia kangkang” sejenis juga ditemukan di dinding gua di Papua Barat, yang diprediksi para ahli, berusia 1.500 tahun sebelum Masehi. Di Jambi, tepatnya di dusun Tuo Merangin, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Jambi, ditemukan lesung batu juga dengan lukisan “manusia kangkang” sejenis.

Sementara di Sumatera Barat tepatnya di Gua Lida Aie, Kabupaten Limapuluh Koto sekira 20 km selatan Payakumbuh, juga ditemukan lukisan “manusia kangkang”. Diprediksi para ahli sebagai “An early modern human presence in Sumatra 73.000-63.000 year ago”.

Perlu dicatat bahwa pada zaman nirleka atau masa prasejarah, manusia purba biasanya tinggal di gua-gua alam dan ceruk sebagai tempat hunian. Buktinya di tempat tersebut ditemukan banyak barang yang berhubungan dengan manusia purba. Antara lain alat-alat batu, alat-alat tulang, manik-manik, gerabah dan lain yang digunakan secara langsung oleh manusia di era itu, yang kemudian disebut artefak

Selain temuan artefak dll, sering kali di gua dan ceruk hunian tersebut juga ditemukan lukisan-lukisan pada dinding gua, lukisan manusia zaman purba. Motif lukisannya macam-macam, tapi umumnya menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari manusia purba itu. Antara lain lukisan telapak tangan manusia, hewan buruan, manusia, matahari dan sebagainya.

Situs Lukisan Laki-Laki “ Manusia Kangkang” Lamagute

Setelah tahun 2003 datang ke Baopukang (Jontona) dan Lewohala, dalam bulan Oktober 2018 setahun yang lalu, saya berkesempatan mengikuti upacara “Pesta Kacang” di Kampung Lama Lewotolok, desa Amakaka, Ile Ape.

Usai mengikuti aneka ritual Pesta Kacang dan mencatat sejumlah situs sejarah dan ritus budaya Lewotolok, saya mampir sejenak ke desa Lamagute- Atawatung, pingin lihat dari dekat dengan mata kepala sendiri batu andesit dengan lukisan manusia pada batu tersebut.

Ternyata di desa kelahiran tokoh Lembata Bapak Petrus Gute Betekeneng,Bapak Sersan Rafael Raya Atawatung dan Bapak Stefanus Sengaji Betekeneng ini,menyimpan situs purbakala dan budaya yang mengagumkan.

Cerita tentang adanya lukisan manusia kangkang di desa Lamagute ini, sebenarnya sudah saya dengar sekitar 35 tahun silam pada tahun 1985. Karena penasaran serta rasa ingin tahun yang dalam, maka kali ini ingin datang dan saksikan sendiri kebenaran adanya lukisan tersebut.

Oleh para pakar kepurbakalaan lukisan manusia pada batu di desa Lamagute ini, populer dengan nama “manusia kangkang”. Lukisan manusia warisan situs purbakala pada batu tersebut sekaligus membuktikan bahwa Lamagute sesungguhnya sebuah desa tua, bahkan sangat tua, sudah ada sejak zaman nirleka.

Situs itu berupa batu berlukiskan manusia berjenis kelamin laki-laki. Lukisan manusia di Lamagute itu terukir pada batu andesit yang besar dan tinggi berukuran 6×4 meter. Pola manusia tersebut digambarkan dengan warna putih dalam posisi berdiri dengan kaki dan tangan terbuka. Tergambar dengan jelas lukisan seorang laki-laki yang digambarkan dengan posisi berdiri. Kakinya direntangkan ke samping. Telapak kakinya mengarah keluar dengan jari yang utuh. Sikap tangan hampir sama dengan sikap kaki dengan lengan ditekuk dan jari-jari terbuka. Motif ini menunjukan bahwa gambar tersebut memiliki jenis kelamin laki-laki.(Atmosudiro,1984: 2).Pada batu yang lain yang berdekatan dengan lukisan manusia itu dijumpai pula lukisan perahu.

Asal usul lukisan pada batu andesit setinggi sekitar 6 meter itu belum jelas, meskipun mempunyai indikasi berhubungan dengan kehadiran “tokoh-tokoh purba” yang pertama kali datang menghuni bumi Ile Ape.

Menurut kisah tutur sejumlah suku yang kini mendiami Ile Ape seperti di Lewohala, Lewotolok dan lain-lain, dikisahkan bahwa saat leluhurnya pertama kali datang ke tempat ini, entah dari Serang Goran-Abo Muar, Kroko Puken-Lepan Batan atau dari arah barat seperti dari Sina Jawa dan Soge-Sikka, saat tiba di Ile Ape ternyata sudah ada penduduk yang sudah tinggal lebih dahulu menghuni kawasan itu. (Lihat: Hanang Samudra, Alam budaya Flores Timur, ,1998

Sejak tanggal 3-19 Agustus 1984, selama dua minggu, sebuah Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) yang diketuai oleh Dra.B.D.Bintarti, melakukan penelitian terhadap benda-benda peninggalan masa lalu di Lewoleba dan sekitarnya. Tim 7 orang ini berasal dari Puslit Arkenas, Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Balai Arkeologi Yogyakarta, Balai Arkeologi Denpasar, Unit Paleoekologi dan Radiometri ITB, Undana Kupang, Permuseuman Sejarah dan Purbakala Depdikbud Provinsi NTT, Depdikbud Flores Timur, Depdikbud Kecamatan Lebatukan dan Depdikbud Kecamatan Nagawutung.

