Oleh : Thomas Ataladjar
KETIGA sosok di atas, cukup saya kenal. Julius Caesar saat di seminari San Dominggo-Hokeng lewat bukunya “De Bello Gallico”. Joko Widodo, menulis sambutan dalam tiga buah buku Sejarah Jakarta yang saya tulis.”Si Jagur, Legenda dan Kisah Sejarahnya”; “Sunda Kelapa The Widely Renowned Port- Sunda Kelapa Bandar Yang Mendunia”; dan “Footsteps of Wordly Famous Navigators In Both The Archipelago and Batavia”, Jejak Navigator Kondang Dunia di Nusantara dan Batavia”. Dan Vidi Making, lewat sebuah wawancara video call tanggal 29 April 2021 pukul 21.00 WIB hingga pukul 22.01 WIB, setelah fotonya dan berita tentangnya viral di medsos, sedang mencegat Presiden Joko Widodo, sembari menyerahkan sebuah “Surat Cinta” di penggalan jalanan berlubang jalur Waipukang- Amakaka.
Saat nama dan foto Vidi Making viral di medsos, spontan muncul sejumlah pertanyaan di benak saya. Siapa dan mengapa namanya dipanggil Vidi? Apa kaitan namanya dengan slogan terkenal Julius Caesar “Veni Vidi Vici”? Apa dan siapa yang mendorongnya menulis surat buat presiden ini? Diketik atau tulis tangan? Kapan ditulis dan dimana? Berapa halaman kertas yang dipakai? Apakah kedua orang tuanya tau akan hal ini ? Apa isi surat yang dibuatnya buat Presiden Jokowi. Apakah ia menulisnya sendiri ataukah ada yang menyuruh atau mempengaruhinya? Apakah yang dilakukan Vidi ini “By Desain” atau ada siluman di belakangnya? Bagaimana ia merancang cara untuk menyampaikan surat itu langsung ke tangan presiden? Bukankan mobil kepresidenan akan melaju mulus di jalanan Waipukang-Amakaka yang dipoles dadakan hanya semalam?. Apa harapan utamanya kepada Presiden Jokowi sehubungan dengan surat cintanya tersebut? Apakah Presiden Joko Widodo akan serius menanggapi surat ini dan menindaklanjutinya. Apakah surat anak kampung Kolontobo yang bikin geger ini, lantas tidak menjadi bumerang bagi dirinya oleh pihak tertentu yang berupaya mengkambinghitamkan dirinya? Vidi terlihat sepintas, sebagai anak pemberani yang cerdas dan rada nekat, apa buktinya? Itulah sederet pertanyaan yang juga diajukan langsung kepada Vidi dalam wawancara video call selama sejam serta rentetan pertanyaan ikutan lainnya.
Vidi Making dan Julius Caesar
Saat di Seminari San Dominggo Hokeng dulu, kami siswa wajib membaca dua buku pelajaran wajib berbahasa Latin. Pertama berjudul “De Viris Illustribus” artinya On Illustrious Man atau “Perihal Tokoh-Tokoh Terkemuka”, ditulis pada abad ke 4 oleh imam, teolog dan sejarawan pastor Hironimus dari Gereja Latin. (392-393 M). Buku kedua berjudul “De Bello Gallico” (Bellum Gallicum) atau “Perang Galia” yang merupakan pengalaman langsung jenderal Julius Caesar selama perang Galia. Buku yang ditulis Julius Caesar 58 SM-49 SM, ini menceriterakan pertempuran dan intrik yang ia hadapi, saat bertempur melawan suku-suku bangsa Jermanik dan Keltik di Galia selama 9 tahun.
Karya ini merupakan karya penting dalam sastra Latin dan menjadi andalan dalam pengajaran bahasa Latin, karena merupakan karya prosa yang sederhana. Karya ini dimulai dengan kalimat ”Gallia est omnis divisa in partes tres” yang berarti Gallia adalah suatu keseluruhan yang terbagi menjadi tiga. Buku ini terdiri dari 8 bab. Bab 8 ditulis oleh Aulus setetelah Julius Caesar wafat.
