NTTsatu.com – JAKARTA – Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wahid Husen dkk, Kalapas Sukamiskin, tidak boleh berhenti hanya pada Wahid Husen dkk., tetapi juga harus ditindaklanjuti dengan mengehentikan segala aktivitas Mafia Lapas yang selama ini menjadi basis kegiatan Napi Tipikor yang bergerak di bidang bisnis Napi Tipikor di dalam Lapas Sukamiskin.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus melalui rilisnya yang diterima media ini, Minggu, 22 Juli 2018 menjelaskan, mafia Lapas Sukamiskin seolah-olah menjadi lembaga baru yang berwenang mengembalikan atau memulihkan segala hak para Napi yang hilang akibat putusan hakim berkekuatan hukum tetap yang memberi status Napi kepada terpidana korupsi.
Ketika seseorang menjadi Napi Korupsi di Lapas Sukamiskin, maka Mafia Lapas akan berperan menawarkan hak-hak istimewa yang bisa dinikmati Napi Tipikor tertentu asal memenuhi syarat-syarat yang sudah merupakan hukum bagi dunia Lapas Sulamiskin. Seorang Kalapas Sikamiskin memiliki koneksi dengan Mafia Lapas.
Konon fasilitas yang disediakan oleh jaringan Mafia Lapas Sukamiskin adalah akses untuk menuju Rumah Sakit dan sejumlah hotel berbintang di sekitar Lapas Sukamiskin yang diduga kuat sebagai tempat yang disediakan bagi Napi tertentu untuk memenuhi kebutuhan seksualitas Napi selama berada dalam Lapas Sukamiskin.
Karenanya Napi Tipikor harus punya koneksi dengan Kalapas dan jaringan Mafia Lapas yang keberadaan dan budayanya sudah terpelihara, beregenerasi dan bermetamorfosa sesuai dengan kebutuhan.
Sekalipun seorang Kalapas diganti atas nama penindakan, tetapi jaringan Mafia Lapas yang sudah dibina dan terbangun secara terstruktur baik yang berada di dalam Lapas maupun di luar Lapas, tidak pernah tersentuh oleh Dirjen Pemasyarakatan atau Menkumham sekalipun.
Karena itu OTT KPK terhadap Kalapas kali ini diharapkan agar sekaligus membongkar jaringannya yang ada di dalam Lapas Sukamiskin, karena jaringan ini jugalah yang menjadi basis kekuatan yang mampu menghidupkan bisnis para koruptor yang tetap dikendalikan dari dalam penjara.
Seorang Kalapas memiliki loyalitas ganda, pertama dia harus tunduk kepada aturan main yang sudah dibangun jaringan mafia Lapas Sukamiskin yang dibackup oleh Napi Koruptor, tetapi Kalapas juga harus loyal kepada Dirjen Lembaga Pemasyarakatan terkait dengan hubungan kedinasan dan distribusi rezeki KKN dalam Lapas.
Jaringan Mafia Lapas ini bukan sebuah organisasi yang tertutup, mereka bekerja secara terbuka, sehingga Dirjen Pemasyarakatan dan organ-organ yang ada di bawahnya tidak mungkin tidak tahu. Ini secara sistem dipelihara karena terkait dengan rezeki dan upeti yang harus dibagi ke semua stakeholder Lapas.
Mafia Lapas ini berfungsi sebagai fasilitator bagi Napi koruptor yang melakukan bisnis dari dalam ke luar dan ingin tetap hidup bebas merdeka. Dengan demikian, maka tujuan pemidanaan terhadap kejahatan korupsi dan tujuan Lapas tidak akan tercapai karena ketika vonis hakim berkekuatan hukum tetap dan dijalankan, maka Lapas Sukamiskin bagi sebagian Narapidana merupakan surga baru untuk melanjutkan KKN, bahkan melanjutkan bisnis KKN yang sedang berlangsunh, bahkan mereka masih bisa memeras kolega lainnya yang belum ditindak, karena minimnya alat bukti akibat mereka sudah saling menyandera untuk saling melindungi. (*/mus)
Foto: Petrus Salestinus, koordinator TPDI dan Advokat & PERADI.