Adat Harus Disederhanakan

0
935

KEHADIRAN PKK memang memiliki cita-cita mulia, namun ketika berkeliling ke seluruh pelosok persada Flobamora (Flores, Sumba Timor dan Alor: sebutan lain untuk provinsi NTT) para penggerak PKK baik dari tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan hingga tingkat desa dan Dasawisma memiliki keluhan yang sama. Budaya terutama adat istiadat masih menjadi kendala terbesar dalam membangun rumah tangga masyarakat terutama masyarakay di desa-desa yang masih sangat kental budaya dan adat istiadatnya.
SEPERTI yang disebutkan di depan bahwa Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) terangkum dalam sepuluh programnya yang sangat mencakup seluruh aspke kehidupan manusia. Kehadiran PKK dengan sepuluh programnya itu pada sasarannya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pada akhirnya agar tidak ada lagi keluarga miskin yang masih bergantung hidupnya pada orang lain atau keluarga harus mandiri secara ekonomi.
Namun demikian, PKK juga tidak akan melakukan upaya maksimal jika tidak didukung dengan ketersediaan dana yang memadai. Artinya, PKK harus bisa berani “mengemis” dana pada yang empunya dana yakni pemerintah. Karena itulah maka ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Ny. Lusia Adinda Lebu Raya berusaha keras agar menyakinkan pemerintah agar bisa menggelontorkan dana melalui PKK dengan tujuan yang sama mulianya dengan upaya dan program pemerintah.
Kehadiran PKK memang memiliki cita-cita mulia, namun ketika berkeliling ke seluruh pelosok persada Flobamora (Flores, Sumba Timor dan Alor: sebutan lain untuk provinsi NTT) para penggerak PKK baik dari tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan hingga tingkat desa dan Dasawisma memiliki keluhan yang sama. Budaya terutama adat istiadat masih menjadi kendala terbesar dalam membangun rumah tangga masyarakat terutama masyarakay di desa-desa yang masih sangat kental budaya dan adat istiadatnya.
Lusia menuturkan, ketika menyaksikan bahkan terlibat langsung dalam beberapa urusan adat istiadat terutama adat perkawinan dan kematian, tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan untuk membiayai proses sebuah tata adat di kampung-kampung.
Lusia yang bersuamikan Frans Lebu Raya yang asli Adonara itu mengisahkan adat budaya di Adonara khususnya dan Lamaholot pada umumnya ternyata menjadi salah satu faktor terkuat dan penghambat proses mencapai kesejahteraan masyarakat. Betapa tidak, orang rela berutang uang dan barang hanya karena sebuah prestise yang harus dipertahankannnya dalam urusan adat, baik adat perkawinan maupun adat kematian.
Lusia mengaku sempat terheran-heran ketika menyaksikan prosesi mengantar belis dengan memikul gading ukuran besar serta puluhan ekor kambing dan babi, beras dan barang bawaan lainnya. Jika semua barang itu diuangkan nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Kemudian, setelah prosesi pengantaran belis dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan, akan muncul lagi proses balasan yang diberikan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki dengan nilai yang berimbang. Keluarga wanita mengantar pakaian, sarung, kambing dan babi serta barang bawaan lainnya kepada keluarga laki-laki.
Persoala belis atau mahar berupa gading bagi orang Adonara misalnya telah menjadi simbol strata sosial. Keluarga calon mempelai wanita berhak menuntut gading berkualitas dalam ukurannya kepada keluarga calon mempelai pria. Semakin tinggi derajat keluarga pihak wanita semakin mahal pula belis yang diminta. Panjang gading, mulus tidaknya dan jumlahnya ditentukan lewat pertemuan adat kedua keluarga dan belis yang di bawa tak boleh kurang dari tuntutan keluarga mempelai wanita.
Meski demikian dalam tatanan adat budaya Adonara, utang piutang belis diperbolehkan. Maksudnya jika saat pernikahan belis belum tersedia, pernikahan tetap bisa dilangsungkan tapi dengan catatan belis tadi menjadi utang antara pihak lelaki kepada pihak wanita. Pihak lelaki tetap berkewajiban membayar belis, bila tak mampu membayarnya utang piutang gading berlangsung turun temurun. Jika ayah belum melunasi belis, utang akan dibebankan kepada anak, cucu, cicit dan seterusnya.
Menyaksikan prosesi adat di Adonara, Lusia juga mengikuti prosesi adat di kabupaten Sikka daerah asalnya. Proses adat ini juga tidak jauh berbeda. Hal yang sama juga disaksikan di beberapa daerah lainnya di NTT. Masyarakat akan melakukan apa saja terutama siap memikul utang hanya untuk mempertahankan prestise mereka di bidang adat, apalagi mereka berasal dari keluarga yang tergolong darah biru (bangsawan).
Lusia mengakui, bila budaya dan adat Istiadat itu masih saja terus dipelihara dengan cara seperti ini, maka harapan pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat akan mendapat hambatan yang sangat besar. Ini artinya, kemiskinan yang sedang diperangi tidak akan berhasil baik, jika adat istiadat itu tidak disederhanakan.
PKK terus berupaya untuk memainkan perannya secara maksimal. Sebagai wadah yang dibentuk dengan tujuan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, PKK berjuang untuk terus memberikan solusi kepada masyarakat dalam hal pemberantasan kemiskinan yang berawal keluarga dengan mengedepankan kesejahteraan demi menggapai masa depan yang lebih baik dari sekarang.
“Kita sudah beberapa kali berdiskusi dengan pemerintah dan kita mengemukakan bahwa salah satu penghambat dalam upaya kesejahteraan keluarga masyarakat di NTT adalah masalah adat istiadat dan budaya yang masih sangat kental. Kita minta agar pemerintah di setiap tingkatannya berperan aktif. Misalnya berdialog dengan para pemangku adat di berbagai daerah untuk memikirkan upaya penhyederhaan adat. Jika selama ini hewan yang dikorbankan dalam sebuah proses adat sebanyak 10 ekor bisa dikurangi hingga mencapai hanya lima ekor saja,” kata Lusia.
Lusia percaya bahwa adat istiadat dan segala resikonya itu menjadi salah satu penyebab tumbuh suburnya kemiskinan di daerah ini. Jika itu benar, maka dia berharap peran serta berbagai pihak, seperti pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat untuk duduk bersama membicarkan hal itu.
“Kita tidak mungkin akan menghilangkan proses adat, tetapi kita berusaha agar biaya yang dikeluarkan untuk sebuah proses adat itu bisa diminimalisir sehingga masyarakat tidak terbenani dengan utang adat yang begitu besar,” harapnya.
Bagi Lusia, peran PKK sangat strategis dan sebagai mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan sangatlah berarti demi terwujudnya keluarga yang sejahtera. Pembangunan sumber daya manusia dapat tercapai melalui gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga.
“Kami akan terus berusaha agar adat istiadat itu dapat disederhanakan sehingga masyarakat bisa mengelola hidup ini dengan baik. Karena jika semua harta benda hanya diperuntukan demi urusan adat maka kebutuhan rumah tanggal akan menjadi semakin sulit, kemudian upaya untuk menyekolahkan anak-anak juga akan terhambat akibat kekurangan biaya,” kata Lusia. (Bonne Pukan/floresbangkit.com ——- Habis)

Komentar ANDA?