DPRD NTT Berkomitmen Tidak Boleh Rugikan Sekolah Swasta

0
1129

Demikian kesimpulan yang dapat dipetik dari rapat dengar pendapat antara Komisi V DPRD NTT dengan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) NTT dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertempat di aula Kelimutu Gedung DPRD NTT, Selasa (22/11/2022).

Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi V, Yunus Takandewa. Setelah membuka rapat, Yunus yang didampingi Mohamad Ansor dan Yan Piter Windi (Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi V) memberi kesempatan kepada BMPS NTT untuk menyampaikan aspirasi.

Ketua Umum BMPS NTT, Winston Neil Rondo mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dihadapi sekolah swasta dan guru.

Pertama, permasalahan terkait pelaksanaan PPDB tahun 2022. Kebijakan PPDB tahun 2022 telah merugikan sekolah swasta, seperti yang dialami sejumlah sekolah di Kota Kupang. Ketika ada kebijakan membuka kembali pendaftaran PPDB susulan secara offline menyebabkan anak- anak yang telah mendaftar dan diterima di sekolah swasta, memilih untuk mendaftar dan pindah ke sekolah negeri. Persoalan ini sebagaimana dialami SMA Sint Carolus Penfui dan SMA Ki Hajar Dewantoro.

Menyikapi persoalan ini, lanjut Winston, BMPS mendesak Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan NTT untuk melakukan evaluasi serius pelaksanaan PPDB 2022 dan dampaknya terhadap sekolah swasta. Mendesak  agar juknis PPDB dikawal dan tidak membuka ruang untuk sekolah negeri membuat pendaftaran di luar ketentuan juknis dan menerima siswa baru di luar ketentuan juknis.

“Kami mendorong agar penyelenggeraan PPDB tahun 2023 dipersiapkan lebih awal dan melibatkan BMPS NTT sebagai perwakilan sekolah swasta sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” kata Winston.

Permasalahan lainnya terkait rekruitmen dan penempatan guru swasta yang lulus P3K di NTT. Winston menyampaikan, Program P3K merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada jaminan regulasi atau kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka. Dengan demikian, rata-rata sekolah swasta kehilangan tiga sampai10 orang guru, jika memang mereka harus ditempatkan di sekolah negeri.

“Kami minta keadilan dan meminta komitmen serta dukungan Gubernur NTT dan Ketua DPRD NTT serta Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan untuk membuat kebijakan yang tujuannya melindungi sekolah swasta di NTT. Salah satu bentuknya adalah mengembalikan guru P3K yang lulus ke pos sekolah swasta tempat kerja sebelumnya,” tandas Winston.

Selain itu, BMPS NTT juga akan meminta dukungan DPR RI untuk mendorong kebijakan tingkat nasional agar merekruit khusus guru P3K untuk ditempatkan di pos sekolah swasta mengingat NTT adalah daerah 3T yang mana peran sekolah swasta sangat stategis dan penting, bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah/yayasan swasta.

Winston juga mengungkapkan permasalahan terkait masih cukup tinggi perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta baik karena alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi maupun alasan kebijakan UU ASN. Atau guru honor yang lulus PTT dan PNS tetapi ditempatkan ke pos baru sekolah negri dan bukan di sekolah swasta asalnya. Hal dimaksud sangat berdampak terhadap proses belajar mengajar di sekolah swasta, mengingat masih sangat strategis dan penting peran guru PNS/ASN di sekolah/yayasan swasta. Mereka adalah guru senior bahkan kepala sekolah.

Terhadap permasalahan ini, BMPS mendorong gubernur dan ketua DPRD, pimpinan Komisi V DPRD NTT agar , Wali Kota Kupang dan bupati se NTT untuk memberikan dukungan dan komitmennya mendorong adanya kebijakan tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang tetap mempertahankan keberadaan guru PNS/ASN di sekolah swasta, termasuk penggantian guru PNS yang pensiun sehingga kelangsungan pendidikan anak- anak NTT di sekolah/yayasan swasta dapat terus berjalan dengan baik.

“Kami mendorong perlunya revisi UU ASN yang menjadi faktor pembatas yang menjadi penyebab ditariknya guru ASN dari pos sekolah swasta yang sudah ada dan dilarangnya penempatan baru guru ASN ke sekolah- sekolah swasta,” tandas Winston.

Permasalahan lainnya adalah terkait kesejahteraan guru. Dimana masih cukup banyak guru di sekolah swasta yang bekerja di atas lima tahun tapi menerima honor atau gaji yang sangat rendah yakni di bawah Rp500,000 per bulan, itu pun masih dicicil. Insentif transportasi Pemprov NTT sebesar Rp400.000 untuk guru yayasan/sekolah swasta sangat dirasakan membantu, tetapi masih banyak guru yang belum mendapatkannya.

“Kami mendorong Pemprov NTT agar kebijakan insentif transportasi untuk guru komite dan guru yayasan agar dapat ditingkatkan alokasinya sehingga bisa menjangkau lebih banyak guru yayasan/sekolah swasta dan jumlahnya bisa lebih ditingkatkan lagi dari yang sudah ada,” ujar Winston.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi menjelaskan, selama dua tahun pendaftaran PPDB dan proses pembelajaran dilakukan secara online akibat pandemi covid-19. Pada pendaftaran PPDB 2022, ada desakan dari orang tua siswa untuk membuka pendaftaran secara offline, sehingga sekolah- sekolah negeri membuka pendaftaran susulan. Karena ini sudah terjadi, maka akan dikoreksi untuk tahun mendatang.

“Untuk PPDB tahun 2023, kami akan libatkan sekolah swasta, baik guru maupun asosiasi terutama melalui BMPS. Pada April 2023, kita akan bertemu sekolah swasta dsn BMPS untuk membahasnya,” janji Linus.

Sedangkan menyangkut guru P3K, semua regulasi disiapkan pemerintah pusat, belum ada kewenangan yang diberikan kepada pemprov. Untuk hal ini, harus dibuat pendekatan dan advokasi ke tingkat pusat, yakni ke pemerintah dan Komisi X DPR RI. Menyangkut perpindahan guru PNS dari sekolah swasta, sampai sekarang belum ada kebijakan untuk itu. Bahkan sejauh ini pemerintah Provinsi NTT tetap memberi dukungan agar guru PNS tetap mengajar di sekolah swasta yang sudah ada. Belum ada yang berubah.

Tantangan yang dihadapi saat ini yakni adanya guncangan fiskal dan pinjaman daerah yang berdampak pada lemahnya APBD untuk membiayai kesejahteraan guru. Meski demikian, Komisi V DPRD NTT menyambut positif dan menindaklanjuti keluhan aspirasi BMPS yakni PPDB 2023 untuk SMA/SMK. Pada awal tahun 2023, Komisi V akan menjembatani pertemuan dengan Komisi 10 DPR RI  terkait penempatan guru P3K. Prinsipnya, kebijakan yang dihasilkan tidak boleh merugikan sekolah swasta.  (*/bp)

Komentar ANDA?