Gaius Yulius Caesar (100 SM- 44 SM) merupakan salah satu pemimpin Romawi terkenal di mata dunia. Seorang jenderal perang yang gagah berani dan ambisius. Sejak muda, kemampuan pemuda Caesar ini begitu komplit. Julius Caesar pernah menjadi gubernur di tiga provinsi yakni Cisalpine Gaul di utara Italia; Illyricum, di pantai Yugoslavia dan Narbanese Gaul, di pantai Perancis. Sebagai jenderal terbaik yang pernah dimiliki oleh kekaiseran Romawi, ia memperluas wilayah kekuasaan Romawi sejak Gallia Comata hingga Oceanus Atlanticus dan serangan ke Britania. Di bawah kepemimpinan Julius Caesar, Romawi berhasil menguasai hampir setengah Eropa.
Caesar adalah pemimpin politik Romawi terbesar dalam sejarah, seorang politikus kawakan dan sejarawan ulung, piawai berpidato dan mahir memimpin pasukan militer. Ia berani merubah sistem pemerintahan Romawi dari republik menjadi kekaiseran. Karena menurutnya Senat Romawi waktu itu sangat korup, dan kerjanya hanya saling sikat-sikut berebut kekuasaan, sehingga tak bisa atur negara .
Ia bukan pemimpin yang kejam yang suka menindas dan memeras rakyatnya. Ia pemimpin yang baik hingga akhir hidupnya. Ia mengganti semua senat yang korup. Ia berhasil kurangi pengangguran dengan memberi pekerjaan kepada kaum miskin. Ia melunasi utang kekaiseran dan menaikan standar hidup orang Romawi. Ia mendistribusikan tanah pada rakyat kelas bawah, bahkan membagikan sebahagian hartanya untuk rakyatnya.
Pencetus tahun kabisat dan mantan kekasih Cleopatra dari Mesir ini, populer dengan mottonya yang terkenal sejagat “Veni Vidi Vici”, saya datang, saya lihat, saya menang (menaklukan). Motto frasa dalam bahasa Latin ini ditulis oleh Julius Caesar pada 47 SM dalam pesannya kepada Senat Romawi mengabarkan kemenangannya yang telak atas Pharnaces II dari Pontus dalam pertempuran Zela lewat strategi dan taktik perang yang jitu.
Lantas apa hubungan Julius Caesar dengan Vidi Making ? Vidi Making adalah anak kampung Lembata, lahir di Todanara 17 Mei 2005. Nama lengkapnya Fredinandus Sili Making. Anak ketiga dan putra satu-satunya pasangan Laurentius Luwu Tedemaking dan Ibu Natburga Nue Matarau. Nama panggilannya VIDI. Ia memiliki dua kakak perempuan, Yohana Fransiska M.Beribin, disapa RIKA dan Lidya Maria F.Gelalang, dipanggil VENI. Dua adiknya juga wanita yakni Vincencia T.Tedemaking, disapa VICI dan Yosephina Ema Lawe, dipanggil INDAH. Dengan demikian anak kedua, ketiga dan keempat keluarga ini, menyandang nama panggilan dari slogan terkenal Julius Caesar “Veni-Vidi-Vici, Saya Datang, Lihat dan Saya Menang (menaklukan).
Vidi memulai pendidikan di TK-TKK Todanara serta SD-SDI Todanara hingga klas 5 semester 1 lalu pindah ke SDI Ohe hingga lulus kemudian masuk ke SMPN I Ile Ape di Kolontobo dan tamat tahun 2021. Cita-citanya hanya ingin menjadi insan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. “Sebagai anak muda saya berharap, semoga semua kaum muda antusias, peduli dan ikut terlibat ambil bagian dalam turut memecahkan masalah yang dihadapi bangsa. Dan semoga kegiatan musyawarah juga bisa melibatkan anak-anak remaja seumuran kami” tegas Vidi.
