Honing Sanny Laporkan Ketua Bawaslu NTT ke DKPP

0
445

KUPANG. NTTsatu.com – Honing Sani  anggota DPR RI dari PDI Perjuangan melaporkan Ketua Bawaslu NTT,  Nelce R. P. Ringu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Laporan itu karena Nelce membuat tanggapan atas laporan fiktif yang dilakukan oleh DPD PDIP NTT. Selain Ringgu, Honing juga mengadukan , Mikhael Feka, SH, MH selaku  Tim Asistensi Bawaslu NTT.

Laporan Honing itu dilakukan oleh kuasa Hukumnya Petrus Bala Pattyona, Hendrikus Hali Atagoran  dan Fransiskus Xaverius B.N ke DKPP tanggal 28 Juli 2015.

Siaran Pers yang dikirim Petrus Bala Pattyona melalui email ke redaksi NTTsatu.com dan diteirma, Senin, 03 Agustus 2015 menyebutkan, laporan itu atas kejadian yang dilakukan tangga 2 Mei 2014 bertempat di kantor Bawaslu NTT di Kupang.

Materi yang dilaporkan Honinmg melaui kuasa hukumnya adalah perbuatan yang dilakukan Nelce yang tanpa hak dan wewenang serta melampaui tupoksinya membuat  tanggapan atas laporan fiktif yang dilakukan oleh DPD PDIP NTT yang berkonsekuensi bahwa atas Surat Tanggapan Terlapor I dan Terlapor II dijadikan dasar oleh DPP PDIP untuk melakukan pemecatan dan pergantian antar waktu terhadap Honing Sanny dari keanggotaan PDIP oleh DPP PDIP dengan tuduhan bahwa Pelapor/Pengadu melakukan penggelembungan suara, padahal selama proses rekapitulasi pada semua tingkatan (dari TPS, PPK, KPU tiap Kabupaten dan KPU Propinsi NTT tidak pernah ada keberatan dari Para Saksi, KPU dan Para Caleg).

Merka melaporkan hal itu karena Nelce dinilai telah melanggar  Pasal 75 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang     Penyelenggara Pemilu

Saksi-saksi yang dihadirkan untuk mendukung laporan itu adalah: Remigius Nong nberalamat di Ratisomba, RT 026/RW 009 Kel. Wuring, Kec. Alok Barat  Kabupaten Sikka – NTT,: Albertus Vinsensius, S. Pi

Beralamat di  Jl. Timor Raya, RT 001/RW 001, Kelurahan Kelapa Lima  Kec. Kelapa Lima, Kota Kupang.

Petrus menguraikan, pemilu Legislatif yang dilaksanakan pada tanggal  9 April 2014 di Provinsi Nusa Tengggara Timur khususnya Daerah Pemilihan 1 (Flores, Lembata, Alor) berlangsung aman. Rekapitulasi suara dari tinggkat TPS, PPS, PPK, dan KPUD Kabupaten/Kota serta KPU Provinsi dilakukan tanpa ada protes dari saksi-saksi PDIP maupun dari Saksi-saksi Para Caleg atau Para Caleg pada semua tingkatan penyelenggara Pemilu.

Muncul persoalan ketika pleno di KPU Provinsi. Dimana perolehan suara Sdr Honing Sanny Caleg PDIP nomor urut 6 (Perolehan Suara sebanyak: 49.287 suara) lebih banyak dibandingkan Sdr. Andreas Hugo Pareira (Perolehan Suara sebanyak 49.089) Caleg PDIP Nomor urut 1. Selisih suara sebesar 198 suara.

Perbedaan suara berdasarkan rekapitulasi KPU ini sebagai dasar KPU menetapkan saudara Honing Sanny sebagai Calon Terpilih sebagai Anggota DPR-RI periode 2014 – 2019 dengan Surat Penetapan Nomor: 416/KPTS/KPU/2014 tanggal 9 Mei 2014. Surat Penetapan KPU ini diperkuat dengan Petikan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92/P Tahun 2014 tentang Penetapan Honing Sanny, Anggota DPR dalam keanggotaan Majelis Permusyawatan Rakyat Masa Jabatan Tahun 2014 – 2019.

Atas dasar perbedaan data perolehan suara antara KPU dan Dewan Pimpinan Daerah PDIP Propinsi NTT, DPD PDIP melalui Surat Nomor: 0850/EX/DPD-NTT/IV/2014, Nomor : 0851/EX/DPD-NTT/IV/2014, Nomor : 0852/EX/DPD-NTT/2014 mengajukan Keberatan Hasil Pleno Pemilu Legislatif 2014 di Nusa Tenggara Timur kepada Bawaslu Provinsi NTT.

Berdasarkan bukti-bukti palsu dan keberatan yang tidak berdasar yang diajukan oleh DPD PDIP NTT, Bawaslu Provinsi mengeluarkan Rekomendasi yang menurut kami melampaui tugas dan wewenang seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 75 ayat 1 huruf a point 7, 8, 9, 10, huruf d, e, h, i, dan ayat 2 huruf a dan b.

Adapun dalam Surat Nomor: 210/Bawaslu-Prov/V/2014 tersebut, salah satu point (terlampir) Bawaslu memberikan kewenangan kepada partai untuk melakukan penyelesaian internal. Dasar surat itu kemudian digunakan oleh DPP PDIP untuk membuat keputusan politik yakni: Melakukan Pemecatan terhadap Sdr. Honing Sanny dengan tuduhan melakukan penggelembungan suara sehingga perolehan suara Pelapor/Pengadu sebanyak 49.089 lebih banyak dari Caleg No. Urut 1 – Andreas Hugo Pareira sebanyak 49.089 (selisihnya 198 suara) dan mengusulkan Pergantian Antar Waktu (PAW) ke Pimpinan DPR RI.

Atas dasar Rekomendasi Bawaslu Provinsi di atas, DPP PDIP kemudian membuat keputusan bahwa Sdr. Honing Sanny harus mundur karena melakukan penggelembungan suara dan memberikan kursi kepada Sdr. Andreas Hugo Pareira (Caleg Nomor 1 Dapil NTT-1).

Padahal penghitungan KPU  pada semua tingkatan sebagai Penyelenggara Pemilu tidak pernah menemukan adanya kecurangan dalam pemilihan legislatif yang dilakukan oleh saudara Honing Sanny atau tim suksesnya atau oleh KPU pada semua tingkatan perhitungan suara. Hal ini diperkuat dengan keputusan KPU No.416/KPTS/KPU/2014 tanggal 9 Mei 2014.

Bahwa Rekomendasi dari Bawaslu juga digunakan oleh DPP PDIP untuk menggagalkan Hasil Rekapitulasi KPU dan memakai Rekomendasi Bawaslu NTT sebagai dasar untuk memecat dan mendesak Sdr. Honing Sanny agar menyatakan mengundurkan diri sebagai Calon Terpilih. Karena permintaan tersebut ditolak maka Sdr. Honing Sanny dipecat dari Keanggotaan Partai PDIP.

Konsekuensinya sekalipun masih sebagai Anggota DPR karena masih melakukan upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 yaitu melakukan Gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdaftar dengan No. 229/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel tanggal 13 April 2015 (terlampir) sehingga saat ini Pengadu/Pelapor tidak memiliki fraksi dan komisi. (iki/bp)

=======

Foto: Petrus Bala Pattyona

Komentar ANDA?