Keadilan dan Konstitusi

0
822
Foto: Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., MM., M.Si.

Oleh: Dr. Thomas Tokan Pureklolon, M.Ph., MM., M.Si

 

KEADILAN politik adalah sebuah gagasan atau realitas absolut yang diasumsikan sebagai pengetahuan dan pemahaman yang hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya politik secara sulit, atau dapat dianggap keadilan politik sebagai hasil dari pandangan umum agama atau pemikiran tentang dunia secara umum.

Pemikiran politik Aristoteles, seperti diuraikan secara rinci oleh Thomas Aquinas dalam bukunya Summa Contra Gentiles, menegaskan bahwa keadilan sebagai inti dari pemikiran dalam bidang hukum.

Bagi Aquinas, keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan, antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unik, sedangan kesamaan proposional memberi setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.

Aquinas juga membedakan keadilan distributive yang berlaku bagi hukum publik dan keadilan korektif yang berlaku dalam hukum perdata dan pidana. John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yakni memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang; Kebebasan itu pun mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehinnga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal nalik ( resciprocal benefits ) bagi setiap orang secara adil, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung.

Beberapa perkembangan yang terjadi selama kurun waktu beberapa tahun terakhir yang dimulai dengan bergulirnya agenda reformasi, telah menghasilkan berbagai perubahan besar di tanah air, khususnya dalam hal demokratisasi dan sistem ketatanegaraan; Dimana agenda yang paling mendasar dalam proses transisi menuju demokrasi adalah reformasi konstitusi sebagai syarat utama tentang keadilan dalam sebuah Negara Demokrasi konstitusional. Karena proses transformasi ke arah pembentukan sistem demokrasi, hanya dimungkinkan bila didahului dengan perubahan fundamental dalam aturan konstitusi yang memberikan dasar bagi berbagai agenda reformasi lainnya ( John Rawls, A Theory of Justice, 2006 ).

Reformasi hukum yang menyeluruh juga tidak mungkin dilakukan tanpa didasari oleh agenda reformasi ketatanegaraan yang mendasar, dan itu artinya diperlukan sebuah konstitusional reform tentang keadilan yang tidak setengah hati.

Dalam sebuah negara, tidak ada konstitusi yang memasukan semua peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang selalu dalam hubungan dengan keadilan. Karena itu, konstitusi merupakan dokumen yang hanya memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental. Artinya ia hanya mengandung hal-hal yang bersifat pokok, mendasar, atau hanya berupa asas-asas saja. Karena itu, sifat dan karakteristik konstitusi yang demikian, dimaksudkan agar ia tidak selalu diubah karena perkembangan zaman dan masyarakat.

Bagi Miriam Budiardjo, ( Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2009 ), konstitusi merupakan sebuah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa; di mana dalam konstitusi terdapat berbagai aturan pokok yang berkaitan dengan kedalautan, pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga negara, cita-cita dan ideologi negara, termasuk di dalamnya masalah ekonomi dan sebagainya. Konstitusi juga seharusnya dilihat sebagai rule of law nya sebuah negara yakni sebagai doktrin hukum dimana seluruh dimensi dalam sebuah negara selalu bernafaskan keadilan dan egalitarian serta berfungsi sebagai jaminan formal rasa keadilan masyarakat, penegakan Hak Asasi Manusia ( HAM ) dan pemberantasan kekuasaan.

Sejalan dengan prinsip konstitusionalisme, gagasan konstitusi sebagai alat pembatasan kekuasaan, tidak dapat dilepaskan lagi dari gagasan hak asasi manusia, demokrasi dan negara hukum. Konstitusi merupakan kristalisasi normatif atas tugas negara dalam memberikan perlindungan hak asasi menusia dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedalautan rakyat disertai batas-batas kekuasaan secara hukum yang diarahkan bagi kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Pada awal bergulirnya gerakan reformasi, tekad untuk memberantas segala penyalahgunaan kekuasaaan dan penyelewengan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, ternyata belum diikuti dengan langkah nyata dan kesungguhan pemerintah termasuk juga aparat penegak hukum dalam usaha penegakan hukum di Indonesia. Kita bisa menilai upaya atau keseriusan pemerintah, setelah reformasi 1999 hingga saat ini. Sebagai reaksi atas tuntutan reformasi yang pada akhirnya membawa perubahan yang mendasar dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk bidang hukum dan politik, yang seakan telah membawa Negara Republik Indonesia ke arah yang demokratis dan konstitusional.

Gambaran seperti itulah kemewahan keadilan dan konstitusi bisa menampilkan sosoknya yang nyata dan diharapkan muncul terus menerus secara terang-benderang.

Dalam setiap perubahan konstitusi harus didasarkan pada paradigma atau pandangan mengenai perubahan yang harus dipatuhi oleh pelaku perubahan, yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

Paradigma ini digali dari kelemahan sistem bangunan konstitusi yang lama, dengan argumentasi yang diciptakan sebagai landasan agar dapat menghasilkan sistem yang mejamin stabilitas pemerintahan dan memajukan kesejahteraan rakyat.

Ide untuk melakukan perubahan ini mula-mula berasal dari Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999 yang mencetuskan sebuah gagasan yaitu menerapkan sistem pemisahan kekuasaan yang tegas antara hak-hak politik yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif yang diwujudkan dalam pelembagaan organ-organ negara yang sederajat dan menjalankan funngsi chek and balance.

Masing masing organ negara tidak lagi terstruktur secara hierarkis, tetapi terstruktur menurut fungsinya, dan pertanyaan yang segera menyusul adalah apakah masing-masingnya telah menjalankan funsinya secara adil dan bersifat konstitutif ?

Dengan pikiran yang cukup bening, mari kita periksa secara terbuka di lapangan politik Indonesia tentang pemberlakuan keadilan dan konstitusi di negeri kita ini. Begitu…!

 

*) *) Penulis: Dosen Pemikiran Politik, pada Program Pascasarjana UI dan Komunikasi Politik di Pascasarjana Univesitas Pelita Harapan.

Komentar ANDA?