Potensi Kopi Ekoheto Bajawa  Butuh Jalan Raya 

0
1139

NTTsatu.com – BAJAWA – Wilayah Bajawa di Kabupaten Ngada, Propinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki potensi kopi berkualitas yang tak kalah dengan kopi dari wilayah lain di Indonesia. Namun sayang, potensi kopi yang sangat besar ini tidak bisa digarap maksimal karena terkendala beberapa hal termasuk infrastruktur jalan yang masih belum memadai.

Salah satu perkebunan kopi di wilayah Bajawa antara lain terdapat di Kampung Ekoheto, Desa Persiapan Mukufoka, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Dari wilayah pemukiman warga desa, perkebunan kopi jenis Arabika milik warga berlokasi di atas wilayah dataran tinggi dengan kontur tanah berbukit bukit. Jalan menuju ke lokasi perkebunan warga jmasih belum memadai karena belum diaspal. Jika musim hujan, sarana jalan menuju lokasi perkebunan kopi warga ini licin dan berlumpur.

Selain sarana jalan yang belum diaspal, lokasi perkebunan warga juga tidak datar seperti wilayah lain di Indonesia. Untuk memetik kopi, petani harus melalui perkebunan berbukit bukit dengan kontur tanah tidak rata, dengan tingkat kemiringan tanah bervariasi di setiap kebun kopi milik warga.

Menurut warga setempat, warga di Kampung Ekoheto sudah mulai merintis kebun kopi sejak tahun 1970 an. Setiap warga memiliki luas lahan kopi bervariasi mulai setengah hektar hingga lebih.

Meski sudah mulai berkebun kopi sejak tahun 1970 an, namun warga mengaku belum memperoleh hasil maksimal dari tanamam kopi. Selain masalah infrastruktur jalan yang kurang memadai dan kurangnya tenaga kerja petik kopi, warga juga mengaku kurang mendapat perhatian pemerintah dalam hal pendampingan dinas pertanian dan bantuan alat alat pertanian untuk mengurus kebun kopi mereka.

“Kami kurang difasilitasi dinas pertanian baik kabupaten dan propinsi, kurang akses jalan yang kami butuhkan karena belum bagus, padahal hasil kopi Mukufoka lumayan bagus tapi kurang diperhatikan pemerintah. Kami juga alami kekurangan alat pemotong rumput, gunting pohon, dan alat alat lain. Kesuburan tanah di sini subur sekali, apalagi kami lebih pakai pupuk organik dan tidak mau pupuk kimia,” ujar Albertus Meo, tokoh masyarakat Desa Persiapan Mukufoka, Bajawa, Ngada, NTT, saat ditemui di area kebun kopi.

Menurut Albertus, potensi kopi di desa ini saja sangat besar karena masyarakat di Desa Persiapan Mukofoka memiliki lahan rata-rata 45-50 are per kepala keluarga. Namun potensi kopi yang besar ini belum bisa digarap maksimal karena kurangnya “campur tangan” pemerintah seperti kurangnya sarana jalan menuju lokasi kebun kopi.

“Kami ingin bagaimana agar harga kopi kami supaya ada peningkatan, saat ini boleh dikatakan harga kopi kami diatur orang, bukan kami yang atur, itu kendala, kami minta bantuan pemerintah pusat agar perhatikan kami seperti daerah lainnya seperti di Jember (Jawa Timur), Sumatera dan lainnya. Saat ini kopi datangnya dari Bajawa tapi labelnya dari Manggarai atau Flores, ada kopi merk terkenal, itu kopi kami punya, itu antara lain kelemahan kami di sini,” imbuh Albert.

Potensi besar kopi dari wilayah Bajawa ini diakui oleh mitra petani yang berasal dari luar Bajawa. Kualitas kopi asal Bajawa ini diakui tidak kalah dengan kualitas kopi lainnya di Indonesia seperti kopi dari Aceh, Toraja, dan kopi dari daeerah lainnya di Indonesia.

Meski diakui berkualitas, namun potensi besar kopi di tempat ini diakui belum digarap maksimal. Di musim panen, masih banyak sekali kopi yang terbuang sia sia karena terkendala tenaga kerja petik kopi dan infrastruktur jalan yang tidak memadai.

“Potensinya luar biasa, rata-rata di sini petani sumber utama penghasilannya adalah kopi dengan kualitas kopi yang tidak kalah dari tempat lain bahkan jauh lebih baik karena tanahnya subur dan jarang menggunakan pupuk kimia sehingga tidak terkontiminasi. Satu petani punya dua hingga tiga kebun kopi, satu kebun petani bisa hasilkan 3 ton gelondongan cherry merah (buah kopi),” ujar Valdi Pratama, mitra petani kopi yang berasal dari Bali.

Petani desa ini, sebut Valdi, memiliki kebun kopi yang kurang terawat karena akses jalan yang susah dilalui. Jalan yang belum diaspal membuat biaya angkut kopi menjadi kendala tersendiri.

“Alangkah baiknya jika dibantu akses jalan agar gaung kopi mereka terdengar di seluruh pelosok negeri. Mereka di sini benar-benar kaya kopi yang bagus, hanya akses jalan yang kurang. Di musism panen banyak kopi tersisa atau terbuang karena kurangnya tenaga kerja untuk petik kopi. Karena medan yang sulit, akhirnya orang pergi ke dataran yang lebih rendah, padahal di sini potensinya luar biasa,” jelas Valdi.

Warga petani kopi Desa Persiapan Mukufoka, Bajawa, kata Valdi, berharap agar pemerintah provinsi dan pusat memperhatikan kondisi mereka. Karena jika sarana jalan diperbaiki, maka panen Kopi Arabika di perkebunan warga akan dapat dimaksimalkan, dan hal ini akan mampu menyejahterakan hidup para petani kopi setempat. (*/bp)

Komentar ANDA?