Oleh: Robert Bala
Suka atau tidak suka, yang terpilih dan mendapat suara lebih banyak adalah pemimpin Lembata. Semua keheboan selama pilkada selesai. Kanis Tuaq dan Muhammad Nasir menjadi Bupati dan Wakil Bupati Lembata.
Yang jadi pertanyaan, apakah dengan kemenangan yang hanya 26% dan di bawahnya dibayang-bayang oleh Lembata Jaya yang hampir 25%, maka kemenangan itu harus disambut eufori berlebihan? Dua paket yang mengikuti TOL-GAS dan MANIS pun tidak jauh dari sana. Apakah dengan legitimasi minimalis seperti ini, Tuaq dan Nasir mampu membawa Lembata ke arah yang lebih baik?
Pada sisi lain, apakah kemenangan itu merupakan kekuatan dari dalam saja ataukah keberuntungan yang diperoleh karena Paket Lembata Jaya (dan MANIS) menjadi bulan-bulanan atas nama oligarki? Sesungguhnya faktor-faktor eksternal seperti ini tidak bisa dianggap kecil.
Tetapi mesti ‘menang tipis’, harus diakui kemenangan. Aura kemenangan ini telah saya infokan kepada satu paslon di awal September 2024. Kepadanya saya sampaikan, kalau tidak menghadirkan program menyapa, maka Kanis-Nasir akan dengan mudah unggul (meski tipis). Awasam di 13/9 itu terpenuhi dan terjadi.
Realistis dan Profesional
Kemenangan ‘tipis’ karena itu perlu disikapi secara dewasa. Pertama, kemenangan yang sangat kecil dan perbedaan sangat minimal menjadi tanda bahwa tantangan dari luar jauh lebih besar dari kekuatan dari dalam. Di satu pihak harus disyukuri kemenangan dan perlu dirayakan. Tetapi rasa syukur itu tidak perlu terlalu menghipnotis Bupati dan Wakil Bupati terpilih apalagi oleh timses. Yang jauh lebih penting adalah mengantisipasi tantangan yang demikian besar.
Berhadapan dengan kenyataan ini maka hal kedua yang perlu dilakukan adlaah secara profesional menata struktur pemerintahan dan kedinasan. Sebagai Kadis Pertanian, Kanis Tuaq mestinya mengenal pimpinan yang sudah ada. Tentu saja kepemimpinan ini sedikit ‘terpengaruh’ selama kampanye. Adalah normal kalau ada ‘kedendrungan’ membela yang satu. Tetapi tendensi ini tidak mesti ditanggapi dengan merombak susunannya terlalu drastis hanya atas ‘masukan’ dari timses.
Fakta ini perlu diterima ‘apa adanya’. Yang paling penting adalah melihat potensi sebagai peluang. Kepala Dinas perlu dilihat sebagai rekan terlepas apakah mereka mendukung atau tidak. Mereka sudah punya pengalaman kerja yang tidak perlu butuh waktu lagi untuk mencoba-coba. Pada sisi lain, merombak kepemimpinan di Dinas, akan menyulitkan Kanis mengingat secara internal ia hanya punya dukungan seperempat masyarakat Lembata. Itu sangat kecil dan tentu saja perlu diwaspadai.
Pada sisi lain, dari cara berbicara dan bertutur seperti terlihat saat Debat, Nasir memiliki kecakapan khusus. Ia sangat piawai dan memahami peraturan perundang-undangan. Ini menjadi modal besar dalam memimpin Lembata. Terlihat kelancarahan mengolah informasi, Nasir bahkan lebih cerdas (kelihatannya) dari Tuaq. Karena itu kebijaksanaan Nasir dalam mengelola pejabat pemerintahan menjadi ukuran. Ia perlu memberika pertimbangan agar ‘the right man on the right place’. Dendam pilkada perlu sangat dijauhi.
Bila hal awal ini bisa dikelola maka Kanis dan Nasir bisa melewati tahun pertama dengan sangat baik. Bahwa sesudahnya ada perombakan oleh pertimbangan kinerja, bisa-bisa saja. Tetapi hal ini harus diantisipasi dan dikelola sangat baik.
Ekonomi Kerakyatan
Minimnya dukungan di awal pemerintahan ternyata bukan segalanya. Ada hal yang jauh lebih serius yang bisa disebut bak senjata makan tuan.
