CUACA cerah dan sangat bersahabat pada Minggu, 19 Juni 2016 ketika melintasi perjalanan dari Ruteng menuju Reo sejauh sekitar 60 kilo meter (km). Dari kota Dingin Ruteng Ibu Kota Kabupaten dengan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam menuju terminal Reo ibu kota kecamatan Reok.
Sejenak kita beristirahat kemudian siap melakukan tracking 2 Km dalam waktu 20 Menit melewati Hutan Timbo menikmati indahnya pemandangan hutan alami dengan pepohonan rindang dan siulan burung , menghibur dan menemani perjalanan menuju Tiwu Wali.
Setelah melintasi Hutan Timbo, kita akan disambut oleh desiran air Tiwu Wali, layaknya sedang berada di taman Eden sebuah kisah Perjanjian Lama masa Adam dan Hawa. Cuaca yang sejuk dan segar, sebuah panorama air terjun tampak di depan mata. Dua tingkat air terjun dan Kolam pemandian mungil nan eksotik tersebut begitu bening diselimuti pepohonan rindang menambah nikamatnya mandi di kolam Tiwu Wali
Kemudian cobalah duduk pada batu alamiah tempat aliran air mengalir. Batu berbentuk kursi bertingkat sangat tepat untuk bersemadi sambil mrasakan riuhnya aliran air dan suasana natural dari Tiwu Wali. Uniknya, bebatuan dialiri air di lokasi ini tidak berlumut dan licin sehingga pengunjung tidak perlu kuwatir akan mengalami kecelakaan ketika berjalan mengitari kolam tersebut.
Bebatuan di sekitar lokasi Tiwu Wali tersusun seperti kursi. “Batu-batu ini sudah tersusun rapih secara alami sejak berabad-abad lalu,” kata Paulus Nurung tokoh Adat kampung Wae Tenda kepada NTTsatu.com, Minggu (19/6)
Konon menurut cerita masyarakat adat setempat, Tiwu Wali menyimpan sejarah budaya dari Kabupaten Manggarai. Pada ratusan tahun lalu kolam tersebut dijadikan tempat pemandian bagi raja Goa dari Sulawesi dan raja Bima yang pernah mengusai Manggarai saat itu.
“Disini merupakan tempat pemandian para raja yang pernah mengusai Manggarai masa itu,” tutur Paulus.
Di tiwu ini juga banyak terdapat ikan kecil dalam bahasa Manggarai disebut ‘’ Ipung”. Pada saat menjelang musim hujan ipung tersebut memenuhi Tiwu Wali . Diyakini, ipung itu merupakakan jelmaan dari dewa sebagai berkah dari leluhur kepada warga kampung Wae Tenda, oleh karena itu perlu dilakukan ritual syukuran dengan memberikan persembahan sebagai ganti atau wali dalam bahasa Manggarai atas berkat yang diterima.
“Menurut cerita rakyat setempat, kolam dua tingkat tersebut mengisahkan sepasang suami Istri tenggelam di Tiwu Wali akibat tidak melakukan ritual syukuran setelah menangkap “Ipung”. Istrinya tenggelam di kolam bagian atas dan suaminya tenggelam di kolam bagian bawah,” tutur Paul.
Dipromosikan Pastor dan Suster
Tiransius Kamilus Otwin Wisang, Kasi Pengembangan Obyek Wisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai kepada NTTSatu.com, Minggu (19/6) mengatakan, Obyek Wisata Tiwu Wali merupakan salah satu dari berbagai Obyek Wisata yang berada di sisi utara Kabupaten Manggarai dan lokasi ini sudah mulai dikunjungi wisatatawan Manca Negara sejak dipromosikan oleh Pater Foyensiak ,SVD dan Suster Frigula pada tahun 1940-an.
Otwin menjelaskan disana terdapat 2 kolam. Kolam bagian atas dengan luas 10 x 22 Meter dengan kedalaman sekitar 4 Meter sementara bagian bawah 15 x 20 Meter kedalaman 10 meter.
“Lokasi ini sudah menjadi obyek wisata rutin bagi warga kota Reo dan beberapa bulan terakhir sudah mulai dikunjungi warga kota Ruteng,” pungkasnya.
Melihat keunikan dan antusias pengunjung yang datang ke obyek wisata tersebut maka Tiwu Wali akan mendapat perhatian serius dari Pemda Manggarai berupa penataan jalan setapak dan sarana prasana lainya. Sarana dan prasarana memang harus dibangun untuk memudahkan pengunjung.
Otwin menambahkan untuk menjaga debit air dari obyek wisata tersebut, dalam waktu dekat Kelompok Sadar Wisata, LSM, Mahasiswa dan Pelajar akan melaksanakan reboisasi di hutan yang berada di sekitar Tiwu wali bersama warga Reo.
“Kegiatan rebosiasi itu penting untuk menjaga agar air tetap ada dan alam tetap hijau, indah dan segar untuk memanjakan wisatawan yang hendak menikmati obyek wisata ini,” katanya. (hironimus dale)