KUPANG. NTTsatu – Perubahan iklim yang semakin tidak menentu saat ini diprediksikan sekitar tahun 2100 mendatang sedikitnya 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Untuk mengantisipasi hal ini perlu keseriusan berbagai pihak untuk memberikan perhatian terhadap pembangunan di sektor kehutanan dan memelihara lingkungan dengan baik.
Hal ini terungkap dalam pelatihan Jurnalis yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan United Nations Develompment Program (UNDP bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda Provinsi NTT di Hotel On The Rock, Kupang, Senin, 04 Mei 2015.
Bergitta Isworo jurnalis senior dari Harian Kompas yang hadir sebagai pemateri dalam kegiatan itu mengatakan, saat ini di Afrik sudah mulai muncul perebutan sumber ari. Sementara di Indonesia, bila pemanasan global terus terjadi maka makin lama akan semakin muda terjadinya kebakaran yang akibatnya meningkatkan suhu bumi.
Diakatakannya pada tahun 2007 lalu terjadi gelompang panas di Eropa yang mengakibatkan banyak orang meninggal dunia. Kemudian muncullah isu es di Kutub akan mencair. Mencairnya es itu mengakibatkan volume air laut akan meningkat dan diprediksikan pula pada tahun 2100 volume air laut itu meningkat mencapai 1 meter. Dan saat itu bisa terjadi bahwa sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam.
Selanjutnya dia mengatakan, jika suhu bumi terus meningkat sebesar 0,8 derajat Celsius, maka banyak makhluk hidup di bumi termasuk manusia menderita kepanasan dan terjadilan bencana yang besar.
“Saat ini cuaca semakin tidak teratur dan susah ditebak karena perubahan iklim. Misalmya di Jakarta, sebelumnya tidak pernah terjadi putting beliung, namun belakangan ini putting beliung sering terjadi,” kata Brigitta.
Brigitta juga menguraikan, perubahan iklim jangan dilihat sebagai salah satu penjahat yang perlu ditakuti tetapi harus dijaga, diperhatikan dan jangan sekali-kali diabaikan. Dan perlu diketahui, laut Pasifik dan Atlantik menjadi barometer iklim dunia.
Terkait dengan kegiatan ini, Brigitta mengatakan, wartawan harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang iklim sehingga menjadi dasar untuk mewartakan yang benar tentang perubahan iklim yang memang sedang merasahkan saat ini..
Ditanya tentang masalah tambang yang saat ini semakin marak terjadi di NTT, Briggitta mengatakan, tambang itu memberikan dampak negatif yang sangat besar kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dia juga menyampaikan, ada sebuah buku “Monster Tambang” yang menulis tentang tambang di NTT. Memang tambang itu lebih banyak merugikan masyarakat ketimbang memberikan hasil positif, karena itu perlu diperhatikan dengan baik. Tambang juga ternyata memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap rusaknya lingkungan dan berpengaruh juga pada iklim. (bop)