NTTsatu.com – MAUMERE – Sudah hampir dua minggu ini wilayah Kabupaten Sikka diterpa hujan dan angin kencang. Cuaca ekstrim tersebut membuat masyarakat sangat hati-hati menjalankan aktifitas. Para nelayan pun takut melaut karena gelombang pasang yang sangat besar.
Nelayan-nelayan yang hidup dari melaut terpaksa melabuhkan kapal motor penangkap ikan di dermaga atau tambatan perahu. Mereka pasrah saja dengan kondisi yang sedang terjadi. Ada yang mencari pekerjaan alternatif lain, ada yang menunggu saja hingga cuaca kembali normal.
Media ini sempat memantau aktifitas nelayan di dua tempat berbeda, yakni di Dusun Waipare Desa Watumilok Kecamatan Kangae dan di Wuring Kelurahan Wolomarang Kecamatan Alok Barat. Di dua ini wilayah ini, sebagaian besar masyarakat hidup dari melaut.
Syarbanda, warga Dusun Waipare B mengaku sudah dua minggu ini tidak melaut akibat cuaca ekstrim. Dia memilih beristirahat mencari ikan dari pada harus berhadapan dengan dengan gelombang pasang yang tingginya bisa mencapai 4 meter.
“Sudah dua minggu istirahat, cuaca ekstrim. Saya tidak berani, takut dengan gelombang yang besar sekali. Dari pada mengancam nyawa, lebih baik istirahat dulu sampai cuaca benar-benar normal,” ujar Syarbanda yang ditemui di tambatan perahu Desa Watumilok.
Menurut Syarbanda, hampir ratusan nelayan di dua dusun, Waipare A dan Waipare B, lebih memilih istirahat. Beberapa nelayan mengisi waktu istirahat dengan membetulkan perahu atau kapal penangkap ikan. Sejumlah nelayan lain sibuk merangkai ulang pukat dan jaring tradisionil. Ada lagi nelayan lain yang mencari kerja sambilan seperti menjadi tukang dan buruh pada usaha konstruksi.
Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi juga pada nelayan di Wuring Kelurahan Wolomarang Kecamatan Alok Barat. Perahu-perahu dan kapal motor yang selama ini dijadikan sebagai sarana untuk mencari ikan terpaksa ditambatkan saja di dermaga.
La Syarif, salah satu nelayan yang ditemui di Pelabuhan Rakyat Wuring, Senin (29/1), mengeluhkan hal yang sama. Menurut dia sudah 1 bulan ini nelayan-nelayan di Wuring yang menggunakan perahu dan kapal motor bertonase kecil tidak berani melaut.
“Ini sudah musim barat, dan biasanya angin kencang serta badai di laut. Hampir satu bulan sudah kami istirahat. Tunggu saja cuaca membaik baru kami turun melaut lagi,” jelas La Syarif.
La Syarif dan sejumlah teman nelayan tampak sibuk membetulkan perahu. Mereka menambal beberapa bagian pada badan perahu yang sudah mulai berlubang. (vic)