Sesuai rencana, majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang, akan menjatuhkan vonis terhadap Ketua Araksi NTT, Alfred Baun dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi “memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana korupsi, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan”.
Dalam kasus ini, terdakwa Ketua Araksi NTT, Alfred Baun dijerat Pasal 23 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di NTT.
Alfred Baun selaku Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT ini dituntut selama 3 tahun dan 6 bulan karena dinilai terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi “memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana korupsi, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan” sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum.
Selain dituntut selama 3 tahun dan 6 bulan penjara, terdakwa Ketua Araksi NTT, Alfred Baun diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp250 juta subsidair satu (1) tahun kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) Andrew Keya, Senin 04 September 2023 membenarkan adanya agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa Ketua Araksi NTT, Alfred Baun.
“Iya benar. Sesuai jadwal yang ditetapkan oleh hakim, Selasa 05 September 2023, pembacaan putusan untuk terdakwa Ketua Araksi NTT, Alfred Baun,” kata Andrew Keya.
Menurut Andrew, pembacaan putusan terhadap terdakwa Alfred Baun (Ketua Araksi NTT), setelah JPU Kejari TTU membacakan replik pada dua pekan lalu di Pengadilan Tipikor Kupang.
Menurut Andrew, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara (TTU), menyebut bahwa terdakwa Alfred Baun Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT, tidak layak mendapatkan perlindungan hukum.
Pasalnya, perbuatan terdakwa Alfred Baun (mantan anggota DPRD NTT) ini, dilakukan dengan pola dan niat jahat. Sehingga, terdakwa Alfred Baun dinilai tidak layak mendapatkan perlindungan hukum dari aparat penegak hukum (APH).
Menurut Andrew, niat jahat dari terdakwa Alfred Baun nampak ketika memerintahkan Fransiskus Fretis untuk mendekati Kadis PUPR TTU, Januarius Salem agar laporan terkait pekerjaan Embung Nifuboke di Kejati NTT dapat ditarik asalkan Kadis PUPR TTU memberikan sesuatu.
JPU Kejari TTU, Andrew Keya, SH, sedang mengikuti sidang putusan perkara Tindak Pidana Korupsi pengadaan Alkes RSUD Kefamenanu terhadap 3 terdakwa yakni I Wayan Niarta, Iswandi Ilyas dan Ferry Oktaviano / Foto : Dok. Intel Kejari TTU
Terkait dengan dalil kuasa hukum terdakwa, kata Andrew, merupakan sesuatu yang mengada – ada dan sangatlah keliru, karena memang sudah seharusnya laporan dari pelapor mendapatkan jawaban atas tindaklanjut dari laporan terdakwa.
Menurut ahli hukum pidana Mikhael Feka, lanjut Andrew, jika terdapat beberapa substansi laporan yang selanjutnya diketahui ternyata terdapat satu saja substansi laporan yang tidak benar atau palsu maka dapat diterapkan sebagai laporan palsu terhadap laporan yang tidak benar.
Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa laporan itu palsu atau tidak benar, tidak perlu dilakukan pembuktian terhadap perkara pokok, jika dalam tahap penyidikan sudah ditemukan bahwa laporan itu palsu atau tidak benar maka sudah dapat dikategorikan sebagai laporan palsu untuk diterapkan Pasal 23 Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi (Topikor). ***/nttsatu