𝐒𝐑𝐈 𝐌𝐔𝐋𝐘A𝐍𝐈, 𝐓𝐄𝐑𝐈𝐌𝐀 𝐊𝐀𝐒𝐈𝐇…

0
787

Oleh: Robert Bala

Bulan Februari (dan Agustus) biasanya menjadi bulan yang paling ditunggu penulis buku. Saat itu mereka dengan harap-harap cemas menunggu transferan 𝒓𝒐𝒚𝒂𝒍𝒕𝒚 dari penerbit akan hasil penjualan selama 6 bulan sebelumnya.

Karena sudah terbiasa dengan pajak yang sangat tinggi yang oleh Tere Liye digambar sebagai yang tertinggi dari deretan profesi lainnya entah dokter, akuntan, arsitek, motivator, bahkan artis, saya tidak banyak berharap. Pasalnya pajak yang paling rendah mencapai 15 % dan akan meningkat dengan bertambahnya 𝒓𝒐𝒚𝒂𝒍𝒕𝒚 saya akhirnya bersiap menerima apa adanya.

Tetapi di tahun 2024 ini justru saya memperoleh kabar gembira dan harus mengucapkan terima kasih kasih kepada Ibu Sri Mulyani yang oleh gebrakannya, sejak tahun 2023 para penulis buku bisa bernapas legah. Pajak sudah turun menjadi sekitar 6 %. Hal itu begitu berpengaruh terhadap sedikit 𝒓𝒐𝒚𝒂𝒍𝒕𝒚 yang diterima. Memang itu tidak seberapa tetapi dibanding dengan sebelumnya, kali ini harus saya merasa berterima kasih.

Saya patut kaitkan rasa terima kasih saya kepada Sri Mulyani dan bukan kepada Jokowi. Ya logikanya harusnya ke Jokowi. Tetapi melihat dinamika politik menjelang pilpres, saya mau kerucutkan untuk menyebut S𝒓𝒊 𝑴𝒖𝒍𝒚𝒂𝒏𝒊. 𝑫𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒇𝒊𝒈𝒖𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒌𝒐𝒏𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏, 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒌𝒂𝒏𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒓𝒆𝒅𝒊𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒂𝒏𝒑𝒂 ‘𝒕𝒆𝒅𝒆𝒏𝒈 𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈-𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈’. 𝑰𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒂𝒓𝒈𝒆𝒕 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒎𝒊𝒔𝒂𝒍𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒆𝒎𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒂𝒑𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒖𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒌𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒅𝒊𝒏𝒂𝒔𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂. 𝒀𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒂 𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒆𝒎𝒊 𝒏𝒆𝒈𝒂𝒓𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒔𝒂.

Caranya bagaimana? Dengan menjaga agar selalu terjamin stabilitas fiskal. Hal ini tentu didasarkan pada kecakapan dan pengalaman yang dimiliki. Tetapi bisa juga karena ia belajar dari pengalaman negara seperti Brazil dan Yunani yang sejak 10 tahun lalu mengalami kejatuhan yang tidak sedikit. Dari situ, wanita kelahiran Bandar Lampung 26 Agustus 1962 hanya punya satu komitmen agar bisa menyelamatkan bangsa ini agar tidak jatuh.

Tidak itu saja. Dalam beberapa bulan terakhir menjelang pilpres dan pileg 2024, 𝑺𝒓𝒊 𝑴𝒖𝒍𝒚𝒂𝒏𝒊 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒏𝒋𝒖𝒌𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒐𝒔𝒐𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒐𝒏𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒓𝒆𝒅𝒊𝒃𝒆𝒍. 𝑫𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒆𝒋𝒖𝒋𝒖𝒓𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒕𝒂𝒉𝒖𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒕𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒐𝒍𝒂 𝒏𝒆𝒈𝒆𝒓𝒊 𝒊𝒏𝒊 𝒔𝒆𝒄𝒂𝒓𝒂 ‘𝒓𝒆𝒂𝒍𝒊𝒔𝒕𝒊𝒔’ 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒋𝒂𝒏𝒋𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒊𝒔, 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒂𝒏𝒆𝒉 𝒕𝒆𝒓𝒉𝒂𝒅𝒂𝒑 𝒂𝒏𝒆𝒌𝒂 𝒋𝒂𝒏𝒋𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒊𝒔 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒕𝒂𝒌 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒊𝒔𝒕𝒊𝒔. Karena itu sangat manusiawi kalau seorang seperti Sri Mulyani bisa menunjukkan sikap ‘hopeless’ terhadap kepemimpinan bangsa ini.

Tetapi ia justru diam, mengambil jarak dan mempertimbangkan bahwa di atas bahunya, 280 juta masyarakat Indonesia mengarahkan pandangan penuh harap. Ia lalu mengorbankan egoismenya dan melanjutkan karyanya, minimal menyelesaikan masa pemerintahan yang telah ia janji untuk mulai dan melewatinya.

