NTTsatu.com – DPR mengajukan dana aspirasi Rp 11,2 triliun dengan tujuan untuk mengoptimalkan penyerapan aspirasi masyarakat. Namun hal itu dinilai akan menimbulkan kesenjangan pembangunan daerah.
Kesenjangan pembangunan daerah bisa terjadi karena 305 dari 560 anggota DPR berasal dari Dapil di Pulau Jawa. Disusul Pulau Sumatera 112 kursi di Senayan, Sulawesi 46 kursi, Kalimantan 35 kursi, Bali dan Nusa Tenggara 32 kursi, Papua 13 kursi serta Maluku 7 kursi.
Jika setiap anggota DPR mendapatkan masing-masing Rp 20 miliar per tahun, maka Pulau Jawa akan ‘menerima’ Rp 6,12 triliun. Sementara Papua hanya Rp 260 miliar dan Maluku Rp 140 miliar.
“Dana aspirasi dikhawatirkan akan menjadi masalah baru yang justru menyuburkan korupsi, memperluas gap ketimpangan pembangunan antar daerah, mengacaukan anggaran dan memerosotkan kinerja DPR,” kata peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (15/6/2015) seperti dilansir detik.com.
ILR bersama ICW dan 10 LSM lainnya mendorong para anggota dewan di Senayan untuk mendengarkan hati nuraninya agar membatalkan permohonan dana aspirasi tersebut. Mereka juga meminta pemerintah untuk menolak usulan dana aspirasi.
“Kami merekomendasikan DPR membatalkan usulan dana aspirasi kepada 560 anggota DPR. Pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Menteri Keuangan, menolak usulan itu,” ujar Erwin.
Ia menambahkan, Anggota DPR sebaiknya mendorong konstituen di Dapilnya masing-masing untuk mengoptimalkan dana desa dengan berpartisipasi aktif. Termasuk, lebih bertindak aktif menyerap aspirasi konstituen di dapilnya lalu memperjuangkannya dalam fungsi dan hak DPR.
“DPR harusnya memaksimalkan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan untuk menjawab aspirasi masyarakat,” ucap Erwin.
Jika para pengawas anggaran mendapatkan anggaran, siapa yang mengawasi penggunaan anggaran oleh pengawas itu? “APBN adalah domain pemerintah, bukan DPR. Dana aspirasi akan membuat DPR sebagai lembaga legislatif masuk ke ranah eksekutif,” jawab Erwin
Demokrat Tunggu Penjelasan Pemerintah
“Sikap Partai Demokrat saat ini meminta pemerintah memberikan penjelasan posisinya dalam masalah ini. Di hadapan fakta obyektif kelesuan ekonomi dan menurunnya daya beli rakyat yang membutuhkan prioritas kebijakan pemerintah,” kata Ketua Fraksi Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono.
Politisi yang akrab disapa Ibas itu mengingatkan sikap Demokrat pada 2010 yang tak menyetujui usulan bahwa anggota DPR bisa mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan di daerah pemilihannya. Saat itu, program ini disebut dengan dana aspirasi.
“Bagaimana meletakkan skema dalam sistem penganggaran negara dan daerah agar bisa beriringan dan tak berbenturan dengan rencana dari pihak eksekutif,” ujarnya.
Mengacu sikap pada 2010, Ibas mengatakan program dana aspirasi bisa memunculkan kekaburan fungsi antara eksekutif dan legislatif. Apalagi anggaran daerah merupakan aspirasi dari anggota DPRD provinsi, kabupaten, atau kota.
Adapun Juru Bicara Partai Demokrat, Rachlan Nashidik mengisyaratkan pihaknya menunggu lebih dulu penjelasan pemerintah sebelum mengeluarkan sikap menerima atau menolak. Persoalan sistem implementasi program ini perlu dijelaskan karena potensi terjadi tumpang tindih sangat besar.
“Ini kan supaya tidak menyamarkan fungsi eksekusi dan legislatif. Kami akan bersikap selanjutnya, menunggu jawaban pemerintah,” sebutnya.
Dalam pernyataan sikap ini, selain Ibas dan Rachlan, sejumlah kader Demokrat lain yang hadir adalah Sekjen Hinca Panjaitan dan anggota serta Koordinator Juru Bicara Ruhut Sitompul. Ada pula Wakil Ketua DPR Agus Hermanto serta juru bicara lain seperti Didi Irawadi, Andi Noor Pati. ****