NTTsatu.com-KUPANG – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT, Meridian Dewantan Dado mengharapkan bupati dan wakil bupati Nagekeo tepilih bisa menuntaskan kaaua pengadaan tanah untuk Proyek Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo tahun anggaran 2007.
Harapan disampaikan karena sesuai visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Nagekeo periode 2018 – 2023 dr. Johanes Don Bosco Do – Marianus Waja, SH yang berkomitmen merubah Kabupaten Nagekeo menjadi lebih baik, lebih bermartabat dan lebih berkeadilan.
“Kami meminta pemimpin pilihan rakyat Kabupaten Nagekeo itu untuk kelak menggunakan power politiknya demi mendesak pihak Kejaksaan Negeri Bajawa agar mempercepat proses penuntasan Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Tanah untuk Proyek Pembangunan Gedung DPRD nagekeo tahun anggaran 2007 yang selama ini tersendat-sendat penuntasannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,” tulisnya melaluixriliacyang diteroma media ini, Senin, 30 Juki 2018.
Dijelaskannya, proyek Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo tahun anggaran 2007 berlangsung pada saat Drs. Elias Djo menjabat selaku Pejabat Bupati Nagekeo dari tahun 2007 – 2008 dimana Pejabat Bupati Nagekeo tersebut pada saat itu telah menjalankan kewenangannya untuk memproses Pengadaan Tanah bagi kepentingan Proyek Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo di lokasi bernama Pomamela, Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa.
Selanjutnya Drs. Elias Djo mengajukan Surat Permohonan bernomor : 130.01/T.Praja/02/01/2008 kepada Ketua Suku dan masyarakat Suku Lape yang dianggapnya sebagai Pemilik Tanah tersebut dan meminta tanah seluas 2,5 Ha guna dijadikan sebagai areal Gedung DPRD Nagekeo.
Walaupun Surat Permohonan permintaan tanah dari Pejabat Bupati Nagekeo itu sejak diterima tidak pernah ditanggapi oleh Ketua Suku dan masyarakat Suku Lape, namun pada tanggal 28 April 2008 Ketua Suku dan masyarakat Suku Lape diundang oleh Drs. Elias Djo untuk menyaksikan Pelepasan Hak atas tanah dari Efraim Fao yang mengklaim dirinya sebagai pemilik yang sah atas tanah tersebut dan menyerahkannya kepada Pemkab Nagekeo untuk digunakan bagi kepentingan Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo.
Dalam Surat Pelepasan Hak Atas Tanah itu para Ketua Suku Lape yang berjumlah 7 orang diminta untuk membubuhkan tanda tangan namun hanya satu Ketua Suku Lape yang menandatangani surat tersebut sebab keenam Ketua Suku lainnya menganggap bahwa tanah tersebut adalah milik Suku Lape dan Efraim Fao bukanlah anggota Suku Lape.
Bahkan meskipun Drs. Elias Djo pada saat itu nyata-nyata mengetahui bahwa berdasarkan Surat Keputusan Suku Lape pada tanggal 21 Januari 2007 tanah tersebut telah menjadi milik Konradus Ru Remi namun Drs. Elias Djo justru tidak menggubris fakta-fakta tersebut dan tetap memaksakan kewenangannya untuk meneruskan Proyek Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo.
Akibat tindakan Drs. Elias Djo yang dengan sengaja tidak terlebih dahulu membuat suatu kajian, perencanaan dan pemetaan data yang akurat soal tanah mana yang bersengketa dan tanah mana yang tidak bersengketa maka akhirnya terbukti uang negara lenyap dan merugi puluhan miliar rupiah yang mana hal itu terbukti melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 522 K/ Pdt/2015 yang menyatakan bahwa pemilik yang sah atas tanah dimaksud adalah Konradus Ru Remi dan Hakim memerintahkan untuk segera membongkar atau mengosongkan tanah yang sudah dibangun Gedung DPRD Nagekeo senilai Rp. 10 miliar lebih itu.
Kebijakan atau Keputusan oleh Drs. Elias Djo pada tahun 2007 dalam proses Pengadaan Tanah bagi kepentingan Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo terindikasi telah dibuat dengan itikad dan niat buruk secara melawan hukum dengan menyalahgunakan wewenang yang disadarinya membawa dampak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, oleh karena itu Drs. Elias Djo sebagai mantan Bupati Nagekeo periode 2013 – 2018 layak untuk dibebani pertanggungjawaban pidana dalam Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah bagi Proyek Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo tahun anggaran 2007.
Penuntasan kasus itu hrus dijadikan sebagai momentum penegakan hukum yg paling tegas dan paling berefek jera bagi publik setempat sehingga power politik pemimpin rakyat di Kabupaten Nagekeo harus diberdayakan secara maksimal guna mendorong kinerja Kejaksaan Negeri Bajawa supaya kerugian negara dalam kasus itu bisa terselamatkan. (bp)
Foto: Koordinator TPDI Wilayah NTT. Meridian Dewanta Dado