Tim peneliti menemukan antara lain barang-barang gerabah berbentuk periuk, buyung, tempayan, buli-buli, piring pedupaan dan lain-lain dengan pola hias (meander) berbentuk garis lurus,garis lurus sejajar, garis tegak, siku-siku dan pola hias dari gambar ikan.

Selain gerabah ditemukan juga manik-manik dari kulit kerang dan juga fragmen kulit kerang yang diduga berfungsi mengerik atau menghaluskan barang-barang gerabah tersebut di atas. Juga ditemukan alat-alat batu dari masa paleolitikum yang menurut tim peneliti merupakan peninggalan paling awal teknologi pembuatan alat-alat dari masa prasejarah.

Tim peneliti ini ternyata menyelidiki juga sebuah lukisan manusia, bukan dalam dinding gua seperti yang terdapat di Papua, tapi justru pada batu andesit besar berukuran tinggi kurang lebih 6 meter dengan diameter kurang lebih 4 meter. Batu andesit besar ini ditemukan di desa Lamagute, Ile Ape, Lembata. Desa tersebut berada pada 8°10’-10°35’ Lintang Selatan dan 123°36’-36°40”-123°54’ 10” bujur timur. Batu andesit ini berjarak tidak jauh dari pantai laut Flores hanya berjarak ± 100 meter dari garis pantai pulau Flores (Atmosudiro, 1984: 2).

Lukisan manusia kangkang di Lamagute, Lembata ini setelah dilakukan penelitian oleh Tim dari Puslit Arkenas, ditulis dalam sebuah artikel pada tahun 1984 oleh Dra. Sumijati Atmosudiro. Namun tidak dijelaskan umur lukisan tersebut.

Menurut Dra. B.D.Bintarti, penyelidikan benda-benda purbakala ini bertujuan untuk mengungkapkan kehidupan manusia di Lembata di masa lalu. Dijelaskan bahwa lukisan motif manusia yang ditemukan di Lamagute, Ile Ape, Lembata mengandung makna sebagai lukisan penolak bala atau segala pengaruh buruk yang datang dari luar.

Banyak hal yang bisa dikaji melalui penelitian lukisan pada batu ini, antara lain untuk menggambarkan jalur migrasi manusia serta budayanya. Di Papua, lukisan manusia kangkang dianggap sebagai nenek moyang.
Motif tersebut adalah motif manusia kangkang atau yang disebut oleh orang Papua lukisan “Matuto” atau “Matutuo” yang juga di temukan di Sulawesi, Seram dan Kei. Motif tersebut biasanya di temukan di dinding gua, batu karang, dan dinding wadah kubur (Atmosudiro, 1984: 3).

Lukisan motif ini sekarang banyak di aplikasikan pada kain tenun khas Sumba. Motif manusia dalam kain tenun digambarkan dengan berdiri, telapak kaki terbuka dengan jelas terlihat adanya lima jari kaki di setiap kaki.

Sesaat setelah menyaksikan lukisan manusia kangkang di Lamagute, saya kemudian berangkat ke lereng Uyelewun di Kedang. Kembali saya sungguh dibuat terkagum-kagum menyaksikan dengan mata kepala sendiri lukisan purbakala karya kreatif leluhur di sepanjang dinding tebing berukir di desa Hingalamamengi. Situs purbakala yang disebut Situs Liang Puen ini ditemukan pertama kali oleh Hanan Abdul Latif, guru SD Inpres Peuma-Hingalamamengi 4 Maret 2018,

Sambil menantikan penelitian lebih lanjut oleh pakar kepurbakalaan di Tanah Lembata, saya hanya bisa mengguman dalam hati. Saya seolah sedang berdiri di gerbang keluar dari zaman nirleka (prasejarah) siap untuk melangkah memasuki gerbang masa sejarah kampung halaman saya, Tanah Lembata.

Maka saya juga boleh bilang “ may be this is an early modern human presence in my kampong Tanah Lembata”. Semoga demi ilmu pengetahuan, warisan purbakala ini tetap dijaga, dilestarikan dan dipromosikan sebagai destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Lembata.

****

Sumber: Kunjungan penulis ke situs purbakala Lamagute dan Hingalamamengi dan dari berbagai sumber referensi penulis.       

                *) Penulis adalah Anak Kampung         

                       Lembata,tinggal di Bogor.

Komentar ANDA?