Vidi tidak hanya cerdas di sekolah. Seabreg kegiatan di luar sekolah pun digelutinya. Ia aktif di organisasi Pramuka Sekolah. Ia juga jadi ketua di Organisasi THS/THM Stasi. Juga karetaker di COPA (Komunitas Anak Kampung). Vidi juga menjabat sebagai sekretaris di GEMPAR (Gerakan Muda Peduli Alam Raya) Kolontobo. Vidi juga aktif di Komunitas Pencinta Alam Lembata dan aktif di kegiatan Seni Teater SUARA LEMBATA.
Dengan bejibun kegiatan di luar sekolah yang dilakoninya, jelas Vidi terbilang anak yang aktif, cerdas, peduli, mandiri, dan berjiwa pemimpin. Bukan biasa-biasa saja. Termasuk tindakan tidak biasanya, nekat menyampari Presiden Jokowi, memberikan sepucuk surat berisi pesan berharga bagi Lembata. Segala pengalamannya di kepramukaan, THS-THM, Gempar, Copa, Grup Pencinta Alam dan Teater, telah membentuk karakternya sebagai anak muda yang terdidik otak, terdidik watak dan terdidik mentalnya.
Surat Yang Tak Bisa Disuarakan di Balik Eforia Menyambut RI -1
Setelah urung datang ke Lembata di peringatan Harnus tahun 2016 silam, Presiden Joko Widodo akhirnya datang juga ke Lembata. Ia hadir ke tengah masyarakat Lembata yang tengah berduka dan berbelasungkawa, akibat bencana banjir bandang, tanah longsor dan gelombang laut yang merenggut begitu banyak korban.
Eforia menyambut kedatangan RI 1 bikin semua pada sibuk. Jalur jalan Waipukang-Amakaka yang rusak berlubang dan berdebu, dalam waktu semalam mendadak rata mulus. Bak Bandung Bondowoso, yang mampu mendirikan Candi Sewu atas permintaan puteri Loro Jonggrang hanya dalam waktu semalam, walau berakibat fatal baginya, lantaran dikutuk jadi patung batu karena berlaku curang terhadap Bandung Bonndowoso. Atau bak Sangkuriang yang mampu bikin perahu dan telaga di puncak gunung atas permintaan Nyai Dayang Sumbi juga hanya dalam waktu semalam. Demikian halnya dengan antrian panjang kendaraan yang biasa ngantri bensin di Jl.Trans Lembata di bilangan Wangatoa-Lamahora, sontak lenyap dalam sekejap.
Saat helikopter meraung di langit Lewoleba dan bandara Wunopito ribuan masyarakat yang telah memadati ruas jalan yang akan dilewati Presiden menuju lokasi bencana di Waowala,Tanjung Batu dan Amakaka. Masyarakat tak sabar ingin melihat dari dekat presiden yang dirindukannya selama puluhan tahun, sejak Indonesia merdeka. Kedatangannya menyedot perhatian publik Lembata yang antusias menjemput sang presiden, yang begitu mencintai rakyatnya termasuk rakyat Lembata, yang tengah dirundung duka. Semua disapa dengan senyum khasnya tanpa pandang bulu. Rasa cintanya dibuktikan langsung tidak saja dengan aneka bantuan yang dibawa serta. Kedatangannya di Lembata menunjukkan negara hadir di kala rakyatnya tengah berduka dan berkabung tertimpa bencana. Di balik senyum dan sapaan kebapakannya yang penuh makna, ia tegaskan bahwa seluruh warga terdampak akan dibantu dengan anggaran APBN (PUPR) untuk rencana relokasi.
Momentum ini digunakan masyarakat dengan berbagai aksi beragam. Ada yang teriak histeris sambil melambaikan tangan. Ada yang sibuk mengambil foto dengan hp dan kamera, langsung diposting ramai-ramai memenuhi halaman FB atau di Wa. Para jurnalis, polisi, tentara dan paspampres tak kalah sibuknya.
