Izin Universitas PGRI NTT Dicabut, Padma Sebut Terjadi Pelanggaran HAM

0
678
Foto: Koordinator Padma Indonesia Gabriel Sola (paling kanan) bersama Kepala Divisi Hukum Padma Indonesia Paulus Gregorius Kune (paling kiri) pose bersama di Ruang Pengaduan Kantor Komnas HAM RI, Selasa (28/11), usai menyerahkan surat atas kemelut yang sedang terjadi pada Universitas PGRI NTT Kupang

NTTsatu.com – MAUMERE – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi H. Muhammad Nasir telah mencabut izin Pendirian dan Izin Pembukaan Program Studi pada Universitas PGRI NTT di Kupang. Nasib dan masa depan ribuan mahasiswa pun  semakin tidak jelas. Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia menyebut telah terjadi pelanggaran atas hak azasi manusia (HAM).

Melalui siaran pers yang diterima media ini, Rabu (29/11), Padma Indonesia selaku kuasa hukum, telah melayangkan surat kepada Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI, Selasa (28/11).

Kepala Divisi Hukum Padma Indonesia Paulus Gregorius Kune meminta Ombudsman RI untuk segera memanggil Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi guna mempertanggungjawabkan pengabaian hak atas pendidikan bahkan terjadinya pelanggaran HAM atas pendidikan yang menyebabkan tidak adanya kepastian masa depan ribuan mahasiwa Universitas PGRI NTT.
“Kami sudah membuat surat kepada Komnas HAM. Kami antar sendiri ke Kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Menteng. Kami meminta Ombudsman segera memanggil Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir,” ungkap Paulus Gregorius Kune.

Dia pun menguraikan alasan Padma Indonesia menyebutkan adanya pengabaian hak atas pendidikan yang dilakukan Muhammad Nasir. Bahwa sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan surat keputusan Nomor 89/D/O/1999 tentang pemberian status terdaftar pada 12 program studi untuk jenjang pendidikan program Strata 1 di lingkungan Universitas PGRI NTT di Kupang.

Dalam keputusan tersebut, Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI NTT (YPLP PT PGRI NTT) secara sah disebut sebagai penyelenggara Universitas PGRI NTT. Dan keputusan itu telah memberikan izin operasional kepada YPLP PT PGRI NTT untuk menjalankan aktifitas perkuliahan. Selama ini Universitas PGRI NTT telah menghasilkan ribuan produk ijazah alumni.

Selanjutnya, untuk mewujudkan kepastian hukum terkait legalitas badan penyelenggara Universitas PGRI NTT, pada 23 Oktober 2015 Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah bersurat secara resmi kepada Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VIII Denpasar dengan perihal penegasan badan hukum penyelenggara Universitas PGRI NTT.

“Karena itu kami menyayangkan tindakan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mencabut izin pendirian dan izin pembukaan program studi Universitas PGRI yang diselenggarakan YPLP PT PGRI NTT. Ini berdampak pada nasib ribuan mahasiswa, ribuan generasi muda NTT, anak bangsa yang tengah dan telah mengikuti pendidikan pada lembaga tersebut pada kondisi yang tidak pasti,” tegasnya.

Keputusan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah merugikan ribuan mahasiswa Universitas PGRI NTT yang sedang dan masih melakukan akfititfas perkuliahan di bawah naungan YPLP PT PGRI NTT. Keputusan tersebut telah menciptakan polemik di tubuh Universitas PGRI NTT yang sampai saat ini tidak ada kepastian.

Padma Indonesia menduga  Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah dengan sewenang-wenang menggunakan jabatannya melakukan maladministrasi yang berdampak pada ketidakjelasan nasib ribuan mahasiswa Universitas PGRI NTT. Bahkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidian Tinggi diduga telah mengabaikan hak atas pendidikan bagi anak bangsa bahkan telah melakukan pelanggaran HAM. (vic)

Komentar ANDA?