Contantino, Bocah 11 Tahun Hidup Tanpa Anus Menggugah Nurani Warga Malaka

0
1485
NTTsatu.com – MALAKA- Nasib naas dialami anak Contantino Soares yang kini berusia 11 tahun. Hidup tanpa anus membuatnya tidak tahan namun dia terus bersemangat.
Melalui berita- berita media, Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran merespon cepat pemberitaan Constantino Soares, bocah berumur 11 tahun yang hidup tanpa anus di Dusun Sukabisikun, Desa Litamali, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka. Ia mengaku sudah meminta dinas sosial untuk segera menjemput Contantino di kediamannya.

“Saya sudah perintahkan kepala dinas sosial untuk jemput Constantino dan dibawa ke RSPP Betun untuk diperiksa dan ditangani,” ujar Bria Seran kepada wartawan, Rabu (26/2/2020).

Ia mengatakan, hal itu sebagai langkah awal untuk mengurangi penderitaan Constantino. Ia berharap ada solusi untuk penyembuhan bocah kelas 2 Sekolah Dasar itu.

Sementara Kadis Sosia Malaka, Folgen Fahik mengaku telah menerima perintah bupati. Rencananya, hari ini, Rabu (26/2/2020), staf Dinas Sosial akan menjemput Constantino untuk dibawa ke RSPP Betun.

11 Tahun Bertahan Hidup Tanpa Anus

Constantino Soares, bocah berusia 11 tahun warga Dusun Sukabisikun, Desa Litamali, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, NTT ini lahir tanpa memiliki lubang anus. Sejak bayi, ia terpaksa Buang Air Besar (BAB) melalui saluran yang dibuat di bagian perutnya.

Sepintas, anak dari pasangan Alvaro Pereira dan Agustinha Da Costa terlihat tak punya masalah gangguan kesehatan. Seperti anak-anak seusianya, Constatino kadang tampak senang bermain dengan teman sebayanya.

Namun, setiap hari di rumah maupun di sekolah, bocah kelas 2 Sekolah Dasar Katolik (SDK) Wemasa ini harus menenteng kantong plastik untuk menampung kotoran dari lubang anus buatan agar tidak terkena badannya.

“Sebelumnya Constantino Sempat masuk sekolah di usia 6 tahun, namun putus karena malu sering dibully teman-temannya. Constantino baru kembali bersekolah pada umur 8 tahun setelah dibujuk oleh seorang guru,” ujar ayah Constantino, Alvaro Da Costa.

Sejak lahir, Constantino Soares tak memiliki anus atau dubur. Ia kemudian dilarikan ke Puskesmas kemudian di rujuk ke RSUD Atambua hingga RSU WJ. Yohanes Kupang. Lagi-lagi di Kupang, Constantino tidak bisa ditangani, karena dokter ahli bedah yang dibutuhkan saat itu tidak ada di tempat.

Selama beberapa hari, Constantino hanya bisa Buang Air Besar (BAB) melalui alat kelaminnya. Solusi yang di dapat adalah, Constantino harus dibawa ke Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya Jawa Timur untuk penanganan lebih lanjut.

Meski kekurangan biaya, namun atas bantuan keluarga dan saudara, pada tahun 2019, Constantino diberangkatkan ke Surabaya dan hasilnya, dokter membuat lubang pembuangan di bagian perut.

“Dokter berpesan, setelah lima tahun baru Constantino dibawa kembali ke Surabaya untuk dipasang kembali saluran pembuangan air besar pada tempatnya,” katanya.

Foto: Bocah Contantino Soares yang tidak memiliki anus akhirnya bisa membuang kotoran lewat perut yang dibuat dokter dan akan diperbaiki lagi

 

Butuh Uluran Tangan

Dihimpit kemiskinan, membuat Alvaro Pareira dan Agusthina Da Costa harus menguburkan niatnya untuk menyembuhkan anak mereka.
Agusthina sebagai penenun dan suaminya hanya sebagai petani, membuat keluarga ini memiliki penghasilan tak menentu.

Untuk menghidupkan anak-anaknya, Agusthina kadang harus rela berjalan kaki puluhan kilo menjajakan hasil tenunnya. Sementara, sang suami saban hari harus bermandi peluh membanting tulang di kebun kecil untuk mencukupi kebutuhan di rumah.

Hingga saat ini, permintaan dokter agar Contantino kembali menjalani operasi di Surabaya belum terkabulkan, karena terkendala biaya.

Pasutri ini mengaku memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), namun kesulitan biaya akomodasi ke Surabaya.

“Dokter minta setelah lima tahun, Constatino harus dioperasi, namun kami belum punya uang. Semoga anak saya mendapat mujisat dari Tuhan lewat uluran tangan dari berbagai pihak,” ungkap Agusthina.

Siswa Berprestasi

Dibalik penderitaannya, Constantino ternyata siswa yang berprestasi di sekolahnya. Constantino pernah menjadi juara sejak masih di kelas I. Namun, ia terpaksa berhenti sekolah lantaran selalu dibully teman-teman sekolahnya.

Ia baru mau kembali sekolah setelah dibujuk oleh seorang gurunya. Karena itu, meski sudah berumur 11 tahun, Constantino kini baru duduk di kelas II SD.

Saat ini, keluarga miskin ini hanya bisa pasrah menanti mujisat lewat uluran tangan dari orang yang tulus membantu pengobatan Constantino. (*/bp)

Komentar ANDA?