NTTsatu.com – Tersangka kasus pembunuhan terhadap Engeline (sebelumnya disebut Angeline) yakni Agustinus Tai kembali memberikan pernyataan berbeda terkait meninggalnya bocah tersebut.
Kepada Tribun Bali, Kamis (18/6/2015), kuasa hukum Agus, Haposan Sihombing, mengatakan kali ini Agus mengaku bahwa dirinya bukanlah pelaku pembunuhan terhadap Engeline.
Kata dia, sesuai pengakuan Agus, pelaku pembunuhan terhadap siswi berusia delapan tahun itu adalah perempuan berinisial M.
Ia tak menjelaskan secara detail kapan Engeline dibunuh. Tetapi, yang jelas dari pengakuan kliennya tersebut, Engeline dihilangkan nyawanya di kamar milik M.
“Pengakuannya terakhir memang demikian. Kata Agus yang menghabisi bukan dia, tetapi M,” jelas Haposan.
Sementara itu dihubungi terpisah, kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel tak mau mengomentari banyak terkait pernyataan baru Agus.
“Ngapain kita komentarin yang begitu-begitu,” ujar Hotma.
Sejauh ini, Hotma meyakini kliennya tidak terlibat pembunuhan bocah kelas II SDN 12 Sanur tersebut.
Meskipun sudah mengeluarkan pernyataan baru, Agus masih menjadi tersangka pembunuhan Engeline.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan bahwa dalam kasus pembunuhan tersebut, Agus hanya berperan sebagai pembungkus mayat menggunakan sprei dan menaruh boneka.
“Setelah itu ia kemudian menguburkannya. Begitu pengakuannya yang terakhir,” ujar Haposan.
Teriak memanggil mamanya
Pada 10 Mei 2015 atau seminggu sebelum Engeline dibunuh, lubang kuburan di belakang rumah sudah digali. Dan Agus mengaku kalau Margriet lah yang menyuruhnya menggali lubang tersebut, tepat di pekarangan belakang rumah dekat kandang ayam.
“Ya, tersangka mengaku disuruh menggali lubang oleh Margriet dengan alasan untuk membuang sampah. Akhinya dia melakukan itu,” kata Haposan.
Lubang itu tak terlalu dalam, hanya 50 sentimeter. Bahkan, ketika mengubur Engeline, Agus tidak menambah kedalaman lubang itu.
Pada 16 Mei 2015, Agus menganiaya, memperkosa, dan membunuh Engeline dalam kamarnya sekitar pukul 13.00 WITA.
“Saat itu, Agus sempat memanggil Engeline dan mengajak ke kamarnya. Lalu di dalam kamarnya Engeline ingin diperkosa,” ungkap Haposan.
Saat ingin diperkosa, Engeline berontak hingga membuat Agus naik pitam.
“Engeline sempat berontak dan teriak Mammaaaa.. mammaaa (Margriet),” kata Haposan.
Kalap, Agus membenturkan kepala bocah itu ke tembok sebanyak dua kali hingga pingsan. Di situlah Agus menuntuskan nafsu bejatnya.
Cuci Sprei
Sesuai pengakuan Agus Tai kepada kuasa hukumnya, pria asal Kabupaten Sumba Timur ini sempat mencuci sarung sprei yang terdapat bercak darah.
Kuasa Hukum Agus Tai, Haposan Sihombing mengaku kliennya sempat menyebutkan bahwa bantal Margriet yang terdapat bercak darah di kamar Agus itu, sarung bantalnya sempat dicuci oleh kliennya dan dibawa ke kosannya di Ceningan Sari, Sesetan, Denpasar, Bali. “Itu keterangan tersangka Ag pada saya,” kata Haposan.
Ia mengatakan, siapa pemilik bercak darah tersebut, pihaknya masih menunggu hasil uji laboratorium forensik (labfor) di Mabes Polri.
Namun, yang menyisahkan tanda tanya sprei yang digunakan untuk membungkus jenazah Engeline diambil dari rumah Margriet.
“Ketika kejadian dilakukan di kamarnya Ag, kenapa harus ambil sprei putih di tempat tinggal ibu M,” kata Haposan.
Dikatakannya, keterangan tersebut belum sempat ditanyakan oleh penyidik. Ia berharap pada berita acara pemeriksaan selanjutnya dapat ditegaskan kejadian pembunuhan tersebut.
Ia mengatakan, Agus juga sempat memberitahu bahwa sebelum dirinya memilih untuk berhenti bekerja di rumah Margriet, Agus sempat diancam oleh Margriet.
“Kamu saya kasih makan, kasih minum, kasih gaji. Saya bunuh kamu kalau buka rahasia. Kamu atau saya yang mati atau kita sama-sama mati,” kata Haposan menirukan keterangan Agus ketika diancam oleh Margriet.
Ia menegaskan, Agus cukup konsisten ketika menjelaskan bahwa dirinya yang menguburkan jenazah Engeline.
Namun, lubang tersebut telah ada, ketika itu Margriet hanya minta Agus mengambil tanah dari lubang tersebut sehingga, lubang itu akhirnya diperlebar.
“Jadi lubang itu digali lagi jadi diperlebar,” kata Margriet. ****