NTTsatu.com — Sudah banyak Yayasan yang didirikan oleh para rohaniwan, biarawan dan biarawati. Namun Sebagian besar untuk tidak mengatakan semuanya dimiliki oleh biara yang sama. Ada pula yang merupakan kerjasama dengan awam, tetapi itu bersifat terbatas.
Yang terjadi dengan Yayasan Koker Niko Beeker, 6 pastor dari 4 konggregasi berbeda, bersatu dengan awam seasal satu proki untuk mendirikan yayasan pada tanggal 3 November 2016. Mereka itu adalah: Pastor Yosep Tote OFM, P. John Bala Tolok SVD dan Pastor Yosep Mapang Pukai SVD. Dari serikat Salesian Don Bosco, ada P. John Laba, SDB dan P. Hendrik Mado, SDB. Ada juga pastor Sylverius Tobe Namang, SS.CC.
Bagimana kesaksian mereka dalam Yayasan yang namanya diambil dari 2 imam figur central paroki Lerek: P Conrardus Henricus Beeker SVD (1940-1956) dan P. Nicholas Strawn, SVD(1963-1987)? Berikut sharing para imam tentang Yayasan yang menaungi SMA SKO San Bernardino di Lewoleba – Lembata.
Semua Bersatu
“Semuanya mengalir begitu saja. Awalnya, hanya ada satu tekad merayakan pesta emas P. Niko pada tahun 2012,” demikian tutur P. Yosef Tote OFM. Sebagai ‘anak paroki’ yang saat itu menjadi pastor paroki St. Paskalis Cempaka Putih, Pater Tote mengundang umat asal Paroki Lerek di Jakarta untuk membahas rencana itu.
Setelah mengadakan pertemuan, dibentuklah panitia yang memiliki 3 tujuan yaitu merayakan pesta emas di 3 tempat (Waikomo, Jakarta, dan Lerek); Menyiapkan tempat doa di Lerek dan juga mengadakan program pemberdayaan. Kehadiran sekolah ini, kata Pastor yang ditahbiskan di Bogor pada tahun 1982 ini, merupakan bagian dari program pemberdayaan.
Apa yang diperjuangkan ini sejalan juga dengan moto imamat Pater Niko yang mau dipestakan: yaitu “Semua Bersatu di bawah Kristus”, tutur Pastor Tote yang pernah selama beberapa tahun menjadi misionaris di Thailand.
P. Yosep Mapang Pukai, SVD menuturkan bahwa hal yang mendorongnya bergabung dan berjuang dengan Yayasan Koker sejak awal karena terinspirasi oleh kata-kata seorang remaja asal Afganistan yang menerima hadiah nobel di usianya yang ke-17. Di hadapan sidang umum PBB ia mengatakan: ‘kita jangan pernah lupa bahwa satu buku, sebuah bolpoin, seorang murid, dan seorang guru dapat meobah dunia’. Hal itulah yang mendorong pastor yang sudah 25 tahun berkarya di Amazon Brazil untuk bergabung melakukan sesuatu yang sederhana, tetapi bisa mewujudkan mimpi banyak orang melalui pendidikan.
Hal yang sama diungkapkan Pastor John Laba SDB. Pastor yang ditahbiskan tahun 2001 di Yerusalem ini mengungkapkan bahwa dalam kebersamaan kita bisa melakukan sesuatu. Hal itulah yang dia lihat sejak awal. Semua yang ada di Yayasan Koker begitu kompak dan selalu transparan
Bagi pastor ke-16 dari kampung Lerek mengatakan bahwa darah para martir sungguh merupakan benih kristiani (Il sangue dei martiri e’ il seme dei Cristiani). Darah misionaris seperti Pater Beeker tidak hanya menumbuhkan iman tetapi telah memberikan motivasi agar kemiskinan tidak halangan tetapi malah peluang.
Kerjasama
Pasto Hendrik Mado SDB yang saat ini berkarya di SMP Bhakti Mulia, Jawa Tengah mengungkapkan bahwa jarak tidak menjadi halangan. Bagi pastor yang ditahbiskan diakon di Filipina (2010) kuncinya ada pada kesungguhan dan ketulusan untuk saling membantu satu sama lain/
Pastor Endi juga berterima kasih karena Koker selalu berupaya untuk membantu sebisanya untuk kemajuan di Lembata. Hal paling nyata menurut pastor yang dihatabiskan imam di Jakarta (2010), diadakannya pelatihan para guru melalui webinar pada bulan September dan Oktober tahun lalu. Di tengah pandemi seperti ini, bantuan itu amatlah berguna. Menurutnya, inilah hal-hal kecil yang perlu dibuat. Dengan prinsip: Agora ou nunca mais , pastor Endi mengingatkan bahwa kita perlu buat sekarng atau tidak akan pernah buat.
