Oleh: Robert Bala
Kisah anjing setia, Hachiko cukup populer di Jepang. Dikisahkan, Hidesaburo Ueno, seorang profesor di Universitas Tokyo, mengadopasi seekor anjing untuk tinggal bersamanya. Keduanya menghabiskan waktu bersama-sama dalam kesetiaan sebagai sahabat.
Setiap hari, ketika Profesor Ueno hendak berangkat ke Universitas Tokyo, Hachiko menemaninya hingga sampai di stasiun Shibuya. Ketika pulang pada pukul 3 sore, sang profesor telah mendapati anjingnya setia menunggu di depan stasiun. Begitu tiap hari. Keduanya tak terpisahkan dan Hachiko tak pernah luput menjemput.
Namun pada Mei 1925 terjadi kejadian tak diinginkan. Saat berada di tempat kerja, setelah diantar oleh hachiko, Hidesaburo mengalami pendarahan otak dan meninggal. Hachiko tidak mengetahui hal ini. Ia terus menunggu sampai malam. Menyadari tuannya tidak datang, ia pulang lalu kembali keesokan hari dan seterusnya hingga wafat. Tuannya tidak akan kembali karena sudah wafat. Patung Hachiko dibuat untuk mengenangkan sebuah kesetiaan.
Kesetiaan ini yang ditunjukkan oleh Maria Magdalena. Ia tahu sebegitu besar cinta Yesus padanya yang ia sendiri paham. Tidak terlalu penting mengungkit masa lalunya yang hanya dirinya dan Yesus tahu. Tetapi bisa dibayangkan begitu mendalamnya persahabatan mereka.
Dosanya yang banyak telah diampuni, karena ia banyak berbuat kasih. Ia sudah menunjukkan kasih sayangnya kepada-Nya ketika Dia masih hidup, mendengarkan ajaran-Nya, dan melayani Dia dengan kekayaannya (Luk. 8:2-3).
Ungkapan syukur dari Maria Magdalena sangat jelas kita ungkapkan di Malam Paskah. Kita bersyukur bahwa meski tanpa jasa, tetapi telah dipilih dan diangkat. Itulah yang Maria coba ungkapkan dengan pergi pagi-pagi buta, sebuah waktu sekitar pukul 03.00 β 06.00 pagi. Sebuah waktu di mana banyak orang masih tidur lelap. Lebih sepi lagi dan seram lagi kalau waktu itu digambarkan di sekitar sebuah makam. Hal ini hanya bisa dilakukan sebagai ekspresi membalas (meski hanya sedikit) terhadap apa yang telah diterima secara berlebihan dan cuma-cuma pula.
Di sana, seorang sahabat justru hadir. Ia mencari dengan kerinduan hati. Bisa dibayangkan kerinduan seorang sahabat untuk bertemu dengan Yesus. Juga ungkapan usaha dari Maria Magdalena untuk mencari dengan rajin. Hal ini mengingatkan, orang-orang yang dengan rajin mencari-cari Kristus ketika hari masih gelap akan diberi terang tentang Dia, yang akan bersinar semakin cemerlang.
Paskah bukan sekadar sebuah hadiah tanpa tanggapan. Hadiah memang dianugerahkan kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Tetapi ia membutuhkan usaha dan komitmen yang menggambarkan pencarian yang tulus. Sebuah pencarian yang dilakukan karena Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita sehingga apapun dilakukan hanya karena kita sudah berutang kasih. Hal itu yang ditunjukkan oleh Maria Magdalena. Ia tidak terima begitu saja tetapi βtahu diriβ sebuah sikap yang kerap saya lupakan. Paskah karena itu mengajak saya untuk lebih tahu diri.
Bagaimana saya ungkapkan sikap tahu diri? Ya dengan tidak hanya meneriam tetapi juga memberi (meski hanya sedikit), hal mana diungkapkan oleh Dada JP Vaswani, seorang pemimpin spiritual dari Pune India (1918-2018). Ia mengatakan hal ini: βCinta sejati adalah pengorbanan. Hal ini terjadi dalam hal memberi, bukan menerima; dalam kekalahan, bukan dalam keuntungan; dalam menyadari, bukan dalam memiliki, bahwa kita mencintai!β
Dalam konteks Paskah, kata-kata itu mengingatkan kita bahwa sudah begitu besar cinta dan pengorbanan yang Tuhan telah berikan kepada masing-masing kita sesuai dengan pengalaman hidup kita. Yang dinanti bukan keharusan untuk sekadar membalasnya tetapi usaha yang sungguh-sungguh hal mana ditunjukkan oleh Maria Magdalena. Ia berusaha sepenuh hati untuk mengungkapkan rasa cintanya pada Yesus meskipun sudah wafat. Kesungguhan itulah yang diganjari menjadi saksi kebangkitan. Apakah kita sadari kebaikan dan pengorbanan Tuhan kepada kita?
Saya tentu lebih paham dari Hachiko yang hanya seekor anjing. Hachiko telah tunjukkan kesetiaan sebagai alasan akan cinta yang telah diterima. Saya mesti satu tingkat berada di atas Hachiko tetapi kadang saya harus akui bahwa yang terjadi sebaliknya. Tapi sudahlah, itu yang lalu-lalu. Yang kini, saya mau berjuang untuk bisa mencontohi keksetiaan Hachiko. Selamat Paskah.
==========
Renungan ini diambil dari buku Robert Bala *HOMILI YANG MEMIKAT* (Penerbit Ledalero, 2024), hlm 100-101)