Di tengah gegap gempita euphoria menyambut datangnya sang presiden, adalah Vidi Making, seorang anak remaja, siswa SMP. Dengan cara yang berbeda, dalam diam ia merancang sendiri caranya, bagaimana memanfaatkan moment ini, untuk berkomunikasi langsung dengan Presiden Jokowi.
Slogan Julius Caesar “Veni, Vidi, Vici” tersebut di atas, sangat pas menggambarkan suksesnya Vidi Making dalam upayanya ketemu langsung dengan presiden Joko Widodo. Bukan karena menyandang nama panggilan beken dari motto Kaiser Romawi Julius Caesar “Vidi”. Tapi lantaran upayanya menemui langsung Presiden Joko Widodo, dirancangnya sendiri dengan sangat krestif, cerdas, cermat, penuh perhitungan yang matang, termasuk resikonya, tanpa grasa-grusu dan gegabah serta tujuan yang jelas, walau rada nekad, sehingga sempat mengecoh paspampres dalam bilangan detik.
Bagaimana ia merencanakan dan mempersiapkannya? Vidi berkisah : ”Semua yang saya lakukan ini, bermula dari keresahan diri saya sendiri tentang pembangunan di Lembata. Betul saya masih kecil, tapi bukan berarti mata saya buta dan sudah mati rasa terhadap masalah yang terjadi di Lembata. Saya betekad bulat menulis surat, yang harus saya sampaikan sendiri langsung ke tangan Bapak Presiden” tuturnya.
Waktu itu Kamis malam 8 April 2021. Sekitar jam 10 malam saya minta ijin kepada bapak saya, untuk tidur sama Ema (mama) di lantai atas. Di malam yang sepi senyap itu, saya tulis surat itu sendiri tanpa ada yang tahu. Kedua orang tua saya juga tidak tau sama sekali saat saya menulis surat itu. Surat itu saya kasih judul “ Surat Yang Tak Bisa Disuarakan”. Panjangnya 1,5 halaman double folio. Isinya mengungkapkan keresahan hati saya sendiri tentang masalah Lembata seperti, harga BBM yang tinggi, infrastruktur yang buruk, kasus korupsi Awololong yang belum tuntas, pembabatan hutan bakau (mangrove), masalah ketidak adilan pembangunan di Lembata dan lain-lain. Keesokan paginya Jumat 9 April 2021, saya minta tolong adik saya untuk menyalin kembali surat itu di kertas yang lain, karena hurufnya lebih bagus. Setelah selesai disalin, saya masukan ke dalam amplop dan lem itu surat. Setelah itu saya kenakan seragam SMP saya. Kepala saya, saya ikat dengan setangan leher pramuka (hasduk), mirip bendera merah putih. Lalu saya jabat tangan dan minta bensa sama Ema, pamit mau pergi ke Waipukang. Mama mungkin pikir saya ada kegiatan di Sekolah ” imbuhnya.
Lebih lanjut ia berkisah: ” Di tepi jalan Waipukang-Amakaka, saya mencari tempat yang agak sepi, yang jalannya agak rusak berlubang untuk mencegat bapak presiden di situ. Dengan perhitungan jika kendaraan presiden lewat di situ, pasti akan melambat. Maka begitu mobil presiden lewat melambat di tempat itu, saya langsung lompat lari ke samping mobil dan menyerahkan surat itu, yang langsung diterima bapak presiden, sambil bilang ”Bapak tolong baca surat saya”. Presiden Jokowi menerimanya dengan senyum sambil angguk-anggukan kepala, lalu tunjuk tangan tanda terima kasih. Setelah itu saya langsung minggir menghindari paspampres, karena sempat kena tegor. Saya sangat berharap surat saya itu dibaca oleh bapak presiden, lalu bapak presiden menjawabnya dengan memberi solusi agar masalah Lembata bisa teratasi.
