Ritual Kematian Yang Sakral

0
5636

Adonara sebuah pulau di kabupaten Flores Timur (Flotim) yang kini sedang menunggu pengesahan menjadi daerah otonom baru (DOB) memang memiliki sejumlah keunikan tersendiri yang hampir tidak ditemukan di daerah lainnya. Keunikan itu terlihat dengan sangat jelas  dalam prosesi upacara adat mulai dari kelahiran, hingga kematian seseorang. Ritual-ritual itu selalu dilakukan dalam suasana yang sangat sakral.

Kesakralan ritual-ritual adat dilakukan secara turun temurun dan terus dihidupkan sampai saat ini meskipun begitu banyak materi yang akan terkuras habis untuk menyelesaikan proses adat itu. Harga diri sepertinya menjadi taruhan ketika seseorang atau sebuah keluarga atau suku akan menggelar sebuah ritual adat. Biaya tersebut sangat tergantung pada siapa yang menggelarnya dan dari kalangan mana.

Di pulau yang satu ini hingga sekarang masih mengakui adanya sistem strata sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka masih mengenal dan mengakui adanya kelompok bangsawan. Meskipun secara kasat mata kelompok ini sepertinya tidak memiliki apa-apa untuk dibanggakan lagi sekaligus membuktikan kalau mereka itu masuk dalam kelompok “darah biru”. Rumah dan kehidupan harian mereka sama sekali tidak lebih dari kelompok masyarakat lainnya bahkan yang bukan kelompok  itu justru hidupnya jauh lebih baik dari mereka.

Kebanggan sebagai kelompok bangsawan yang “berkirab” pada masa lalu itu masih tetap diakui hingga saat ini meskipun kondisi riilnya sudah jauh berbeda.

Mengikuti dengan saksama proses adat kematian di Adonara beberapa kali dan terakhir pada awal pekan ini, sungguh melukiskan kisah tersendiri yang memang unik. Meninggalnya Bapak Jabir Wurin Deran yang adalah keturunan bangsawan di desa Pepageka Kecamatan Klubagolit. Adonara pada Minggu, 1  Pebruari 2015 memunculkan  semua prosesi adat yang diakui sangat sakral dan memiliki nilai adat dan budaya yang tinggi.

Kematian seorang yang adalah kelompok masyarakat bangsawan, harus dilakukan ritual adat yang ternyata mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Biaya itu bukan hanya ditanggung keluarga inti yang meninggal, tetapi semua masyarakat terutama mereka yang memiliki hubungan kawin mawin yang tinggal di mana saja di belahan bumi ini untuk ikut memikul beban besar tersebut.

Pada saat kematian seseorang yang masuk dalam kelompok bangsawan, ribuan orang berdatangan dari berbagai pelosok Adonara. Mereka datang dengan membawa barang bawaan mulai dari beras, gula pasir, pakaian hingga hewan.. Mereka datang untuk mengikuti upacara pemakaman.

Bawaan dari para pelayat itu akan dicatat oleh petugas yang sudah disiapkan. Bawaan pertama dari kelompok om kandung atau saudara kandung dari mama orang meninggal. Kelompok ini disebut sebagai kelompok bailake yang datang membawa pakaian dalam jumlah yang banyak hingga rausan lembar.

Kelompok berikutnya adalah bine. Kelompok ini adalah kelompk saudari satu turunan dan anak-anak perempuan yang sudah menikah dari keturunan tersebut. Bawaan mereka adalah kambing besar yang nilainya berkisar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta/ perekor dengan syarat, kambing tersebut adalah kambing jantan dengan tanduk yang sudah sangat panjang. Jika membawa babi juga harus babi besar dengan harga yang sama dengan harga kambing. Hal ini sebagai ukuran harga diri keluarga tersebut.

Kelompok lainnya adalah kelompok masyarakat umum yang datang melayat dan mengikuti proses pemakaman. Mereka membawa uang sebagai tanda turut berdukacita dan meringankan beban keluarga duka.

Sebelum pemakan jenazah,  dilakukan ritual adat  oleh bailake. Mereka membawa pakaian, pisang, kelapa dan jagung sebagai bekal perjalanan orang yang meninggal. Saat itu keluarga duka menyiapkan parang panjang (parang Adonara), alat  kukur kelapa, cermin, sisir, sabun, bedak dan sandal. Barang-barang yang disipakan keluarga duga itu diserahkan kepada bailake. Parang yang disiapkan itu untuk membelah kelapa kemudian dikukur dibuta santan dan digosokkan di kepala orang yang meninggal.

Perlengkapan lainnya seperti cermin, sisir, sabun, bedak dan sandal juga dipakaikan kepada jenazah tersebut setelah dimandikan dan dikafankan untuk yang beragama Islam. Sedangkan Katolik, akan diserahkan kepada pihak Gereja untuk dimakamkan secara Katolik..

Ritual yang dilakukan bailkae yang disebut dengan istilah ritual adat Ohon Hebo. Seorang perempuan dari keluarga bailake melap wajah dengan kain basah kemudian memberikan bedak dan menyisir rambut mayat. Usai ritual Ohon Hebo itu, mayat kemudian dimakamkan sesuai agama dan kepercayaannya.

Sejak kematian dan selama empat malam berturut-turut semua yang datang akan dijamu oleh keluarga duka, namun selama empat malam hidangan lauk yang disiapkan hanya ikan dan tidak ada daging. Sebelum malam keempat ada ritual mengantar hewan ke keluarga bailke. Hewan yang diantara itu sebanyak sepuluh ekor.

Kemudian, sisa kambing dan babi yang dibawa saat kematian itu akan dipotong semuanya pada hari setelah malam keempat. Pembantaian secara besar-besaran ini untuk menjamu semua mereka yang datang pada hari itu dan mereka yang selama duka itu terlibat secara aktif. (bop)

Komentar ANDA?