Besok Undana dan Kompas Diskusi Kearifan Lokal Tentang Pertanian

0
943

KUPANG. NTTsatu.com – Rektor Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Ir. Fred Benu, M.Si, Ph.Dm mengatakan, Lembaga yang dipimpinnya ini akan menggelar diskusi dengan Harian Kompas pada Senin, 13 Juloi 2015 besok. Undanan akan menyampaikan soal kearifan lokal di NTT berkaitan dengan produksi pangan dan konsumsi.
Fred mengatakan hal ini ketika dikonfirmasi mengenai kesiapan Undana dalam mengikuti diskusi dengan Kompas yang rencana dilaksanakan pada Senin (13/7/2015).
” Besok, Senin 13 Juli 2015 kita akan bicara soal kearifan lokal terkait ketersediaan pangan lokal di tingkat petani dan masyarakat umumnya di NTT,” kata Fred yang dihubungi di Kupang, Minggu (12/7/2015).
Menurut Fred, kekeringan dan kelaparan yang terjadi di NTT itu sudah biasa dan dialami oleh masyarakat, namun akhir-akhir ini kemungkinan frekwensinya meningkat atau naik.
“Memang kita selalu alami hal itu. Dan pola-pola konsumsi masyarakat yang masih sesuai dengan kearifan lokal. Seperti ada makan putak dan lain sebagainya. Ini saya kira sudah masuk pangan lokal yang ada di masyarakat,” katanya.
Dijelaskannya, masyarakat tradisional dengan pola pertanian lahan kering mempunyai mekanisme atau pola tanam secara tradisional.
“Bisa saya contohkan, tanam jagung, kacang, labu dan ubi. Apabila jagung gagal, masih ada ubi, masih ada kacang dan juga labu. Jadi salah satunya gagal ada yang lain. Ini yang perlu kita kembangkan,” katanya.
Namun, lanjutnya masih ada sedikit kesalahan intervensi dalam merubah pola tanam menjadi monokultur dengan harapan untuk mengejar produktivitas.
“Tapi produktivitas dengan introduksi varietas tanaman atau bibit unggul membutuhkan persayaratan seperti curah hujan, pupuk. Dan, apabila input ini terbatas maka produktivitasnya menurun. Seharusnya meningkatkan kapasitas lebih baik dengan pola tanaman trandsional dengan kondisi tradisional,” ujarnya.
Dikatakannya, pola tersebut tidak menghapus kearifan lokal, karena lahan kering seperti di NTT tidak bisa menerapkan pola tanam monokultur seperti di daerah Jawa. “Kita di NTT secara tradisional, tanaman masih bisa berpoduksi tanpa pupuk pun bisa, karena itu ada sedikit kesalahan intervensi. Tanam di lahan kering beda dengan di Jawa, karena itu kita di NTT harus multikultur. Kita tetap dorong kearifan lokal dari produksi pertanian dan konsumsi di masyarakat,” ujarnya. (iki)

Komentar ANDA?