NTTsatu.com – Kasus dugaan pungli dalam proyek Prona sertifikasi tanah di desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka harus segera ditangani. Kapolres Sikka diminta tegas dalam penangan kasus ini.
Koordonator Tim Pembela Demokrasi Indonesia ( TPDI) Wilayah NTT, Meridian Dewanta Dado menegaskan hal ini melalui rilianya yang diterima media ini, Senin, 27 Agustus 2018 malam.
Dia menulis, beberapa waktu yang lalu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Maumere, Azman Tanjung, S.H mengatakan bahwa kasus Pungutan Liar (Pungli) dalam pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah melalui Prona di Desa Habi, Kecamatan Kangae – Kabupaten Sikka dengan 2 orang tersangka yaitu Kepala Desa Habi (Maria Nona Murni) dan Stafnya (Sisilia Wilfrida) belum bisa dibawa ke persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang sebab setelah diteliti oleh pihak Kejari Maumere ternyata berkas hasil pemeriksaan penyidikan oleh Polres Sikka terhadap kedua tersangka itu belum lengkap atau masih kabur sehingga Kejaksaan Negeri Maumere mengembalikan berkas perkara itu ke Polres Sikka untuk segera dilengkapi atau disempurnakan.
Kejari Maumere juga mengatakan bahwa nilai kerugian yang ditimbulkan dari kasus Pungli Prona di Desa Habi tersebut sangat kecil dan tidak sebanding dengan biaya perkara yang akan dikeluarkan oleh negara ketika mengajukan perkara itu di Pengadilan Tipikor Kupang.
“Terhadap sikap dari pihak Kejari Maumere tersebut maka kami juga pernah mendapatkan informasi langsung dari Kapolres Sikka dan juga Kasatreskrim Polres Sikka bahwa pihak Polres Sikka juga sudah mewacanakan untuk melakukan penghentian penyidikan terhadap kasus yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Unit Tipikor Satreskim Polres Sikka pada hari Selasa tanggal 6 Februari 2018 di Kantor Desa Habi itu,” tulis Dado.
Jika memang penyidikan atas kasus Pungli Prona di Desa Habi dihentikan lanjutnya, maka TPDI berharap agar hal itu segera dilakukan secara terbuka dan transparan oleh Polres Sikka sehingga publik kelak bisa mengetahui dasar dan alasan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dimaksud.
Sekiranya Polres Sikka kelak telah melakukan penghentian penyidikan dengan menerbitkan SP3) atas kasus Pungli Prona di Desa Habi maka bagi publik yang merasa berkeberatan dengan penghentian penyidikan kasus itu dapat mengajukan permohonan atau permintaan pemeriksaan Praperadilan melalui Pengadilan Negeri Maumere guna menguji sah atau tidaknya dasar dan alasan penghentian penyidikan oleh Polres Sikka tersebut.
Dikatakannya, salah satu wewenang Praperadilan menurut Pasal 1 angka 10 KUHAP adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
Dan sesuai Pasal 80 KUHAP maka permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
“Kita semua sama-sama mengetahui bahwa dalam kasus Pungli Prona di Desa Habi dengan tersangka Maria Nona Murni dan Sisilia Wilfrida itu maka Kapolres Sikka sejak awal adalah merupakan pihak yang paling ngotot dalam mentersangkakan dan melakukan penahanan terhadap Kepala Desa Habi dan Stafnya itu, namun herannya Kapolres Sikka saat ini justru tidak ngotot untuk melengkapi dan menyempurnakan berkas pemeriksaan kasus itu sesuai petunjuk dari pihak Kejaksaan Negeri Maumere. Oleh karena itu kami meminta Kapolres Sikka untuk segera bersikap tegas dalam kasus ini, apakah memilih menghentikan penyidikan kasus itu dengan konsekuensi dipraperadilankan oleh pihak yang berkepentingan ataukah tetap ngotot melengkapi dan menyempurnakan berkas pemeriksaan sesuai petunjuk-petunjuk dari Kejaksaan Negeri Maumere. (bp)
Foto: Meridian Dewanta Dado, Koordinator TPDI Wilayah NTT