NTTsatu.com – MAUMERE – Kasus orang tua murid yang menggunting paksa rambut sang guru di SDK Madawat, Kabupaten Sikka sebagai balasan akibat sang guru menggunting rambut sang murid, sebaiknya diselesaikan secara adat dan budaya setempat.
“Dengan tanpa bermaksud menggurui pihak korban dan pihak pelaku, kami menyarankan dan mengusulkan agar penyelesaian permasalan yang sedang dalam proses hukum oleh Polres Sikka itu bisa dialihkan atau diarahkan penyelesaiannya melalui proses hukum adat,” tulis Koordinator TPDI Perwakilan NTT Meridian Dewata Dado melalui rilisnya yang diterima media ini Minggu, 03 Maret 2019
Lebih lanjut Dado menulis, akibat perbuatan pelaku maka kasus ini telah menjadi viral secara nasional dan pelaku telah dihukum secara sosial, dihujat dan dipojokkan diseluruh negeri ini. Disisi lain sang guru mendapatkan simpati dan dukungan publik yang luar biasa sebab memang apa yg dilakukan orang tua murid itu tidak bisa dibenarkan baik secara hukum maupun secara moral.
Pelaku pun sudah menyatakan penyesalannya atas perbuatannya dan sudah berupaya meminta maaf kepada pihak korban.
“Kita semua paham bahwa penyelesaian persoalan hukum pidana via lembaga kepolisian kejaksaan dan peradilan cenderung mengedepankan prosedur formal yang berbelit-belit serta berlarut-larut menghabiskan energi yang tidak sedikit pada para pihak yang berperkara dengan hasil akhir yang bahkan tidak menimbulkan efek jera atau rasa malu bagi para pelakunya,” tulisnya.
Menurut Dado, Penyelesaian persoalan hukum pidana via lembaga kepolisian kejaksaan dan peradilan seringkali bersifat pragmatis transaksional dan manipulatif serta diskriminatif.
Penyelesaian via hukum adat setempat atas kasus gunting rambut guru ini justru sangat mengakomodir fungsi mediasi, musyawarah mufakat, gotong royong, dan rekonsiliasi yang bisa meminimalisir ketegangan antara para pihak yang berperkara dan antara warga masyarakat.
9Bila persolan hukum kasus ini berjalan berlarut-larut via lembaga hukum nasional maka yang paling menderita dan mengalami trauma bukan hanya sang guru selaku korban tetapi juga nasib para anak didik yang harus dipertontonkan kepada penyelesaian hukum yang kaku dan formalistik yang ujung-ujungnya melahirkan interaksi sosial yang dangkal tanpa adanya keserasian hubungan antarpribadi atau antarkelompok di dalam masyarakat. (bp)
======
Foto : Ilustrasi