Pemerintah Indonesia Dicecar KPM PBB Terkait Situasi dan Kebijakan Migrasi di Indonesia

0
434
Foto: Delegasi Indonesia ketika dialog dengan Komite Pekerja Migran (KPM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 5 September 2017 di Jenewa (Foto: Kor Saleng

NTTsatu.com – JENEWA – Pemerintah Indonesia telah melakukan dialog dengan Komite Pekerja Migran (KPM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 5 September 2017.

Dari Jenewa, 6 September 2017 Anis Hidayah dan Kor Sakeng melaporkan, dalam putaran sesi pertama dialog selama tiga jam, Pemerintah Indonesia yang diwakili Abdul Wahab Bangkona , Staf Ahli bidang hubungan Internasional Menteri Ketenagakerjaan RI menyampaikan highlight dari laporan pemerintah yang telah di submit kepada Komite.  Menanggapi laporan inisial pemerintah Indonesia, Komite memberikan respon untuk menggali, mengkonfirmasi dan memperdalam informasi.

Dalam putaran pertama sesi Tanya jawab, pemerintah Indonesia dicecar dengan 75 pertanyaan dari 7 anggota Komite Pekerja Migran, 1 orang Rappourteur Komite dan Special Rappourteur untuk perlindungan hak-hak pekerja migran.  Komite menyoroti dekegasi pemerintah Indonesia yang sangat besar yakni 23 orang.

Dalam kesempatan yang sama, delegasi dari Mexico 15 orang dan Ecuador 5 orang. Tidak hanya dalam hal jumlah, delegasi pemerintah Indonesia juga disorot dalam hal keterwakilan perempuan yang sangat njomplang, dari 23 delegasi, hanya tiga orang yang perempuan. Hingga menimbulkan pertanyaan dari Komite, apakah di Indonesia tidak ada aturan tentang keterwakilan perempuan?.

Selain mengenai delegasi, hal-hal yang dipertanyakan Komite Pekerja Migran adalah sebagai berikut:

Posisi revisi UU Nomor 39 tahun 2014 yang telah berlangsung lama dan harus disesuaikan dengan konvensi. Apakah telah disesuaikan dengan kovensi dan kapan akan disahkan?

MoU dengan 13 negara tujuan yang dinilai belum sesuai dengan prinsip-prinsip konvensi harus segera direvisi.

Kebijakan dan peran perusahaan pengirim tenaga kerja swasta yang dominan dan banyak melakukan praktek yang merugikan buruh migran dan melanggar HAM asasi manusia. Bagaimana mekanisme monitoring dan penjatuhan sanksinya?

Sementara pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Konvensi ILO 181 tentang agency, mengapa ratifikasi belum dilakukan.

Kasus hukuman mati yang banyak dihadapi buruh migran perempuan di beberapa Negara tujuan. Saat ini setidaknya ada 212 kasus buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati, bagaimana pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya perlindungannya?

Bagaimana perlindungan terhadap PRT migran di Negara-negara yang tidak memiliki regulasi tentang PRT? Sementara mereka rentan mengalami kekerasan fisik dan seksual.

Seperti di Arab Saudi dan beberapa Negara di Timur Tengah. Apa upaya yang sudah dilakukan untuk melindungi mereka?

Moratorium dengan 19 negara di Timur Tengah, mengapa kebijakan itu diambil? Bagaimana dampak positif dan negatifnya? Moratoroum juga diindasikan meningkatkan buruh migran perempuan menjadi korban trafficking. Bagaimana pemerintah Indonesia melakukan monitoring selama moratorium dan berapa jumlah penurunan keberangkatan dan yang tetap berangkat?

Bagaimana mencegah praktek korupsi dalam tata kelola migrasi?. Anak-anak buruh migran yang lahir di Negara tujuan banyak yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akta kelahiran, bagaimana melakukan negosiasi dengan Negara tujuan?

Anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya bermigrasi, apakah ada kebijakan dan program untuk memastikan pendidikan dan pola asuh bagi mereka.

Remitansi buruh migran Indonesia, berapa jumlahnya dan bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam memfasilitasi pengiriman ke Indonesia dan memanfaatkannya di dalam negeri
Mekanimse apa yang sudah dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dalam mencegah buruh migran agar tidak menjadi korban trafficking?

Apakah sudah ada MoU antara pemrintah Indonesia dengan Negara tujuan mengenai penanganan trafficking?
Bagimana kompetensi diplomat dan konsuler di perwakilan pemerintah Indonesia dalam melayani buruh migran?

Bagaimana partisipasi masyarakat sipil dalam perlindungan buruh migran? Sejauh mana ada kolaborasi yang terbangun antara masyrakat sipil dengan pemerintah Indonesia.

Biaya penempatan buruh migran yang mahal
Training bagi calon buruh migran terutama perempuan, bagimana kurikulum dan mekanismenya?. Bagaimana inisiatif yang sudah dibangun di tingkat local?

Untuk merespon banyaknya pertanyaan Komite, pemerintah Indonesia diberikan waktu selama 15 menit untuk menyiapkan jawaban. Jawaban yang diberikan pemerintah Indonesia tidak detail sebagaimana pertanyaan Komite.

Pemerintah yang diwakili Lalu Muhamad Iqbal (Kemenlu) , Hermono (BNP2TKI) dan Abdul Wahab Bangkona (Kemenaker) menjawab secara general tentang upaya-upaya yang telah dilakukan.

Migrant CARE mengapreasiasi pertanyaan dan pernyataan Komite Pekerja Migran PBB atas laporan inisial pemerintah Indonesia. Berbagai laporan masyarakat sipil baik tertulis maupun oral statement yang pada tanggal 4 dan 5 September diberikan oleh delegasi masyarakat sipil menjadi pertimbangan dan informasi alternative.

Agenda hari ini, 6 September, sessi kedua dialog pemerintah Indonesia dengan Komite yang akan berlangsung selama tiga jam (10.00 – 13.00 waktu Jenewa).  Untuk selanjutnya Komite akan menyusun observasi dan rekomendasi.

Migrant CARE berharap bahwa sesi kali ini akan menghasilkan rekomendasi yang substantive bagi pemerintah Indonesia untuk segera melakukan perubahan kebijakan dan tata kelola migrasi yang eksploitatif, korup dan tidak melindungi. (*/bp)

Komentar ANDA?