NTTsatu.com – WAINGAPU – Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi menggelar aksi demo damai di kantor Bupati Sumba Timur di Waingapu, Rabu, 13 Desember lalu. Aksi ini sebagai bentuk perlawan terhadap tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh PT. MSM (Muria Sumba Manis) karena tidak menghargai masyarakat hukum adat yang selama ini menguasai tanah yang kini dijadikan lahan perkebunan tebu dengan luas 19.000 ha.
Siaran pers yang dikirim aktivis Wahli NTT, Domnikus Karangora kepada media ini, Jumat, 15 Desember 2017 menyebutkan, aksi masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi yang terdiri dari masyarakat desa Watu Hadang, Umalulu, Kayuri, Tamburi, Rindi, Hanggaroru, dan dari masing-masing suku; Watuwaya, Muru Uma, Marapeti, Palimalamba, Menggit, Parainabakal, Kamandalorang, Rurara, Wikki, dan Matalu, kembali menegaskan posisi mereka di mata hukum sesuai kontitusi.
Aksi damai ini juga dilakukan untuk mempertanyakan sikap Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Sumba Timur terkait berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat.
Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup telah mengatur berbagai kemungkinan-kemunginan yang terjadi dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam baik oleh pemerintah dan korporasi (perusahaan) sehingga dapat meminalisir kerusakan lingkungan. Aktivitas yang dilakukan PT. MSM dengan mebuka lahan tebu justru berdampak pada kerusakan lingkungan karena tebu merupakan jenis tanaman yang rakus air sehingga dapat mengakibatkan kekeringan yang berkepanjangan.
Tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh PT. MSM mengakibatkan keresahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Berikut adalah tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh PT. MSM:
Pertama: PT. MSM telah melanggar Perda No 12 tahun 2010 Kabupaten Sumba Timur yang menetapkan kawasan Umalulu dan Rindi adalah kawasan penggebalaan ternak pertanian
Kedua: PT. MSM secara nyata melakukan pelanggaran HAM dan Hak Masyarakat Adat Watuwaya, Muru Uma, Marapeti, Plaimalamba, Menggit, Parainabakal, Kamandalorang, Rurara, Wiki dan Matalu) dimana telah terjadi permapasan tanah Ulayat yang mengakibatkan rusaknya tempat Sembahyang (Pahomba) nenek moyang masyarakat.
Ketiga: PT. MSM tetap melakukan aktivitas walaupun dalam proses pembebasan lahan, masyarakat hokum adat yang selama ini menguasai tanah tersebut tidak perna menyerahkan tanahnya kepada PT. MSM.
Keempat: PT. MSM tetap melakukan aktivitas walaupun penyerahan tanah tersebut dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak memiliki hak penguasaan terhadap tanah tersebut.
Kelima: PT. MSM tetap melakukan aktivitasnya walaupun tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU) berdasarkan PP No.
Keenam: PT. MSM tetap melakukan aktivitasnya walaupun hanya mengantongi izin pemanfaatan dari Pemda Sumba Timur terkait investasi.
Ketujuh: PT. MSM atau pun Pemda Sumba Timur tidak memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat terkait batas-batas tanah yang dimiliki oleh PT. MSM.
Kedelapan: PT. MSM terus melakukan aktivitas dengan berlandaskan pada rekomendasi Bupati Sumba Timur dinilai catat hukum oleh Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi karena penyerahan tanah ulayat masyarakat dilakukan secara sepihak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sehingga Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi mempertanyakan kebijakan ini.
Terhadapi hal itu, Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi dengan tegas menolak penyerahan tanah ulayat mereka kepada pemerintah Kabupaten Sumba Timur (Bupati, Camat, Kepala Desa) kepada PT. MSM.
Mereka juga menolak keras penyerahan tanah secara sepihak oleh Bapak Oemboe Nggikoe kepada pemerintah karena tidak melalui prosedur adat dan hukum. Bahwa lokasi tersebut adalah padang penggembalaan yang masih dipakai sampai saat ini untuk menggembalakan ternak.
Sebagai masyarakat yang taat pada undang-undang dan pancasila maka kami menilai bahwa tindakan pemda Sumba Timur kami anggap sebagai tindakan yang cacat hukum karena membangkitkan kembali Swapraja yang adalah bentukan kolonialis belanda dan menyebabkan lahirnya Noe Kolonialisme.
Mereka juga mendesak Bupati Gidion Mbilijora membatalkan rekomendasi/izin lokasi yang diberikan kepada PT. MSM dan menghentikan
segala aktivitas perusahaan.
Mereka juga menolak segala bentuk aktivitas perusahaan yang melanggar hak asasi manusia
Meminta pemerintah untuk melindungi masyarakat adat sesuai amanah konstitusi NKRI
Koordinator Walhi Wilayah Sumba, Petrus Ndamung selaku menganggap gerakan Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi ini merupakan gerakan yang wajar dan perlu diapresiasi bahwa ternyata masyarakat dua Kecamatan ini masih peduli dan merasa hak mereka dilanggar oleh Pihak Pemda Sumba Timur dan PT. MSM sehingga mereka perlu menyuarakannya. Sikap masyarakat di dua Kecamatan ini harus menjadi perhatian baik oleh pihak Pemda Sumba Timur, DPRD Kabupaten Sumba Timur, Kepolisian, Kejaksaan maupun PT. MSM sendiri. (bp)