Jaksa Beri Petunjuk ke Penyidik Polda NTT Agar Periksa Bupati Lembata Terkait Kasus Awololong

0
1839

NTTsatu.com — KUPANG —  Penyidik tindak pidana korupsi Polda NTT telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Silvester Samun, SH selaku pejabat pembuat komitmen, Abraham Yehezkibel Tsazaro L, SE selaku kontraktor pelaksana, Middo Arrianto Boru, ST selaku konsultan perencana, konsultan pengawas, dan membantu dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan proyek wisata jeti apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata.

Proyek mangkrak bukan kehendak masyarakat Lembata itu merugikan keuangan negara senilai 1,4 miliar lebih. Meski demikian, ketiga tersangka belum ditahan polisi. Alasannya, mereka (tersangka) akan ditahan apabila berkas perkara telah dinyatakan lengkap. Terkini, penyidik sedang melakukan pemenuhan prapenuntutan (P19) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Rabu, 23 Juni 2021, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati – NTT) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendrik Tip dan Nurcholish menerima perwakilan Aliansi Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera – Kupang) di ruang PTSP sekitar jam 09:00 WITA.

Dalam kesempatan itu, Kejati NTT dan Amppera membahas tentang progres penanganan kasus dugaan korupsi proyek wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata.

Diawal pembicaraan, terkait kasus Jeti Awololong, jaksa Nurcholish menjelaskan bahwa jaksa itu menerima perkara dari penyidik kepolisian. Berkas yang kami teliti itu syarat formil dan materil.

“Terkait kasus yang disampaikan (kasus Awololong), jaksa peneliti melihat fakta-fakta yang ada, walaupun banyak orang, kita melihat peranannya apa, kemudian niat jahat terhadap itu apa, posisi sekarang kita telah memberi petunjuk terkait ada fakta-fakta yang harus digali,” tuturnya.

JPU Hendrik Tip mengatakan, berkas perkara kasus Awololong masih di penyidik Tipidkor untuk dilengkapi. Ia melanjutkan, salah satu petunjuk adalah untuk memeriksa Bupati Lembata.

” Supaya jelas persoalannya, periksa Pak bupati, kita beri petunjuk periksa Pak Bupati, melakukan pendalaman dari aspek perencanaan anggaran sampai dengan eksekusi angggaran, kira-kira seperti apa?,” ucap Hendrik.

Lalu, ia meminta penyidik untuk membuktikan unsur perbuatan melawan hukum, niat jahatnya Si Middo (konsultan perencanaan), niat jahatnya PPK (Silvester Samun, SH).

Ia menyebutkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan penyidik terkait perkembangan kasus Awololong, teman-teman penyidik masih berupaya untuk melengkapi. Pada prinsipnya, niat jahat, perbuatan melawan hukum, dan alat bukti yang cukup.

Hendrik Tip mengatakan, penyidik harus dalami keterangan Bupati Lembata dari awal sampai akhir agar tidak terjadi bolak-balik berkas perkara,” tambahnya.

Mengapa Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur Harus Diperiksa Polda NTT Terkait Kasus Korupsi Awololong?

Sebab, proyek wisata itu muncul dalam
Perbup nomor 41 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Penjabaran APBD Kabupaten Lembata Tahun 2018.

“Dokumen Perbup tersebut di atas telah diperoleh Amppera Kupang,” kata Emanuel Boli, Koordinator Umum Amppera.

Bupati Lembata, Yentji Sunur harus diperiksa Polda NTT agar tidak menimbulkan polemik, tuduhan miring, spekulasi, atau kecurigaan publik bahwa Polda NTT sudah “masuk angin” serta mosi tidak percaya publik kepada institusi Polri,” tandas Emanuel Boli, mantan aktivis PMKRI Kupang.

Sebelumnya, pengacara dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hariz Azhar angkat bicara soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan destinasi wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merugikan keuangan negara sekitar 1,4 miliar berdasarkan hasil audit BPKP NTT.

“Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan ‘kenikmatan’ . Di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu,” ucapnya Rabu (20/01/2021) kepada Emanuel Boli, via telepon seluler. Ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik, kata dia, semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan,” kata dia.

Haris menambahkan, biasanya, tersangka kasus korupsi itu ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari 2 (dua) tahun, normalnya ditahan. Ia menduga ada yang aneh di pihak kepolisian.

Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan dalam keterangan pers, Senin (21/12/2020) mengatakan, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini (proyek wisata jeti apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata) menelan anggaran Rp6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp 6.892.900.000.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.

“Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka,” katanya.

Belum lama ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirrkrimsus) Polda NTT, Kombes Pol. Yohanes, S.Sos., S.I.K mengatakan, penyidik Polri dalam menangani setiap penegakan hukum kasus-kasus korupsi dengan hati-hati dan secara profesional.

Untuk diketahui, para tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (*)

========
Sumber: Hasil audiensi Amppera dan Kejaksaan Tinggi NTT

Komentar ANDA?