Selama pilkada, Kanis-Nasir begitu menghiptonis masyarakat dengan jargón Nelayan, Tani, Ternak. Dengan sedikit sinis, Kanis mengungkapkan bahwa perkembangan bidang pertanian yang merupakan keahliannya tidak terlalu banyak dioptimalisir karena selama 10 tahun pemerintahan Yentji Sunur dan kemudian diikuti dua penjabat bupati lebih fokus kepada pariwisata. Pertanian menjadi sangat terpinggirkan.
Secara retorika, hal ini bisa dipahami. Tetapi apakah hal tersebut berbasis data? PAD Lembata pada tahun 2023 yang ditargetkan 100 miliar dalam kenyataannya bahkan tidak mencapai setengah darinya. Artinya kekayaan yang dimiliki Lembata memiliki kontribusi yang sangat sedikit hanya sekitar 5% saja dari total RAPBD Lembata. 95% masih mengandalkan transfer dari pusat.
Artinya, bagaimana bisa menjelaskan gebrakan yang akan dilaksanakan dengan minimnya PAD? Apa yang bisa diharapkan agar terjadi perubahan drastis kalau secara ke dalam saja tidak ada kekuatan berarti? Merujuk pada data statistik pertanian 2023, terjadi kenaikan 10% dari unit usaha rumah tangga pertanian bila dibanding dengan sensus 2013. Tetapi kenaikan secara kuantitas tidak tercermin dalam kenaikan PAD Lembata malah menurun.
Meskipun kendala seperti ini secara gampang dianggap bisa diatasi dengan teknologi tetapi dalam kenyataan tidak mudah. Hal yang bisa dilaksanakan adalah bagaimana menajdikan Purin Lewo menjadi Perusahaan Daerah yang bisa mengakomodir penjualan hasil pertanian dan perkebunan rakyat. Proses yang selama ini sangat dikuasai oleh penguasaha perlu diambil alih. Hal itu tentu diawali dengan peraturan yang harus ditaati oleh semua. Pemda perlu mengalokasikan dana agar produk rakyat bisa dibeli, ditahan, dan kemudian dialokasikan secara positif.
Sektor peternakan perlu dikelola secara lebih tepat. Virus yang melanda ternak (babi) di Lembata sudah sangat disadari oleh peternak. Dengan latar belakang pengelolaan ternak, Kanis Tuaq perlu mengadopsi biosecurity yang mencakup tiga hal: meminimalkan keberadaan penyebab penyakit; Meminimalkan kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang dan Membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin. Dalam arti ini para penyuluh perlu bergerak lebih antisipatif membangun kesadaran masyarakat.
Hal terakhir tetapi jauh lebih potensial sebenarnya perikanan. Bila dibanding dengan pertanian, Lembata sebenarnya lebih menjanjikan dalam pengelolana perikanan. Secara budaya, orang Lembata, meski tinggal di gunung, tetapi tetap memiliki keahlian dalam perikanan. Hal ini tentu jauh berbeda kalau kita bandingkan dengan Adonara yang karena daerahnya subur, nyaris rakyat memiliki kultur maritim yang kuat. Kekuatan inilah yang lebih dioptimalkan dengan teknologi penangkapan ikan pemrosesan hasil tangkapan. Perlu dipetakan nelayan potensial dan mengadakan pelatihan agar bisa lebih efektif dalam menangkap ikan dan memproses hasil tangkapan dengan teknologi yang tepat. Singkatnya, teknologi bila dioptimalkan maka lebih mengarah kepada bidang kelautan mengingat potensi lautnya sudah ada.
Inilah peluang besar yang dihadirkan untuk bisa ditanggapi oleh pemimpin ‘minimalis’ yang terpilih. Di satu pihak keraguan di awal pemerintahan mestinya tidak ditanggapi secara berlebihan apalagi menyisir siapa yang dulu mendukung atau tidak. Kalau ada yang meragukan tanggapilah secara positif. Yang penting, seperti kata sebuah pepatah: Jangan menyerah. Berjuanglah sampai hinaan itu berubah jadi tepuk tangan. Kalau dianggap ‘minimalis’, tidak apa-apa juga toh. Yang penting adalah decak kagum setelah membuktikannya secara optimal di tahun kelima.
=======
Robert Bala. Diploma Resolusi Konflik Asia – Pasifik, Facultad Ciencia Politica Universidad Complutense de Madrid Spanyol