
NTTsatu.com – RUTENG – Kordinator TPDI, Perus Salestinus menilai, lambanya penyelesaian laporan warga Wudi, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait dugaan korupsi pengeloaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun 2015 dan 2016 yang dilapor pada 12 Januari 2017, bisa diselesaikan secara hukum adat Manggarai.
“Terkait rumitnya penyelesaian laporan Warga Wudi saya yakin solusi terbaiknya diselesaikan secara hukum adat, ” katanya ketika mendampingi warga desa Wudi mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Manggarai , Selasa (11/7).
Dia mengatakan budaya “lonto leok” musyawarah penyelesaian masalah di Manggarai masih mengandalkan Rumah Gendang rumah adat di kampung – kampung sebagai tempat penyelesaian masalah untuk mencari solusi terbaik.
“Ya kalau memang kades bersalah maka dia harus mengembalikan dana yang lebih jika pembangunan tidak sesuai perencanaan anggaran ataupun hukum adat lain, dia dikucilkan dari kehidupan masyarakat desa,” katanya.
Dia mengatakan budaya Manggarai sangat kuat meskipun kondisi Rumah Gendang sudah tua, begitu banyak permasalahan terselesaikan tanpa adanya keributan setelah diselesaikan secara bersama- sama dengan tokoh adat.
“Kalau kami di Maumere pencuri dihukum dengan denda adat dan membiarkan masyarakat sendiri tau dan kemudian dia dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian ada juga efek jerah bagi pelakunya yakni menumbuhkan rasa malu bagi dirinya dan keluarganya, ” katanya.
Dia juga pernah mediskusikan hukum adat Manggarai dengan para anggota DPR RI dan DPD asal kabupaten Manggarai di Jakarta untuk memperjuangkan lembaga masyarakat adat di Manggarai karena selama ini mereka sangat berfungsi dalam penyelesaian masalah yang sifatnya terbuka tanpa adanya anggaran dan unsur KKN.
Dengan mendengar beberapa kendala yang dihadapi kajari Manggarai terkait Sumber Daya Manusia ( SDM ) , anggaran , jumlah personil jaksa dan kendala lain menangani kasus yang banyak di kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur (Matim) termasuk masalah Kades Wudi, dia menginginkan kesediaan Kajari Manggarai agar hadir di Rumah Gendang Wudi dan menjadikan masalah Kades Wudi sebagai proyek percobaan penyelesaian masalah korupsi dengan hukum adat. Duduk bersama di rumah gendang untuk menyelesaikannya.
Sementara Kajari Manggarai Agus Riyanto kepada pelapor warga Wudi menyampaikan curahan isi hatinya menangis ketika banyak masyarakat Manggarai masuk penjara gara- gara permasalahan kecil.
“Saya sudah pernah menyampaikan pendekatan hukum adat duduk bersama cari solusi kepada Kades Wudi , BPD , Warga Pelapor dan pendamping desa agar masalah ini diselesaikan secara baik- baik di desa,” katanya.
Dia menyampaikan solusi duduk bersama kepada Kapolres dan Forkompimda. “Saya pikir kalau Bupati legowo bisa juga,” katanya.
Terkait proyek percobaan ini, dirinya hanya mau bekerja dalam diam tidak mau populer. “Ya terserah saja. Intinya, kami hanya mau bekerja,” ujarnya.
Sementara Bernadus Pancur salah satu pelapor dugaan korupsi Kades, sebagai tokoh masyarakat Desa Wudi menyampaikan indikasi korupsi kades Wudi terkait penggunaan ADD dan DD Desa Wudi yang tidak sesuai perencanaan dimana dilaporkan antara lain terkait pembangunan fisik kantor Desa, pembukaan jalan baru , rabat beton dan tembok penahan.
Dia berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan cepat. “Kami melaporkan indikasi korupsi tersebut tanpa ada muatan atau tujuan lain,” katanya.
Selama ini mereka merindukan solusi melalui hukum adat oleh karena itu dirinya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Kordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia ( TPDI) yang berinisiasi mau mempertemukan Kajari dengan masyarakat Wudi dan akan melanjutkan permasalahan ini secara adat di rumah gendang Wudi .(mus)