Saya pun mulai mengerti mengapa wanita ini bisa diberi penghargaan tingkat internasional di Dubai di tahun 2018, sebagai 𝑴𝒆𝒏𝒕𝒆𝒓𝒊 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒅𝒖𝒏𝒊𝒂 𝒅𝒊 𝑾𝒐𝒓𝒍𝒅 𝑫𝒆𝒗𝒆𝒍𝒐𝒑𝒎𝒆𝒏𝒕 𝑺𝒖𝒎𝒎𝒊𝒕 𝒅𝒊 𝑫𝒖𝒃𝒂𝒊. Sebuah pengakuan dunia internasional tentu tidak saja pada tangan dinginnya yang bisa menghasilkan kebijakan yang sangat profesional di tengah pilihan popularitas belaka.

Di sinilah saya memuji Sri Mulyani. Tentu pujian saya tidak saja karena telah membuat kebijakan yang membuat saya sebagai penulis buku bisa merasa ‘terkejut’ atas 𝒓𝒐𝒚𝒂𝒍𝒕𝒚 yang meski sedikit tetapi masih terlalu banyak dari 𝒓𝒐𝒚𝒂𝒍𝒕𝒚 sebelumnya yang ‘sedikit banget’. Yang saya paling kagumi adalah profesionalisme dan sikap pengutamakan bangs dan negara di atas kepentingan pribadinya. Ini yang luar biasa. Di sinilah Sri Mulyani bisa mempertahankan kredibilitasnya yang berani ‘tidak populer’ yang menghasilkan kebijakan yang bisa saja dilihat tidak ‘pro pertumbahan’ dan hanya procyclical dan hanya melingkar ‘di situ-situ saja’ tetapi justru di situlah kepribadiannya menjadi bersahaja.

𝑆𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑆𝑟𝑖 𝑀𝑢𝑙𝑦𝑎𝑛𝑖. 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑖𝑙 ‘𝑝𝑟𝑜 𝑟𝑎𝑘𝑦𝑎𝑡’ 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑎𝑘𝑎𝑛 ‘𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑝𝑎-𝑎𝑝𝑎’ 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑟𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑔𝑢𝑚𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐽𝑜𝑘𝑜𝑤𝑖. 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟𝑛𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑝𝑎𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑢𝑗𝑢𝑛𝑔 𝑖𝑡𝑢𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑗𝑢𝑡. 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑆𝑟𝑖 𝑀𝑢𝑙𝑦𝑎𝑛𝑖. 𝐼𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑔𝑖𝑡𝑢, 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑔𝑖𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑟𝑡𝑖 𝑖𝑡𝑢. 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑛𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑘𝑢𝑖 𝑑𝑖𝑟𝑖𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑖𝑏𝑎𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡, ℎ𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑗𝑢𝑑𝑢𝑙 𝑡𝑢𝑙𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑟𝑖 𝑀𝑢𝑙𝑦𝑎𝑛𝑖.

Pada sisi lain, komitmen yang dipegang hingga tidak lama lagi akan meninggalkan jabatannya sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjadi legenda hidup yang membenarkan kata-kata dari Abraham Lincoln: I𝒇 𝒀𝙤𝒖 𝑾𝙖𝒏𝙩 𝙩𝒐 𝑻𝙚𝒔𝙩 𝙖 𝙈𝒂𝙣’𝙨 𝘾𝒉𝙖𝒓𝙖𝒄𝙩𝒆𝙧, 𝒈𝙞𝒗𝙚 𝙝𝒊𝙢 𝙋𝒐𝙬𝒆𝙧. Pada Sri Mulyani terbenarkan bahwa karakternya tetap seperti Sri Mulyani dan tidak berubah apapun ketika ia berada di puncak kekuasaan sebagai ‘pemegang’ keamanan keuangan negeri ini.

Sri Mulyani menjadi pembeda dari politisi yang bisa saja awalnya sangat kita banggakan dan ayubahagiakan. Mereka itu talah ‘dijadikan’ (bukan dilahirkan) oleh banyak pihak hingga mengantarnya ke puncak seperti sekarang. Tetapi setelah kekuasaannya itu diberikan, ia membuat kita heran dan tidak percaya tetapi akhirnya harus percaya bahwa di penghujung kekuasaaan itu ternyata menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Kekuasaan justru membantu untuk menampilkan diri sebenarnya.

Sri Mulyani justru memberikan hal berbeda dari kebanyakan orang. Ia tetap seperti itu meski kekuasaan yang ada padanya sebenarnya bisa mengguncangkan Indonesia. Tetapi ia tidak pilih cara seperti itu karena pada akhirnya yang dikenang adalah hal yang dipertahankan sampai akhir. Karenanya kita patut berterima kasih pada Ibu Sri Mulyani Indrayanti.

=======

𝐑𝐨𝐛𝐞𝐫𝐭 𝐁𝐚𝐥𝐚. 𝐏𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐛𝐮𝐤𝐮 𝐇𝐨𝐦𝐢𝐥𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐦𝐢𝐤𝐚𝐭 (𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭 𝐋𝐞𝐝𝐚𝐥𝐞𝐫𝐨), 𝐌𝐚𝐫𝐞𝐭 𝟐𝟎𝟐𝟒.

Komentar ANDA?