BAHASA DAN UCAPAN NATAL: SEBUAH REFLEKSI.

0
1476

Oleh: Dra. Christina Purwanti, M.Pd.

Ucapan Natal terus terdengar di tahun 2020, terjadi dalam beragam cara yang terus terungkap dalam bentuk kartu natal, hiasan natal, bingkisan berupa kue natal atau pun gambar sinter klas yang terpampang secara tersendiri atau menyatu dengan hiasan pohon natal. Tidak sedikit yang memberikan ucapan natal dengan kata-kata yang beragam disertai dengan pilihan huruf sesuai selera dan mode yang berkembang dewasa ini.

Terhadap semua ucapan natal yang beragam itu pun selalu saja menyiratkan sebuah kekuatan yang ada di dalamnya yakni bahasa.

Bahasa dan ucapan natal secara menyatu memiliki kekuatan dan seolah menjadi sebuah “sinonim baru” yang terlebur dalam beragamnya ucapan natal dalam simbol dan tanda.

Spesifikasi bahasa dan ucapan natal selalu diafirmasi dalam dua varian penting yakni sebagai simbol dan juga sebagai tanda pada saat yang bersamaan. Sebagai simbol sebetulnya menunjukan makna tertentu secara spesifik pula seperti menyanyikan lagu malam kudus, memandang pohon natal di sebuah tempat atau gemerlapnya lampu yang berkedip-kedip pada pohon natal ketika lagu malam kudus dikumandangkan. Demikian juga sebagai tanda yang hadir untuk menandakan sesuatu, dan pada saat yang sama selalu menghadirkan sebuah nilai yang sesungguhnya; seperti dalam sebuah perayaan ekaristi di malam natal ( Christmas Eve ) selalu saja ada bagian dari Perayaam Ekaristi seperti Kisah Kelahiran Tuhan Yesus yang dibarengi dengan perarakan Patung Kanak Yesus menuju ke Gua atau ke Kandang Natal yang biasanya di tempatkan di “pojok” dekat altar Perayaan Ekaristi Kudus. Di sinilah, bahasa dan ucapan natal bertautan langsung dengan peristiwa natal yang terjadi dalam simbol dan tanda melalui liturgi gereja. Seluruh liturgi gereja khususnya liturgi natal, selalu saja memiliki “bahasanya sendiri”

Segenap orang yang beriman kristiani dari seluruh lapisan kehidupan di jagad ini, sebetulnya telah memiliki sebuah pamahaman dasar yang sama bahwa bahasa dan ucapan natal terjadi secara langsung dalam satu nada kehidupan baru yakni lewat bahasa yang digunakan. Apa pun simbol dan apa pun tanda yang hadir dalam masa natal, selalu saja disertai dengan balutan bahasa secara intrinsik atau pun ekstrinsik, langsung atau pun tidak langsung, yang semuanya terkandung “makna bahasanya” secara spesial yakni: Sukacita, gembira dan penuh damai.

Makna bahasa dan ucapan natal tak terlihat jaraknya dalam sebuah perayaan natal, yang kemudian diberi afirmasi menjadi nuansa natal. Terminologi ‘nuansa natal’ inilah diafirmasi dalam sebuah paralelisme bahasa menjadi bahasa natal. Natal dan bahasa atau bahasa dan natal, menjadi sebuah makna yang terintegrasi menjadi bahasa sebagai arti dan bahasa sebagi referensi pada setiap simbol dan setiap tanda dari natal itu sendiri.

Eksistensi bahasa dan ucapan natal menyatu dalam pengalaman nyata kehidupan sosio religius yang tak pernah mengabaikan bahasa sebagai premis mayornya dan ucapan natal untuk menghadirkan substansi religiusnya. Lewat bahasa, segala simbol dan tanda natal menjadi satu dalam keseluruhan esensi dari natal itu sendiri, yang terus terucap dalam bahasa: “Salam Damai Natal.”

Bahasa dan ucapan natal sebetulnya memiliki implikasi yang sangat spesifik seperti tergambar dalam analisis sebagai berikut: ‘Berbahasa’ atau ‘Bersabda’; Atau pun secara lebih luas menjadi sebuah ucapan yang menyiratkan ucapan natal yang sesungguhnya: “Sabda sudah menjadi daging dan tinggal di antara kita”; sebetulnya mengafirmasikan ucapan natal itu sendiri secara mengagumkan tentang Allah menjadi manusia dan kini tinggal di antara kita.

Afirmasi selanjudnya adalah ‘berbahasa’ memiliki paralelismenya yakni ‘berfirman’, yang juga secara mengagumkan menjadi: “Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah sendiri.
Paralelisme bahasa dan ucapan natal dalam analisis ini, menjadi sangat kaya, sangat menyatu, dan disinilah terdapat kemewahan sebuah bahasa yang secara langsung terintegrasi dalam wawasan dunia dan iman Kristiani.

Bahasa dan ucapan natal pun sebetulnya adalah ungkapan sebuah kehidupan baru yang telah ada dan tersirat dalam makna utama ( meaningfull ) dari bahasa itu sendiri seperti: “Firman ( bahasa ) telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.”

Bahasa dan ungkapan natal sebetulnya menjadi sebuah kekuatan yang berasal dari dalam kehidupan manusia dan juga sebuah kekuatan yang datang dari lingkungan sekitar, di mana bahasa dan ucapan natal terus menyatu dan bisa menjadi budaya kehidupan baru dalam keseluruhan penghayatannya.

Semoga bermanfaat.

=========

*) Penulis: Dosen Bahasa Indonesia, Universitas Pelita Harapan Jakarta.

Komentar ANDA?