Anton Ali dan Dua Saksi Dituduh Memberikan Keterangan  Palsu

0
1683

NTTsatu.com —  KUPANG — Pengacara Nasional, Petrus Bala Pattyona memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim Tipikor Kupang yang menerima Eksepsi Tim Pengacara Anton Ali.

Sebagaimana tersebar saat dua Saksi ditangkap di rumah Pengacara Anton Ali dengan tuduhan memberikan Keterangan Palsu dalam sidang Praperadilan yang diajukan oleh Mantan Bupati Manggarai Barat melalui Pengacara Anton Ali. Saat kedua Saksi ditangkap, Kejaksaan menyatakan kedua Saksi yang akhirnya ditetapkan sebagai Tersangka karena memberikan keterangan Palsu dalam sidang Praperadilan.

Keterangan Palsu versi Kejaksaan Tinggi NTT karena Keterangan kedua Saksi berbeda dengan Keterangan yang diberikan saat disidik Penyidik Kejaksaan.

Petrus menjelaskan, berbicara mengenai Keterangan Palsu Saksi dalam persidangan itu ranahnya Majelis Hakim yang harus dengan tegas menetapkan dalam persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHAP, bukan versi Kejaksaan selaku Penyidik dengan membandingkan Keterangan Saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan di Penyidikan dengan Keterangan di depan Hakim.

Manakala Keterangan Saksi-saksi dinilai berbeda dengan yang disampaikan dalam BAP, Majelis Hakim mengingatkan Saksi tentang ancaman Keterangan Palsu sebagaimana diatur dalam pasal 420 KUHP. Manakala ada perbedaan Keterangan tentang Keterangan yang dianggap Palsu, maka Majelis menerbitkan suatu Ketetapan tentang Saksi memberikan Keterangan Palsu yang dengan Ketetapan Majelis Hakim tersebut, Jaksa Penuntut Umum akan melaksanakan Penetapan tersebut berupa penyidikan dan penahanan dalam tindak Pidana Umum tentang Keterangan Palsu dalam sidang.

” Langkah Kejaksaan Tinggi NTT menangkap dua Saksi dan Pengacara Anton Ali dan selanjutnya menetapkan sebagai Tersangka dalam tindak pidana korupsi dengan tuduhan menghambat menghalangi, mempersulit pengungkapan tindak pidana korupsi adalah suatu kekeliruan besar yang tidak dapat ditolerir dalam penegakan hukum,” tegas Petrus.

Seseorang dianggap menghalangi pengungkapan, atau mempersulit proses penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi harus ditandai dengan perbuatan materil dan fakta-fakta hukum misalnya menyembunyikan Tersangka, menghilangkan dan menyembunyikan barang bukti. Keterangan Saksi di persidangan yang dianggap berbeda dengan Keterangan dalam BAP tidak serta merta dinilai sebagai menghalangi pengungkapan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Padal 22 UU. Tipikor.

Kejaksaan Tinggi NTT yang sepertinya kalap membabat semua pihak yang ada kaitannya dengan kasus tanah di Labuhan Bajo dengan mengabaikan hukum acara merupakan pelajaran berharga bahwa boleh bernafsu menegaskan hukum tetapi ikutilah semua prosedur hukum acara.

“Jangan hanya galak dalam kasus tanah di Labuhan Bajo, tetapi tak bertaring dalam kasus mangkrak Awalolong di Lembata. Kasus Awalolong sudah sebulan diumumkan oleh Penyidik Polda NTT bahwa sudah lengkap dan sudah P21, tetapi mengapa aparat Kejaksaan Tinggi NTT belum bergerak menerima berkas perkara, berikut Tersangka dan barang bukti untuk selanjutnya ditahan ditahan dan dilimpahkan ke Pengadilan?.Kenapa untuk kasus Awalolong sepertinya tak bertaring? Ada apa?,” kata Petrus Bala Pattyona Advokat Jakarta ini.  (bp)

Komentar ANDA?