Masalah yang saya tulis dalam surat itu semata tentang keluhan rakyat Lembata selama ini. Jadi bukan masalah baru dan tersembunyi. Semua orang di Lembata juga sudah tau, lihat bahkan rasakan sendiri. Masalah BBM yang mahal dan antrian panjang mengisi BBM, orang Lembata tau. Masalah infrastruktur yang buruk, orang Lembata juga tau. Masalah pengrusakan tanaman bakau juga bukan berita omong kosong atau mengada-ada. Apalagi kasus korupsi Awololong, tidak perlu harus saya tanya ke orang lain, tokh?. Semua bisa dibaca di media masa dan medsos tokh, selain kita lihat dan rasakan sendiri di sini” tegasnya.
Khusus kasus Awololong, Vidi rupanya juga sudah banyak membaca di media. Betapa mahasiswa dan kaum muda demo menentang pembangunan Awololong sampai ke depan Istana Merdeka Jakarta, KPK, Mabes Polri. Bahkan Front Mata Mera Makassar dan Amppera di Kupang terus mengawal kasus ini hingga di pengadilan. “Kami tau, karena kami tiap hari aktif membaca, mengkonsumsi media. Maka masalah-masalah itu, tidak asing lagi bagi kami kaum muda.” tegas Vidi.
Kambing Hitam di Balik Surat Yang Tak Bisa Disuarakan
Yang agak sulit di pahami adalah belakangan, muncul kabar tak sedap bahwa ada pihak tertentu merasa tersinggung, gara-gara surat Vidi. Sementara dari pihak Istana, Sekretariat Kabinet maupun Sekneg belum merilis isi surat yang ditulis oleh Vidi Making yang langsung diserahkannya sendiri ke tangan Presiden Joko Widodo tersebut.
Muncul pertanyaan. Mengapa ada pihak yang tiba-tiba kebakaran jenggot oleh sepucuk surat dari anak remaja Lembata untuk presidennya? Bukankah masalah-masalah yang disampaikan Vidi adalah masalah lama yang sudah diketahui umum? Apalagi Vidi sama sekali tidak menyebut atau menuding nama orang tertentu.
Lantas kenapa ada orang yang mendadak seperti tiba-tiba dihantui ketakutan maha hebat dan menganggap surat “anak kecil” ini ibarat sebuah terror?
Bukankah saat Presiden Joko Widodo berada di depan massa membludak di Amakaka, jelas-jelas terdengar masyarakat dengan lantang spontan teriak langsung kepada Presiden Jokowi bahwa di Lembata BBM mahal dan infrastruktur buruk? Apakah teriakan spontan ini juga ada pihak lain yang mengompori, ada pesan sponsor atau by desain ?
Lantas dimana letak kesalahan Vidi ? Atau mungkinkah ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari masalah lain dengan mencari kambing hitam?
Karena kambing hitam adalah orang yang dalam suatu peristiwa sebenarnya tidak bersalah, tapi dipersalahkan atau dijadikan tumpuan kesalahan. Orang yang menanggung kesalahan yang tidak diperbuatnya. Kambing hitam banyak digunakan sebagai metafora, yang merujuk kepada seorang yang dipersalahkan untuk suatu kemalangan, biasanya sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari sebab-sebab yang sesungguhnya.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi siapapun yang berusaha mengkambinghitamkan Vidi atau orang tuanya atau pihak lain sebagai orang di balik tindakan Vidi menulis surat kepada Presiden tersebut.
Suara Cinta Sang Ayah
Tak kurang sang ayah yang adalah seorang guru berstatus ASN, tegas menyatakan tidak pernah tahu menahu anaknya Vidi menulis surat itu. Kepada semua pihak dengan tegas ia memberi klarifikasi terbuka bahwa tidak ada unsur kompromi antara dirinya dan putra satu-satunya Vidi, dalam melahirkan tulisan tersebut. Bahkan isi tulisan itupun tak diketahuinya.
