Kemajuan NTT Belum Signifikan

0
391

KUPANG. NTTsatu.com – Dinamika pembangunan di provinsi Nusa Tenggara Timur dalam masa kepemimpinan paket Frenly, belum menujukan sebuah kemajuan dan perkembangan yang pesat.

Hal ini di sebabkan oleh belum adanya skala prioritas dalam pelaksanaan program dan Kegiatan oleh Pemerintah Provinsi NTT. Disisi lain, Pemprov dinilai belum fokus dalam mengimplementasikan program-program unggulan yang menjadi leading sektor.

Hal ini disoroti pengamat politik Ansi Lema dalam seminar bertajuk NTT antara Harapan dan kenyataan, yang di selenggarakan oleh PMKRI Cabang Kupang di Grenia Hotel selasa, (29/12) kemarin.

Menurutnya, pembangunan dari segala aspek di NTT, belum menujukan sebuh perkembangan yang signifikan. Sebab, dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang menjadi leading sektor yang mana menjadi prioritas Pemerintah, belum berjalan maksimal dan terfokus.

Misalkan, dari sektor pariwisata, Pemerintah mendorong agar sektor Pariwisata menjadi program unggulan dan harus diprioritaskan. Namun dari sisi anggaran, Pemerintah hanya mengusulkan anggaran sebesar Rp. 900 miliar, yang mana anggaran ini dinilai sangat kecil untuk mengcover dan menunjang perkembangn sektor pariwisata di NTT.

“ jikalau pariwisata dijadikan sebagai sebuah program prioritas dalam aras pembangunan di NTT, tentu dalam politik penganggaranya juga harus diprioritaskan. Apakah dengan anggaran Rp.900 miliar ini, mampu menunjang pengembangan sektor pariwisata di NTT, baik dalam taraf promosinya maupun dari sisi pengembangan dan penataan destinasi wisata. Saya menilai pemerintah tidak fokus dalam pelaksanaan program yang menjadi prioritas pemerintah,” ujar Lema.

Dikatakan, dalam pelaksanaan sebuah program dan kegiatan yang menjadi prioritas Pemerintah, mestinya dilakukan tahapan evaluasi guna mengetahui sejauh mana progres dan capaian dalam pelaksanaan program tersebut.

Ansi juga mengkritisi impian Pemprov yang ingin menjadikan provinsi NTT sebagai provinsi Koperasi yang dicanangkan dalam program mandiri anggur mera.

Menurutnya, koperasi-koperasi yang telah terbentuk di setiap desa, tidak dkelola sebagai koperasi yang berbasis simpan pinjam. Tetapi koperasi harus mampu dikelola sebagai sebuah koperasi yang produktif. Sebab, jika koperasi di kelola dengan berbasis simpan pinjam, maka Koperasi tidak menjadi produktif dalam rangka peningkatan ekonomi rakyat pedesaan. Koperasi akan menjadi konsuntif, jika pola manajemenya masi berbasis simpan pinjam.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi NTT Anwar Puageno, yang tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar tersebut menjelaskan, dalam mendukung program pemerintah, DPRD telah mengalokasikan dana hiba bagi masyarakat NTT yang masuk dalam pos belanja tidak langsung. Dana sebesar Rp.250 juta perdesa ini, bukan merupakan bantuan cuma-cuma. Tetapi dana yang dikucurkan melalui program mandiri anggur mera ini,  merupakan dana bergulir yang dapat di kembalikan dengan jangka waktu sesuai usaha yang di geluti masyarakat setempat.

“Ada sekitar 2000 koperasi di NTT yang disiapkan, dalam rangka pengelolaan dana mandiri anggur mera,” katanya.

Dijelaskan, dengan meningkatnya dana desa serta dana-dana hiba lainya bagi masyarakat NTT, tentunya diikuti dengan pola pendampingan  yang intens dan berkelanjutan. Sebab, tingkat sumber daya manusia masyarakat di pedesaan masi terbilang minim. Dan ini mestinya dilakukan dengan sebuah pengawasan yang intens pula, tidak saja dari lembaga DPRD.Namun pengawasan harus juga dilakukan oleh semua elemen masyarakat NTT.

“ LHP yang kita terima dari BPK, banyak temuan terkait pengelolaan dana hiba ini. Untuk menekan temuan BPK dalam pengelolaan anggaran, peran pengawasan mestinya dimaksimalkan. Dalam menjalankan fungsi kepengawasan, DPRD telah melakuka pengawasan secara intens terhadap pengelolaan anggaran yang dikelola oleh pemerintah. Karena setiap tahun, anggaran yang di kucurkan baik DAU dan DAK yang merupakan transveran daerah , terus meningkat,” jelas Anwar. (bp)

====

Foto: Ansi Lema

Komentar ANDA?