Oleh: Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel
Tindakan penutupan akses menuju SMA SKO SMARD Lewoleba, Lembata oleh Ibrahim Begu pada Minggu, 19 Februari 2023 adalah tindakan yang patut disesalkan.
Pertama, bahwa ada sengketa kepemilikan tanah yang di atasnya telah berdiri SMA SKO SMARD, Lewoleba, Lembata, itu hal yang perlu diletakkan secara tepat dalam proses penyelesaiannya. Para pihak tidak boleh kalap mata lalu hilang logika, hingga brutal bertindak di ruang publik.
Yayasan Koker Niko Bekker sebagai pemilik sah tanah itu saat ini, semestinya telah membeli tanah ini atas dasar kepemilikan yang legal. Adalah keliru besar kalau Yayasan Koker Niko Beeker membeli tanah ini tanpa sertifikat.
Bahwa di balik dokumen legal sebelum pindah tangan ke Yayasan Koker Niko Bekker masih ada persoalan, itu urusan rumah tangga yang mestinya sudah diributkan jauh sebelum ini dengan pemilik sah di atas dokumen sertifikat atas nama Bibiana Kidi.
Kedua, kalau saja hal ini dilakukan oleh oknum tak berpendidikan, bolehlah kita perlu duduk bersama melakukan pendekatan, memberi pemahaman secara sangat pelan dan bijaksana supaya yang bersangkutan menyadari kekhilafannya telah melakukan hal yang tidak pada tempatnya itu.
Tapi kalau hal ini dilakukan oleh orang berpendidikan dan nota bene pejabat publik di tanah Lembata, ini persoalan serius yang perlu ditanggapi serius pula.
Penjabat Bupati Lembata sebagai orangtuanya orang Lembata saat ini perlu hadir untuk memberi ketenangan kepada para warganya, terutama anak cucu yang tengah belajar di tempat ini.
Pengalaman anak muda bahwa akses jalan menuju sekolah mereka ditutup dan mereka harus berjalan melalui jalan lain menuju ruang belajar itu catatan memori yang kurang baik. Catatan pengalaman traumatik bagi pendidikan Lembata.
Bagi Ibrahim Begu, mungkin ini peristiwa kecil karena ketidaktahuannya, tapi sesungguhnya ini adalah peristiwa traumatik bagi pendidikan Lembata. Bagi generasi muda seusia SMA, terlalu dinilah bagi mereka untuk tahu tentang berbagai persoalan pelik di balik proses belajar mengajar mereka.
Biarkan para siswa mengenyam pendidikannya tanpa tahu terlalu banyak persoalan di balik gedung dan tanah sekolah mereka. Janganlah kita membuat mereka dewasa terlalu cepat dalam hal-hal yang tidak semestinya. Demikian pun guru-guru, biarkan mereka menjalankan tugasnya dengan baik meski dalam segala keterbatasan. Bukankah kita perlu bantu mereka?
Ketiga, peristiwa ini dengan segala efeknya telah memberi kesan bahwa SMA SKO SMARD Lewoleba Lembata sedang bermasalah berat. Padahal, yang bermasalah adalah orang-orang yang tidak ada kaitan dengan lembaga pendidikan ini.
Sekolah ini secara legal formal tidak memiliki masalah apa pun. Ijin operasional yang diberikan oleh pihak berwenang tetap berlaku hingga hari ini.
Maka, kalau saja Bapak Kepala Dinas Propinsi NTT mendengar peristiwa ini, janganlah tinggal diam karena wibawa lembaga pendidikan sedang tercoreng. Bapak Penjabat Bupati yang ada tidak jauh dari lokasi, tolonglah tegakkan wibawa otoritas pemerintah daerah demi pendidikan anak lewo tanah.
Proses negosiasi itu baik dan penting, tapi itu bukan prioritas karena situasi ini tidak dibuat oleh orang yang tidak mengerti bahkan oleh publik figur wakil rakyat Lembata.
========
Penulis adalah Dosen Antropologi Universitas Brawijaya Malang