KEBAIKAN DAN POLITIK: Sebuah Catatan

0
703

Oleh: Thomas Tokan Pureklolon

Kebaikan dan politik, kedua terminologi ini memiliki identitas ( status quaenis ) yang bisa bertukar maknanya karena mengandung  berbagai nilai yang penuh dengan segala tujuan dalam berpolitik di dalam sebuah negara.

Terminologi kebaikan dan politik dalam berpolitik, pada saat yang sama bisa  hadir secara serempak sebagai pemuas dahaga bagi para ilmuwan politik ( political scientist ) dan juga bagi para pelaku politik ( political action ) yang terjadi di panggung politik. Upaya pemuasan dahaga politik ini kerap terjadi dalam dua perspektif yang berbeda dan proses terjadinya pun sangat unik. 

Di satu pihak terminologi ‘kebaikan’ dan ‘politik’ terdapat sebuah kemungkinan yang identik secara riil dengan prinsip utamanya adalah setiap masyarakat yang dipengaruhi perubahan sosial, bisa muncul beberapa kelompok baru yang terjun pada gelanggang politik. Apabila sistem politik yang tidak memiliki otonomi yang kuat, kelompok baru ini akan memasuki gelanggang politik tanpa mengindetifikasikan diri secara baik dengan organisasi-organisasi politik yang sudah mantap dan secara langsung menyetujui berbagai prosedur politik yang sudah mapan tanpa protes. Konsekuensinya organisasi politik tersebut tidak mampu bertahan  menghadapi dampak  dari suatu kekuatan sosial baru yang dibawa oleh kelompok itu dan secara langsung bekerja sama dalam perjuangan politik.  

Di lain pihak kebaikan dan politik juga  adalah disting secara riil dalam pengertian, lerlihat bebeda di dalam sistem politik yang maju dan bernampak modern dan terus mendapat perlindungan dari bermacam-macam mekanisme yang terus membatasi dan memperlunak dampak kelompok-kelompok baru. Mekanisme tersebut secara langsung menghambat masuknya kelompok-kelompok baru melalui suatu proses sosialisasi politik yang menghendaki perubahan sikap dan perilaku pada hampir semua anggota kelompok, yang baru terjun dalam bidang politik. Intinya, makna kebaikan dan politik dalam memperebutkan kekuasaan, keduanya terus menyiratkan jawaban atas sebuah prinsip pertanyaan mendasar secara epistemologis yakni bagaimana caranya bisa menyelidiki sebuah problem politik untuk memperoleh jawaban secara valid dalam berpolitik demi kebaikan warga negaranya.

Kebaikan dan politik dalam praktik politik,  keduanya bisa berjalan secara linier dan bersama-sama membangkitkan semangat dalam kegembiraan politik ( baca, penggembira politik ) yang beragam warna. Politik selalu saja menampilkan banyak wajah. Terkadang ada wajah politik yang bersifat muram durjana, terkadamg bersifat gembira dan gegap gempita, dan terkadang pula berwajah ceriah seperti dipertunjukkan oleh segenap mahasiswa setelah mendengar hasil Judisium bahwa mereka semua sukses ( baca, sukses atas kerja keras dalam perjuangan yang panjang ). Semuanya terasa lumrah dan berjalan apa adanya seperti air mengalir dari tempat ketinggian tanpa hambatan. Lancar dan terus lancar dalam proses berpolitik.

Berpolitik dalam konteks ilmu politik ( political science ), antara kebaikan dan politik adalah dua kekuatan yang terlihat unik yakni etika dan kepentingan. Ruang gerak etika berjalan secara koheren sifatnya, sedangkan dalam politik ruang geraknya selalu universal maka pola kerjanya selalu terkorespondensi sifatnya.  Baik ‘kebaikan’ yang bersifat normatif-koherensial, atau pun ‘politik’ yang bersifat timbal balik-korespondensial; keduanya tetap  menjadi bagian penting dalam perjuangan politik. Antara terminologi ‘kebaikan’ dalam berpolitik secara langsung berlabelkan etika, dan terminologi ‘politik’ berlabelkan perjuangan yang terus terjadi di lapangan politik yang spesifikasinya adalah kepentingan dan kepentingan berjalan terus.

 Sebuah pertanyaan mendasar dalam berpolitik: Entahkah kebaikan masuk dalam politik sehingga menjadi lengkap: Berpolitik demi kebaikan bersama? Thomas Aquinas dalam tesis dasarnya atas karya legendaris Summa Theologie, selalu menggoda para politisi atas diktum tersebut; Politik untuk kebaikan bersama ( bonum commune ). Bahwa boleh berpolitik dalam sebuah negara dengan beraneka wajah sesuai karakter manusia ( baca, berbagai partai politik manapun ), namun satu hal penting yang perlu dilestarikan adalah eksistensi negara atau kedaulatan negara dalam praktik politik, seharusnya berdampak langsung pada setiap warganya yakni negara untuk kebaikan bersama ( bonum commune ).  Konsekuensi selanjudnya adalah penguasa negara harus “secara kuat” ( strong state ) tampil membela keadilan agar tercipta kedamaian bagi segenap masyarakatnya. Penguasa semestinya mengutamakan kesejahteraan, menanamkan kebajikan dan mampu menghantar rakyatnya menuju kebaikan tertinggi ( summum bonum ).

Afirmasi buat para  politisi di negeri ini, politik untuk kebaikan bersama ( bonum commune ) dalam konteks segenap masyarakat warga ( civil society )  Indonesia, semestinya diberi tempat terhormat dalam setiap aktivitas politik, dan bukan sebaliknya…

=========

Penulis adalah Dosen Ilmu Politik, FISIP Universitas Pelita Harapan

Komentar ANDA?