Ketika Mega Sebut Ahok Kurang Ajar

0
366
Foto: Ahok dan Megawati

NTTsatu.com – Awal tahun 2016, suhu perpolitikan di Jakarta mulai memanas meski gelaran Pilgub DKI masih setahun lagi. Sebagai calon petahana, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, termasuk yang mempersiapkan kemenangannya sejak jauh hari.

Saat sejumlah lawan politik mulai bermunculan, banyak yang bertanya-tanya siapa calon wakil gubernur yang bakal mendampinginya. Ahok, sapaan Basuki, memilih nama Djarot Saiful Hidayat, wakil gubernur yang saat ini mendampinginya. Ahok merasa sudah cocok bekerja dengan mantan wali kota Blitar itu.

Untuk memuluskan keinginannya itu, Ahok pertama kali menyampaikan nama Djarot pada Teman Ahok, relawan yang membantu mengumpulkan KTP warga DKI sebagai dukungan.

“Saya panggil kalian bukan karena sudah dekat 1 juta (KTP), tapi karena kalian sudah mau nyalonin (wagub). Saya juga pertama kali namanya ketemu Singgih dan Amalia. Saya tanya sama dia, dia bilang gini, ‘oh enggak pak. wakil mah terserah bapak’ kalau gitu aku sudah cocok sama Djarot. Saya Djarot ya, ‘Oh gak apa-apa pak! Kita enggak apa-apa pak.’ Oke dong,” cerita Ahok kepada di ruang kerjanya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (31/5).

Ahok sempat tenang lantaran bisa berpasangan kembali dengan Djarot. Namun, Teman Ahok kembali bertanya apakah PDIP sudah pasti mendukung Ahok di Pilgub DKI. Meskipun, kata Ahok, para relawan sudah tahu bagaimana kedekatan mantan bupati Belitung Timur itu dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Dalam hitung-hitungannya pula, peluang menang lebih besar jika diusung PDIP yang memiliki 28 kursi di DPRD DKI Jakarta sehingga tak diperlukan koalisi.

“Terus pertemuan berikutnya, saya tanya kalau saya sama PDIP bagaimana? Saya udah lama loh sama PDIP dulu? Saya sama Bu Mega baik banget pasti Bu Mega kasih, saya dengan PDIP enggak butuh koalisi nih. Tapi mereka bilang ‘bukan begitu pak, kami kan khawatir kalau partai enggak mau calonkan bapak bagaimana? Karena independen calonkan dulu’,” ujarnya menirukan kekhawatiran Teman Ahok.

Lalu Ahok menantang Teman Ahok untuk mengumpulkan satu juta KTP sebelum menentukan strategi selanjutnya jika harus bicara dengan Megawati.

“Kalian kalau enggak dapat sejuta, gue ikut partai ya. Kan gue dah punya partai ngapain gue mau nunggu lu orang. Akhirnya oke. Terus kita kejar,” lanjut suami Veronica Tan ini.

Selang beberapa saat setelah pertemuan itu, calon gubernur DKI yang juga pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra sempat membuat pernyataan yang sempat membuat Teman Ahok ciut. Yusril menyebut lembaran dukungan maju independen yang disebar oleh para relawan hanya berisikan nama Ahok, padahal diharuskan ada wakilnya sebagai bentuk persetujuan.

“Tiba-tiba keluar statement kalau diisi (nama cawagub) itu pelanggaran pidana. Karena yang dikumpulin kan cuman nama saya. Ketakutan lagi anak-anak ini, ‘Waduh pak gak bisa ini, kita juga takut dituntut pak. Gara-gara Yusril ngomong’ Padahal sebenarnya enggak, cuman mereka takut.”

Ahok seolah ‘dipaksa’ memberikan nama cawagub dalam waktu seminggu. Sebab barisan pendukungnya membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan untuk memenuhi tuntutan Ahok mengumpulkan ulang KTP sebanyak 1 juta.

Setelah berpikir sejenak, Ahok masih berharap bisa memasukkan nama Djarot dalam lembar dukungan tersebut. Sebagai usaha terakhir, dia pergi ke Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat untuk meminta restu dan pendapat Ketua Umum PDIP Megawati.

Ahok membeberkan isi pertemuannya dengan Mega.

“Bu, ini anak-anak ini tidak antipartai. Anak-anak ini niatnya baik, tapi mereka juga orang apolitik. Sekarang mereka setuju, saya sama Djarot. Cuman mereka ragu, Ibu kasih enggak! Karena Djarot juga enggak berani ikut kalau Ibu gak kasih,” kata Ahok mengulang perbincangan saat itu dengan Mega.

“Mana bisa main paksa gitu, kan ada prosedurnya di partai,” kata Ahok menirukan jawaban Megawati.

Ahok sempat mengusulkan PDIP segera melakukan rapat terkait persiapan Pilkada. Sebab Teman Ahok menunggu siapapun nama Cawagub untuk masuk dalam lembaran dukungan hingga 1 Maret 2016.

“Kurang ajar emang nih Ahok, didesek gue. Mana bisa, masih jauh,” kata Ahok menirukan jawaban Megawati.

Nama cawagub belum juga diputuskan PDIP hingga tanggal yang ditentukan. Ahok kembali didesak Teman Ahok untuk memutuskan nama cawagub yang akan disertakan di lembar dukungan yang akan disebar.

“Ya sudah Heru saja kalau gitu. Telepon Pak Heru. ‘Pak Heru di mana? Datang ke rumah biar yang lainnya kenal’ datanglah ke rumah. Langsung mereka putuskan, Pak Heru berani. Tanggal 7 mereka masukkan nama Heru,” ungkapnya.

Kemudian, Ahok dan Megawati kembali bertemu saat Konfrensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam di JCC Senayan pada 7 Maret 2016. Saat momen berdua, suami dari Veronica Tan ini memberitahukan bahwa relawannya yang kebanyakan anak muda ini tidak bisa dibendung.

“Bu sepertinya anak-anak ini enggak bisa ditahan, mereka akan tetap majukan saya dan Heru. Saya cuma bilang kalau sampai batas waktunya enggak bisa saya mohon maaf loh saya bisa ikut PDIP loh ini, saya mohon maaf,” kata Ahok mengulang perkataannya.

“Ya udah nanti sore ke rumah saja, kita makan,” ujarnya menirukan Megawati.

Untuk kedua kalinya Ahok kembali bertemu Mega. Mantan Bupati Belitung Timur ini kembali menceritakan, Megawati sebenarnya tidak ada masalah jika dirinya berdampingan dengan Heru. Hanya saja, ibunda Puan Maharani ini menyayangkan jika mereka harus berseberangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.

“Buat apa kita pisah jalan. Harusnya kita satu,” tutur Ahok menirukan Megawati.

“Bu, ini kita enggak mungkin gabung. Partai PDIP enggak mungkin mendukung calon independen. Saya bilang, saya juga enggak mungkin dong ninggalin anak-anak ini. Sudah hampir sejuta. Itu yang saya pikirin. Nanti saya juga akan ngomong sama anak-anak ini gimana? Itulah yang terjadi sebetulnya hubungan kita dengan PDIP,” pungkas Ahok. (merdeka.com)

 

Komentar ANDA?