BUDAYA KEHIDUPAN: SEBUAH REFLEKSI

0
602

Oleh: Dra. Christina Purwanti, M.Pd.

DALAM  tradisi pemikiran Jawa selalu saja meiliki sebuah refleksi yang khas hingga mencapai kedalaman relung hati manusia. Seperti di tengah kegalauan mewabahnya pandemi covid-19 yang melanda dunia yang telah dilihat sebagai darurat global, selalu saja berimplikasi pada kesiapam manusia menangani seluruh aspek kehidupan, yang semuanya terarah dalam perspektif problem ini.

Pada bagian tulisan ini, saya mengulasnya dari aspek budaya kehidupan Jawa pada umumnya, yang secara sederhana bisa berpengaruh dalam proses kehidupan.

Di tengah kegalauan kehidupan yang penuh dengan segala kerisauan yang tidak menentu, karena dilanda oleh berita yang sangat ramai di media sosial tentang pandemi yang sangat berbahaya ini, budi orang Jawa bisa menenggelamkan diri dalam suatu hal yang disebut  semedi. Konsep dasar yang terkandung di dalamnya adalah bahwa kondisi sekarang adalah sebuah keterpurukan yang mengandung bahaya.

Bahaya dan keterpurukan bukanlah sebuah hal yang terjadi secara kebetulan. Bukan pula sebuah nasib yang menimpa begitu saja atau selalu disebut sebagai sebuah takdir. Atau pun juga sebuah keniscayaan yang seakan-akan memang harus terjadi demikian. Tidak harus selalu demikian.

Budi Jawa tidak menghamba pada keniscayaan hampa dan tidak menghamba pada sebuah keterpaksaan. Peristiwa tetap tidak merupakan sebuah peristiwa kalau jika tanpa makna dan juga nilai yang akan mengikutinya. Semua mata bisa terperanjat dan semua mulut bisa saja menjerit, namun hati dan budi manusia selalu saja juga mencari makna dan nilai yang ada di balik semuanya.

Misteri apa gerangan yang selalu terselubung dalam kepasrahan hidup di tengah kehampaan dan ketidakberdayaan seorang manusia.

Bagi orang Jawa ( saya sendiri orang Jawa ), seluruh kultur kehidupan dapat tergambar secara luar biasa dalam sebuah budaya, namanya, wayang. Ketika mulut terkatup atau bungkam, ketika mata tidak melihat atau terpejam, atau ketika akal budi mulai mengalami kebuntuan berpikir, maka terhadap semuanya itu, wayang hadir sebagai pelarian diri yang sangat efektif.

Kehadiran wayang menunjukkan sebuah refleksi yang mendalam. Bayang-bayang kehidupan keseharian manusia, muncul dalam wayang. Ia hadir dan menunjukkan sosoknya dalam kultur naratif dan punya cara kerja yang sangat khas yakni selalu bergumul dengan kisah. Segenap tokoh wayang, hadir dalam gambaran naratif yang selalu memiliki kekhasan dan keunikan yang serasi. Kehadiran para tokoh ini pun selalu menghadirkan beragam simbolisme yang sangat kaya dan mengagumkan.

Dalam wayang, sebetulnya terjadi sebuah ekspresi atau sebuah elaborasi yang sangat kaya dalam makna dan nilai sebuah kehidupan yang sangat mencerahkan, di mana kehadirannya lewat represetasi makna kata, kalimat, teks dan konteks yang sangat khas dan unik.

Dengan kata khas dari penulis yakni, ketika sebuah kehidupan tergolek tidak berdaya di hadapan kedasyatan alam, hadirnya akal budi untuk segera mencari keluhuran makna dan nilainya. Kalaupun rumit dan sungguh berbelit segala kepastian hidup ini, seolah segalanya tidak menunjukkan kepastian yang valid; wayang hadir dalam sosoknya yang memiki kekuatan yang selalu mencerahkan.

Budaya wayang adalah kekhasan budi Jawa yang selalu hadir mencerahkan dan menghadirkan makna dan nilai bagi para pemilik budayanya.

Eksistensi wayang yang hadir dalam makna dan nilai kehidupan, diharapkan bisa menjadi “obat” penolak kerisauan dan bisa menjadi penenang aktivitas kehidupan yang berarti, dalam setiap pergumulan kehidupan sebagai manusia yang berbudaya yang selalu mengklaim diri sebagai pemilik kebudayaan.

***

*): Dosen Bahasa Indonesia Universitas Pelita Harapan 

Komentar ANDA?