Tulisan berikut ini adalah ungkapan hati yang disampaikan Pastor JuanTuan, MSF seorang misionars asal, Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang bertugas di Manila, Filipina tertanggal 17 Juli 2017 terkait undangan Sri Paus Fransiskus untuk berdialog dengan para tokoh agama asal Indonesia termasuk Din Samsudin, mantan Ketua PP Muhammadiyah, namun dia tidak hadir dalam pertemuan itu. Berikut tulisanya:
Din Syamsudin, Vatikan mengenal Anda sebagai salah satu tokoh toleran di Indonesia. Maka dari itu, Anda beberapa kali diundang untuk ikut hadir dalam dialog antar agama dan kepercayaan yang diselenggarakan di Vatikan bersama perwakilan semua agama di Indonesia.
Namun sayang; Anda sampai detik ini tidak bisa memahami posisi Vatikan dan agama Katolik sejalan dengan pernyataan yang menyamakan Khilafah Modern dan Vatikan (Tribunners, Sabtu 15 Juli 2017).
Sebagai mantan ketua PP Muhammadiyah dan beberapa kali diundang oleh Vatikan untuk berdiskusi soal toleransi dan dialog antar agama dan kepercaaan, ternyata pemahaman seorang Din Syamsudin mengenai posisi Vatikan dan Katolik termasuk golongan gagal paham.
Din Syamsudin, semoga sedikit penjelasan ini menyadarkan Anda bahwa pemahaman Anda itu adalah pemahaman kaum intoleran yang sekarang lagi getol disebut kaum bumi datar dan sumbuh pendek.
Pertama: Anda menyebut bahwa Umat Katolik patuh pada Vatikan. Saya tegaskan bahwa umat Katolik TIDAK PATUH PADA VATIKAN TETAPI PADA SRI PAUS SEBEGAI PEMIMPIN UMAT KATOLIK SELURUH DUNIA. Vatikan itu “kebetulan” menjadi tempat atau pusat agama Katolik dimana Santo Bapak berkedudukan di sana. Bahwa kemudian pilihannya Vatikan-Roma itu tentuk terkait dengan sejarah panjang perkembangan agama Katolik di Roma yang berhubungan dengan Dekrit Milano saat itu. Seandainya Pusat Agama Katolik waktu itu di Jerman atau di negara Eropa lainnya, apa pendapat Anda?
Kedua: Katolik itu Agama, Khilafah Ideologi (Paham). Kiranya Anda harus paham bahwa Katolik itu agama yang diakui sama seperti agama Islam dan lainnya oleh semua bangsa. Sedangkan Khilafah meski merupakan salah satu ajaran dari agama Islam, Khilafah bukan agama tapi Ideologi, yang juga Anda tahu betul bahwa sebagian umat Islam juga menolak berdirinya paham ini.
Maka kalau Anda menyamakan Vatikan dengan Khilafah, Anda sejatinya melihat Katolik termasuk Vatikan sebagai Ideologi dan bukan sebagai Agama. Dengan demikian sejatinya Anda sedang menyebarkan sikap intoleransi yang selama ini Anda sembunyikan demi nama besar Anda sebagai seorang yang toleran.
Ketiga: Katolik itu bersifat Satu, Universal dan Terbuka. Mengapa kami taat pada Sri Paus sebagai Pemimpin Tertinggi umat Katolik seluruh dunia. Karena Katolik itu sendiri adalah SATU. Dalam rangka menjaga kesatuan sebagai SATU Gereja (Katolik), maka kami taat pada satu pimpinan yaitu Sri Paus yang merupakan pengganti Santo Petrus. Kesatuan Gereja Katolik menjadi begitu kuat dan mengikuti satu komando bukan karena Vatikan, melainkan Sri Paus.
Ini yang mesti Anda pahami bahwa kesatuan kami bukan soal tempat yang bernama Vatikan, melainkan kedudukan Santo Bapa yang kami terima sebagai pengganti Petrus, Pemimpin tertinggi umat Katolik. Jadi ketika Anda “menyamakan” posisi Vatikan dengan Khilafah itu sebuah kekonyolan dalam beranalogi.
Indonesia adalah satu dari beragam agama, suku, kepercayaan dan budaya bukan karena nama Indonesia itu sendiri melainkan karena Pancasila yang sudah diterima dan ketaatan pada suara pemimpin Indonesia yaitu Republik.
Bahwa hari ini paham Khilafah ditolak berdiri di Indonesia, semata karena akan menimbulkan kontradiksi terhadap keberadaan agama Islam yang adalah Rahmatan L’il Alamin.
Katolik yang adalah Satu namun bersifat Universal dan Terbuka. Artinya terbuka untuk membangun kerjasama dengan setiap orang dan bangsa yang BERKEHENDAK BAIK demi kebaikan bersama. Katolik yang adalah satu terbuka untuk membangun dialog dan kerjasama, namun tegas menolak setiap paham termasuk khilafah yang bersifat merusak dialog dan kerjasama itu sendiri.
Keberadaan agama Katolik di setiap bangsa dengan keberadaan Kedutaan Besar Vatikan, menegaskan bahwa Agama Katolik bersifat Universal. Universalitas agama Katolik adalah dalam rangka membangun dialog dan kerjasama, tidak pernah memaksakan paham dan ajaran Katolik pada bangsa lain. Keberadaan Duta Vatikan yang mewadahi keberadaan umat Katolik adalah dalam rangka menyampaikan seruan moral untuk menjaga kedamaian dan persatuan yang merupakan ajaran Universal semua agama.
Demikian sedikit pendapat sederhana, kiranya seorang Din Syamsudin dapat memahami bahwa Katolik itu agama dan bukan ideologi. Ketaatan umat Katolik yang memperlihatkan makna Katolik adalah Satu bukan pada Vatikan melainkan pada Sri Paus yang “kebetulan” berkedudukan di Vatikan-Roma.
Din Syamsudin, belajarlah mengenal lebih dalam keyakinan agamamu, maka Anda pun akan secara jernih memahami keberadaan agama lain, sehingga tidak menjadi seorang gagal paham dalam memahami keberadaan agama Katolik. Salam.
Manila: July-17-2017
Fr. Juan Tuan MSF