Universitas PGRI Kupang Milik Dua Rektor

0
1395

KUPANG. NTTsatu.com – Konflik internal yang berlarut-larut di Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), berujung pada kepemimpinan kembar. Lembaga Pendidikan Tinggi di NTT ini memiliki dua rektor. Sehingga diprediksi lembaga ini akan berjalan tidak pasti.

Yayasan PGRI di Kupang, dengan gagah berani melantik Antonius Kato sebagai rektor. Pada Rabu, 24 Juni 2015 lalu. Sementara lembaga ini sudah memiliki Rektor sah sebelumnya yakni Samuel Haning yang direstui dan dilantik Badan Pengurus Yayasan PGRI Pusat. Yayasan PGRI Pusat itu sama sekali tidak mengakui kepemimpinan Antonius karwn sudah memiliki rektor sesuai hasil pemilihan anggota senat kampus yang terletak di belakang kantor Kepolisiajn Resort Kota Kupang.

Ketika melantik Antonisu Kalo, Ketua Yayasan PGRI NTT Soleman Raja mengatakan, pelantikan yang dilakukan ini untuk menyelamatkan nasib ribuan mahasiswa di kampus tersebut. Dia mendasarkan alasannya bahwa ,mahasiswa tidak mau mengakui status Samuel Haning sebagai rektor sehingga harus diganti dengan rektor yang baru.

Bahkan dia juga menegakan, pihak Yayasan PGRI NTT tidak mengakui kepemimpinan Samuel Haning dengan alasan dugaan menyandang gelar doktor palsu dari University of Berkley Jakarta. Ratusan mahasiswa dan alumni PGRI Kupang sempat berdemonstrasi dan meminta Kepolisian Daerah NTT menuntaskan kasus pemalsuan doktor itu karena akan merugikan banyak orang.

Soleman mengakui konflik internal di kampus tersebut semakin rumit. Saat ini ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri atas laporan Ketua Yayasan PGRI Pusat. Ia dituduh menggunakan logo PGRI tanpa sepengetahuan Yayasan PGRI Pusat. Surat penetapan tersangka dari  Bareskrim Polri diterima Ketua Yayasan PGRI NTT.

“Saya sudah terima surat penetapan tersangka sejak Selasa, 23 Juni malam,” kata Soleman ketika ditanyai tentang penetapan status tersangka yang ditetapkan oleh Bareskrim Mabes Polri di Jakarta beberapa waktu lalu.

Terkait nitu, Soleman menjelaskan, sejak PGRI NTT berdiri pada 1995, pihak Yayasan PGRI Pusat tidak pernah mempersoalkan logo tersebut. Pihak Yayasan PGRI Pusat baru mengadukan penggunaan logo baru pada 2015.

“Saya siap mengikuti semua proses hukum yang berlaku dan hingga saat ini belum ada kuasa hukum yang mendampingi saya,” Soleman melanjutkan.

Sementara itu, Rektor PGRI Kupang Samuel Haning menolak ditemui wartawan. “Maaf, Bapak Rektor tidak mau beri komentar mengenai masalah pelantikan rektor tadi, karena hal itu sudah menjadi kewenangan PGRI Pusat,” kata seorang pegawai sekretariat.

Kemelut yang melanda Universitas PGRI yang merupana n sebuah universitas swasta di Kota Kupang dengan mahasiswa terbanyak dari Universitas swasta lainnya sepertinya mengurai benang kusut. Samuel Haning masih tetap bertahan sebagai Rektor karena dia diakui dan dilantik oleh Yayasan PGRI pusat. Keabsahan jabatannya itu membuat Samuel tidak pernah akan mundur dan melepaskan lembaga ini kepada tangan orang lain.

Selama lembaga ini dipimpin Samuel Haning, lembaga ini bergerak sangat cepat. Kalau sebelumnya lembaga yang dipimpin Charles Manu hanya bisa menyelenggarakan pendidikan secara “nomad” alias berpindah-pindah dengan sistem kontrak dari satu tempat ke tempat lainnya, Samuel Haning tampil mengupayakan lahan dan membangun gedung Rektorat dan sedang merampingkan pembangunan Gedung Utama Kampus berlangtai tiga di belakang Polre Kupang Kota itu.

Gebrakan lain yang dilakukannya adalah, memberikan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. Rektor juga membantu membiaya para mahasiswa selama perawatan di Rumah Sakit kemudian membantu biaya pemakaman dan uang duka jika ada mahasiswa yang meninggal dunia.

Gebrakan itulah yang membuat ribuan Mahasiswa masih ingin mempertahankan Samuel Haning tetap menjadi Rektor. Hal-hal positif inilah yang tidak dilihat secara cermat oleh pengurus Yayasan PGRI Kupang. (iki)

Komentar ANDA?