Proses Direksi Baru Bank NTT Harus Sesuai PP 54 Tahun 2017

0
436
Foto: Ilustrasi

NTTsatu.com – KUPANG – Salah satu pemegang saham PT Bank NTT, Amos Corputy menegaskan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan proses seleksi Direksi Baru harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomkor 54 Tahun 2017. Direksi baru itu khusus Direktur Utama (Dirut) dan Direktur Umum (Dirum).

Penegasan Amos itu dasampaikan menyusul lahirnya PP Nomor 54 tahun 2017 dimana akan mengembalikan Bank Pembangunan Daerah, termasuk PT Bank NTT ke  Zaman Primitif.

Diihubungi di Kupang, Rabu, 01 Agustus 2018, Amos menyatakan, Otoritas Jasa Keuang (OJK) juga harus menyesuaikan peraturannya dengan dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Plaksananya yakni PP Nomo 54 tahun 2017 tersebut.

“Jadi proses direksi PT Bank NTT yang baru, khusus untuk posis Dirut dan Dirum haus berdasarkan PP tersebut,” tegasnya.

 

Foto: Amos Corputty, salah satu pemegang sahazm pada PT Bank NTT

Diberitakan sebelumnya, hari-hari belakangan ini Bank Pembangunan Daerah (BPD) tampak gelisah. Bukan lantaran kinerja keuangan BPD, melainkan menyangkut hal yang paling dasar dalam pengelolaan BPD ke depan. Pengelolaan BPD yang notabene adalah bank disamakan dengan badan usaha milik daerah (BUMD) lainnya.

Beleid baru ini akan mengerdilkan BPD. Ibaratnya BPD akan masuk kandang kasir pemerintah daerah (pemda) dan menjadi terisolasi kembali. Mengapa OJK hanya diam saja atas PP yang mengebiri BPD ini?

Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD itulah yang membuat gelisah sebagian besar direksi dan komisaris BPD. Beleid turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 ini menjadi dasar hukum baru bagi BUMD, termasuk di dalamnya BPD, yang jujur saja banyak berbenturan dengan asas-asas pengelolaan bank yang disyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Beleid baru yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2017 ini berisi 17 bab dan 141 pasal. Dalam aturan baru saat ini, bentuk BUMD nantinya ada dua, yaitu perusahaan umum daerah dan perseroan daerah (perseroda).

Perusahaan umum daerah merupakan BUMD yang modalnya dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham. Sementara, perseroda modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% dimiliki oleh satu daerah. Perseroda ini bisa dimiliki lebih dari satu daerah.

Di bagian dua pasal 7 disebutkan, pendirian BUMD bertujuan untuk memberi manfaat bagi pengembangan perekonomian daerah, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memperolah laba atau keuntungan. Dasar dari pendirian BUMD ini dalam bunyi pasal 9 adalah kebutuhan daerah dan kelayakan bidang usaha yang akan dibentuk. Semua dilaksanakan dengan tata kelola yang baik.

Inti dari semua itu tak lain memberi mandat kepada kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi penyertaan modal, subsidi, penugasan, penggunaan hasil pengelolaan kekayaan, serta pembinaan dan pengawasan. (*/bp)

Komentar ANDA?