Oleh: Dra. Christina Purwanti., M.Pd.
.
Permasalahan bahasa adalah permasalahan pokok bagi budaya dan juga bagi kajian budaya. Eksistensi bahasa menjadi sangat pentimng untuk memahami budaya karena dua alasan pokok yang saling berkaitan satu terhadap yang lain yakni pertama, bahasa adalah medium khas di mana makna budaya dapat dibentuk dan dapat dikomunikasikan. Kedua, bahasa sebagai medium primer yang melaluinya kita bisa membentuk pengetahuan tentang diri kita sendiri dan tentang dunia sosial. Bahasa juga bisa membentuk jaringan dan melaluinya bisa membuat segala sesuatu menjadi bermakna dan bersifat kultural (Bdk. Chris Barker., Kamus Kajian Budaya, 2014: 151).
Berbicara tentang bahasa dan pembahasan lebih mendalam tentang bahasa yang selalu berkaitan dengan budaya, selalu saja berurusan dengan problem tentang linguistik. Linguistik sendiri merupakan penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan di mana tujuan utamanya adalah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Lingusitik juga berarti mempelajari bahasa berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa. Lingustik juga berarti mempelajari hubungan satu bahasa dengan bahasa lainnya. Ilmu Bahasa deksriptif dalam linguistik, mula-mula berkembang di Amerika Serikat, yang merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari antropologi yang berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang selalu melekat pada manusia ( Bdk. A.G. Pringgodigdo., Ensiklopedi Umum, 1977: 633 ).
Bahasa dalam hal ini, hidup di dalam suatu masyarakat yang digunakan penuturnya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi secara terus menerus oleh penuturnya. Atau dengan kata lain, segenap budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa yang bersangkutan di manapun penuturan terjadi, dan hal ini pun selalu berkaitan dengan struktur bahasa itu sendiri.
Pandangan strukturalisme dalam kajian budaya, sering dianggap saling berkaitan dengan penelitian tentang makna yang diproduksi secara simbolis lewat sistem-sistem penandaan yang beroperasi seperti “ bahasa”. Dalam pemikiran bahwa budaya beroperasi “seperti bahasa” sama saja dengan berargumen bahwa setiap representasi yang bermakna dikumpulkan dan menghasilkan sebuah makna baru dengan mekanisme yang sama seperti bahasa, artinya terjadilah sebuah seleksi dan pengelompokkan tanda-tanda ke dalam teks yang terbentuk lewat bantuan tata bahasa. Eksistensi bahasa yang bersifat referensial memiliki pengertian bahwa tanda-tanda mempunyai makna yang tetap karena mereka merujuk pada “sesuatu” yang nyata. Sedangkan kata-kata dalam bahasa dapat merujuk pada sebuah objek atau kategori tertentu yang mau dicerminkannya ( Chris Barker, ., Kamus Kajian Budaya, 2014:151 ).
Linguistik dan Budaya.
Eksistensi bahasa tidak terpisahkan dengan kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan adalah sebuah hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang koordinatif dalam arti hubungannya sederajat dalam arti hubungannya sama tinggi. Bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Namun, bahasa juga sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. bahasa dan kebudayaan adalah dua sistem yang melekat pada manusia.
Dapat dikatakan bahwa; Kalau kebudayaan adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka konsekuensinya adalah soal kebahasaan itu sendiri adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut. Bahasa juga adalah produk budaya dan sekaligus sebagai wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. ( Lihat Komunitas Anak Sastra anaksastra.blogspot>2009/05 Sosiolinguistik: Hubungan Bahasa dengan Budaya)
Komunikasi, Makna Bahasa dan Kebudayaan.
Peran bahasa menjadi sangat sentral bagi kehidupan budaya. Tanpa komunikasi, kebudayaan dari jenis apa pun akan segera sirna atau mati. Konseuensinya, studi komunikasi melibatkan studi kebudayaan yang dengannya ia beriteraksi. Sebuah komunikasi selalu melihat komunikasi itu sendiri sebagai produksi dan pertukaran makna di mana peran bahasa menjadi sangat penting. Ia berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berintegrasi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna yakni yang berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan. Istilah yang digunakan untuk membahasakan hal tersebut adalah pertandaan ( signification ), dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi; hal itu mungkin merupakan akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan penerima. ( John Fiske, Cultural And Communication Studies, 2007., hlm.8-9 ).
Dalam konteks ini, studi komunikasi adalah sudi tentang teks dan kebudayaan menjadi sangat penting dan metode studi utamanya adalah semiotika yang artinya ilmu tentang tanda dan makna, yang sebetulnya tentang bahasa itu sendiri. Dengan demikian, studi komunikasi adalah studi tentang teks ( baca: bahasa ) dan kebudayaan, dan metode studinya yang utama adalah semiotika yakni ilmu tentang tanda dan makna pada sebuah ragam bahasa yang digunakan dalam relasi sosial dalam masyarakat bahasa.
Konsep semiotika pun mendefinisikan interaksi sosial sebagai yang membentuk individu sebagai anggota dari suatu budaya atau masyarakat tertentu. Dalam berkomunikasi misalnya: “saya tau bahwa saya adalah seorang Jawa yang berkomunikasi dengan orang Jawa dan di lain pihak, saya juga berkomunikasi dengan orang luar Jawa.” Budaya bahasa yang saya gunakan pun tentu amat berbeda ragamnya. Ada bahasa Jawa yang digunakan sehari-hari dalam berkomunikasi dengan siapa pun orang Jawa, dan ada juga bahasa Jawa yang hanya digunakan dalam berkomunikasi dengan orang yang ada pada level atas atau klas bangsawan Jawa ( priyayi ). Jadi komunikasi yang terjadi dalam hal ini seharusnya aspek bahasa yang digunakaan semestinya sesuai dengan level kehidupan sosial masyarakat.
Makna bahasa adalah produk dari ketidakterpisahan antara tanda-tanda dan praktik sosial dan hal ini berkaitan langsung dengan budaya. Arti budaya yang paling esensial adalah kebudayaan sebagai perilaku hidup yang tergambar dalam bahasa hidup dari manusia. Manusia adalah budaya yang dipribadikan. Manusia dengan segala perilaku hidupnya adalah inti dan puncak segala kebudayaan, dan menemukan hakekat dan struktur kebudayaan.
Kebudayaan sebagai hasil usaha manusia dengan segala bentuk dan sifat serta fungsi-fungsinya merupakan ekspresi kehidupan dalam perkembangan manusia melalui bahasa. Semua manusia dalam setiap dimensi waktu dan seturut kodratnya berkembang ke arah kesempurnaan melalui bahasa dan kebudayaan.***
========
*) Penulis adalah Dosen Bahasa Indonesia Universitas Pelita Harapan Jakarta