Dari Filipina, P. John Bala Tolok SVD mengungkapkan hal yang sama. Di awal sekolah ini berdiri, pastor yang sudah 26 tahun berkarya di pedalaman Philipina Utara ini mengungkapkan bahwa perjuangan Koker sangat didukung.
Ia berkisah bahwa saat ini ia berkarya sekolah SVD: Divine Word College – Urdaneta. Di sana ia mengalami bagaimana orang bisa berjuang untuk bersekolah. Pastor yang disapa juga ‘Anis’ ini mengatakan melalui pendidikan kita dapat mengubah dunia.
Dari tanah misi Tahiti (Polinesia), Pastor Sylverius Tobe Namang SS.CC atau yang lebih dikenal dengan pastor Ferry, yang sudah 13 tahun berkarya di sana, mengungkapkan alasan keterlibatannya. Baginya, teladan dari Pater Niko dan Pater Beeker itu sangat berpangaruh untuk hidupnya, demikian kesaksian pastor yang sejak 2018 menjadi superior SS.CC di Tahiti dan merangkap jadi pastor paroki untuk tiga paroki di Tahiti seorang diri.
Bagi pastor yang ditahbiskan Diakon di Tahiti 2009 dan tahbisan imam 2009 di Katedral Jakarta, apa dialami sekarang di kampung-kampung di Paroki Lerek tidak lepas dari ‘tangan dingin’ dua misionaris tulen ini.
Harapan
Menyinggung tentang harapan ke depannya, semua pastor sepakat bahwa transparansi yang selalu ada harus terus dipertahankan malah dikembangkan. Bahnya perkumpulan atau Yayasan bisa bubar karena kurangnya hal ini.
Hal lain yang cukup menonjol dalam Yayasan ini, demikian diungkap Pastor Ferry dari Tahiti. Baginya prinsip kalau ada beban dipikul bersama itu sangat terasa dan sungguh dipraktikkan. Dalam bahasa daerah yang fasih, pastor asal Atawolo dan fasih bahasa Inggris dan Perancis itu itu mengatakan: ”weolehe ter uek-uek, te poe tali wekhi, ele hen kerejan tu ner bera-bera nek te weolehe orehe tu hen te tewang” (kita menanggung sedikit-sedikit, saling membantu agar satu pekerjaan yang sangat berat juga semua satu hati untuk dapat mewujudkannya).
Tentang transparansi, Pastor John Laba, SDB yang merupakan pastor ke-32 paroki Lerek mengungkapkan bahwa hal itu perlu terus dibina. Sejak awal perlu auditor internal sebagai langkah profesional. Bila mana perlu, ada auditor eksternal untuk menjamin kredibilitas, demikian pastor yang pernah bertugas di Timor Leste (2015 – 2019).
Harapan yang sama disambut pastor John SDB. Ia menitip pesan begini: “Kalau kita melayani orang miskin dengan tulus maka Tuhan akan tetap membuka pintu dan jendela bagi kita. Kalau ada yang sengaja menutup satu pintu maka masih ada pintu dan jendela lain yang Tuhan bukakan bagi Koker. Maka jangan kuatir dan jangan takut! Maju terus dan berjuanglah bagi kaum muda sampai tetes-tetes keringat darah yang terakhir.”
Sebagai pastor paling senior, p. Tote OFM mengungkapkan bahwa ke depannya, nilai-nilai berikut perlu terus diperjuangkan dan dikembangkan: kekeluargaan dan persaudaraan yang inklusif, kejujuran dan ketulusan dalam berkarya, serta komitmen dan konsistensi. Selain itu, pengorbanan tanpa pamrih serta kreatif dan inovatif.
Mengakhiri kesaksiannya, Pastor yang pernah lama bertugas di Timor Timur (saat masih menjadi bagian dari Indonesia) mengutip Kisah Rasul 20,24: maju terus pantang mundur sampai mencapai garis akhir dan menyelesaiakan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan. (RB)