Karena dirinya adalah ASN, maka ada pihak yang mau mengaitkan dan coba memaksakan diri untuk memframing dan menggiring opini, seolah-olah di balik tulisan Vidy Making tersebut, ada figur tertentu yang jadi dalangnya, alias otak di balik tulisan ini. Sungguh sangat disayangkan ada pihak tertentu coba mengkorelasikan antara tulisan Vidi dan bapaknya yang juga seorang ASN di Kabupaten Lembata, tanpa mencari tau lebih jauh siapa Vidi sesungguhnya, sementara sang ayah sendiri justru sampai saat ini tidak tahu apa isi surat itu.
Saking cintanya akan putera satu-satunya Vidi, Sang ayah bahkan dengan keras menegaskan: “Jangan sekali-kali menyentuh anak saya. “Demi Dia” segalanya ku pertaruhkan, termasuk “Nyawaku”. (Korelasi Antara Tulisan Vidi dan ASN-Laurentius,28 April 2021)
Masalah Lembata dan Presiden Jokowi
Maka ribut-ribut mencari kambing hitam di balik peristiwa surat cinta Vidi buat Presidennya itu, kalau itu dianggap sebagai sebuah bencana, mestinya dianggap sebagai “bencana yang bertuah” dan bukan sebaliknya ngotot tanpa dasar mencari kambing hitam, apalagi jika sampai mengintimidasi dan menebar teror bagi remaja Lembata yang kreatif ini.
Ketimbang mencari kambing hitam mending bersama Vidi ikut mencari solusi agar Lembata segera lepas dari aneka masalah yang masih melilitnya, seperti tujuan dan harapan dari Vidi Making.
Tujuan Vidi menulis surat ke presiden, jelas. Bukan sekedar untuk dibaca saja oleh Presiden. Vidi mengharapkan agar setelah membacanya, Presiden Jokowi dapat menindaklanjuti dengan memberikan solusi, bagaimana Lembata bisa keluar dari aneka permasalahan yang masih melilitnya. Itu saja.
Dalam menulis surat ini, Vidi tidak menulis masalah tentang dirinya sendiri. Ia menulis masalah Lembata, dan mengharapkan solusinya dari presiden. Itulah bentuk “perjuangan” dari seorang anak remaja Lembata, yang peduli ikut memikirkan masalah yang mendera nusanya Lembata dan masyarakatnya, yang merupakan bagian dari negara dan bangsa ini.
Bukankah masalah Lembata yang disampaikan oleh Vidi Making kepada Presiden Jokowi untuk dicari solusinya, itu juga bagian dari masalah dasar Lomblen yang telah diperjuangkan semua tokoh pejuang otonomi Lembata sejak dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 untuk membebaskan Lembata dari Kemiskinan, Kemelaratan, Kebodohan, Keterbelakangan dan Keterisolasian? Vidi Making dalam kekecilannya sesungguhnya mengingatkan dan mengajak kita semua masyarakat Lembata, untuk terus memperjuangkan cita-cita perjuangan Rakyat Lembata yakni tercapainya masyarakat Lembata yang beriman, maju, mandiri sejahtera dan aman.
Sementara mereka yang masih mau “main-main”, Presiden Jokowi sendiri telah tegaskan “Kalau masih ada yang main-main, yang gigit saya sendiri, lewat cara saya…..!!!”
Sebagai penulis, saya hanya berharap semoga Vidi Making, suatu saat bisa diundang ke Istana Merdeka atau Istana Bogor, bertatap muka kedua kali dengan Presiden Joko Widodo, untuk ngobrol santai tentang isi surat cintanya buat presidennya demi kemajuan Lembata tercintanya, sambil memperkenalkan diri: ”Saya Fredinandus Sili Tede Making, Tana Tawa Ekan Gere”. ****
*) Thomas Ataladjar, Penulis dan Jurnalis Anak Kampung Lembata, tinggal di Bogor.