Jika Rokok Naik Rp 50 Ribu, 6,2 juta Petani Tembakau Kena Imbas

0
397
Foto: Petani tembakau akan kena imbas jika harga rokok dinaikkan (ist)

NTTsatu.com – Hasil survei Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany meresahkan banyak pihak yang dimunculi isu harga rokok naik jadi Rp 50 ribu.

DPR RI pun merespons survei itu dengan mempercepat proses pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang intinya melindungi dan menyejahterakan para petani tembakau dan cengkih di seluruh Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI M Misbakhun mengatakan, survei kenaikan rokok Rp 50 ribu untuk memuaskan kepentingan asing. Karena itu, politisi Partai Golkar itu meminta pemerintah berhati-hati dan pertimbangkan betul sebelum mengambil kebijakan tentang menaikkan harga rokok.

“Dampak dari kenaikan rokok Rp 50 ribu sangat luas. Yang sangat nyata akan dirasakan 6,2 juta petani tembakau,” kata Misbakhun.

Misbakhun lebih jauh mengatakan, selama ini kontribusi rokok pada negara sangat besar yaitu Rp 145 triliun. Jumlah itu jauh lebih besar dari kontribusi ratusan BUMN yang hanya Rp 30 triliun.

“Jadi pemerintah harus bijaksana karena rokok itu menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.

Sementara itu, Politisi Gerindra Heri Gunawan menilai isu kenaikan rokok Rp 50 ribu hanya gonjang-ganjing politik yang dilakukan sekelompok orang yang didanai asing. Karena itu, pemerintah jangan sembrono dan gegabah dalam merespons hasil survei UI yang jelas-jelas dibiayai asing.

Heri melihat dampak yang sangat besar dari menaikkan harga rokok yakni makin banyaknya rokok ilegal yang beredar.

Saat ini saja, kata dia, peredaran rokok ilegal sudah mencapai 11 persen dan itu sudah merugikan negara dan petani. Pabrikan rokok kita dulu mencapai 4.600 -an, tapi kini tinggal 700-an. Selalu berkurang karena kebijakan pemerintah yang memihak asing.

“Jadi, Gerindra akan menolak kalau pemerintah menaikkan harga rokok hanya berdasarkan survei yang melayani kepentingan asing,” katanya.

Sementara itu, Pimpinan Pergerakan Perlawanan Petani Tembakau dari LIPI Mohamad Sobary menegaskan dirinya akan terus melakukan perlawanan untuk membela petani tembakau. “Sejak BJ Habibie sudah ada lobi-lobi asing soal rokok ini dan diakomodasi dengan menerbitkan Keppres. Tapi, ketika Gus Dur menjadi Presiden RI, Keppres itu ditunda pemberlakuannya untuk membela petani tembakau,” katanya.

Hanya saja, kata dia, Keppres itu kemudian kembali dibelakukan oleh Megawati Soekarnoputri dan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mencabut Keppres tersebut.

“SBY jelas mencabut Keppres itu untuk kepentingan AS sebagai negara keduanya (my second country),” jelas Sobary.

Yang pasti semua aturan soal rokok, kata Sobary, bertujuan untuk membunuh petani tembakau. Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamudji mengatakan isu rokok menjadi pukulan terhadap bangsa ini khususnya bagi petani di 14 provinsi.

Karena itu, semua petani menolak kenaikan itu karena akan menghancurkan petani tembakau. “Padahal, rokok ini penyumbang terbesar pada APBN, APBD dan masyarakat. Jadi, harus ada kejelasan keberpihakan negara kepada petani melalui UU, dan menaikkan cukai dari 2 persen menjadi 20 persen untuk kepentingan pemberdayaan petani,” katanya. (merdeka.com)

Komentar ANDA?