Hakim Vonis Dua Anggota DPRD Lembata Penjara 1 Tahun

0
564

LEWOLEBA, NTTsatu.com – Hakim yang menyidangkan kasus dugaan pemalsuan dokumen DPRD Lembata menjatuhan vonis penjara selama satu tahun kepada dua anggota DPRD Kabupaten Lembata, Bediona Philipus dan Fransiskus Limawai .

Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Negeri Lewoleba yang dipimpin Hakim Ketua, I.G.N. Purta Atmadja, SH didampingi dua hakim anggota, masing-masing Afan Rizal Albone, SH dan Arto Aryo Putranto, SH itu dibacakan dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan pada Selasa, 12 April 2016.

Keputusan majelis hakim itu membuat ratusan warga kota Lewoleba dan sekitarnya yang memadati gedung PN Lewoleba itu menyatakan reaksi tidak puas atas keputusan tersebut. Aneka dugaan pun mulai bermunculan setelah mendengarkan putusan yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim tersebut.

Warga yang hadir untuk menyaksikan dan mendengarkan putusan setelah sekitar 10 bulan kasus ini berproses langsung berteriak histeris karena putusan ini dinilai telah merobek nurani keadilan.

Beberapa warga yang duduk di sekitar kantor PN Lewoleba itu menyatakan, keputusan itu telah menunjukkan kepada public bahwa kasus ini penuh rekayasa dan menghasilkan keputusan yang penuh rekayasa pula.

Disebutkan sebagai hasil rekayasa karena majelis hakim mengabaikan segala fakta persidangan bahkan banyak pertimbangan yang disampaikan tifak seslaras dengan keterangan saksi.

Seorang warga yang mengaku bernama Simon Beda warga Atadei itu menyatakan, kasus ini diikutinya sejak dari awal. Teruatam dalam sidang-sidang din PN Lewoleba. Dia mengaku sangat kecewa karena hakim tidak membuat keputusan yang adil dan benar.

“Saya ikut secara baik ketika terjadi perdebatan dalam persidangan yang lalu. Ketika dokumen uji pendapat di putuskan untuk di bawah kembali dari Jakarta ke Lewoleba, sempat terjadi perdebatan antara Bediona Philipus dan Sulaiman Syarif di kamar salah satu hotel di jakarta. Anehnya, terbaca dalam amar putusan bahwa perdebatan itu terjadi antara Feri Limawai dan Sulaiman. Ini sama sekali tidak sesuai dengan fakta dan keterangan para saksi,” kata Beda.

Senada dengan Beda, Markus Boli warga Lewoleba mengatakan,

Sidang untuk mendengarkan kepeutusan majelis hakim ini memang sudah lama dinantikan warga. Warga yang selalu mengikuti persidangan itu mulai kecewa ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa kedua polisiti Peten Ina ini hukuman penjara selama 2,6 tahun.

“Kita sudah lihat gelagat kurang baik aparat penegak hukum mulai dari pihak kepolisian hingga Hakim yang menyidangkan kasus ini. Tai kita berkeyakinan mereka berdua akan bebas dari tuduhan itu, ternyata mereka divonis 1 tahun penjara. Inikah wajah hukum yang benar dan berkeadilan?,” kata Boli dalam nada tanya penuh emosi.

Penasehat hukum kedua terdakwa, Akhmad Bumi yang dihubungi seusai sidang tersebut menyakan, putusan hakim itu telah menunjukkan kepada publik terutama mereka yang selalu rutin mengikutinya merasa sangat tidak puas dengan keputusan itu.

“Lembata bukan tempat untuk mendagangkan perkara. Jangan karena uang 100 atau 200 juta, segampang itu seseorang dihukum. Lembata bkn tempat pembuangan sampah. Yang datang mengabdi di Lembata baik hakim, jaksa, advokat, Polri harus punya tanggungjawab moral membersihkn kotoran, bukan menambah kotoran baru,” kata Bumi.

Kalimat inilah yang disampaikannya sebagai pesan dan harapan diakhir vonis atas terdakwa Fery Koban dan Ipi Bediona di PN Lembata.

“Jaksa tuntut 2,6 tahun, majelis hakim putuskan 1 tahun tanpa ditahan. Putusan ini kita tolak dan kita akan melakukan upaya banding ke Pengadilian Tinggi (PT) Kupang,” tegas Akhmad Bumi. (rin/bp)

=====

Foto: Para Biarawati (suster) ketika serius mengikuti proses sidang di PN Lemata saat pembacaan putusan terhadap dua anggota DPRD Lembata, Bediona Philpius dan Fransiskus Limawai

Komentar ANDA?