RUTENG. NTTsatu.com – Kolo nasi bamboo, salah satu makanan tradisional masyarakat Manggarai. Dahulu makanan ini biasa dibuat dan disajikan menjelang pesta penti, pesta adat masyarakat Manggarai atau di kecamatan Lamba Leda kabupaten Manggarai Timur menjelang ritus kalok (masa panen raya) maka orang ramai membakar dan mengkosumsi kolo.
Kalo, sangat sederhana membuatnya cuma dengan mengisi beras dan air pada bambu kemudian bambu tersebut dipanggang di api, dan dalam waktu beberapa saat kemudian, jadilah nasi bambu Kolo
Seiring perkembangan zaman, kolo merupakan salah satu makanan tradisional Manggarai hampir tidak dikenal lagi di kalangan masyarakat Manggarai seperti pada masa lampau.
Namun, sejenak kita bernostalgia, makanan ini masih bisa ditemukan setiap hari di pintu masuk kota Reo ibu kota Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai. Kaum ibu masih mempertahankan Kolo karena cita rasanya sangat berbeda dengan nasi biasa.
Rasa Kolo warga Reo sedikit berbeda dengan rasa aslinya cdan selalu menarik minta konsumen ketika melintasi jalan Ruteng-Reo. Para menjual kolo di Reo membuat nasi bambu ini tidak menggunakan beras biasa atau beras lokal, mereka meracik nasi bambu ini dengan bahan beras ketan dan dimasak dengan menggunakan santan kelapa.
“Kita harus biasa mengubah cita rasa kalo ini agar lebih laris manis dan selalu mengundang orang untuk datang dan mencicipinya,” kata Emaswati warga Reo seorang pedagang kolo kepada NTTsatu.com.
Ibu Emaswati mengaku, belajar membuat kolo merupakan keahlian yang sudah diwariskan nenek moyangnya orang Manggarai. Karena warisan itulah maka mereka harus terus melestarikannya.
“Saya belajar dari orang tua saya, merekan tahu membuatnya karena sudah diwariskan turun temurun dari nenek moyang kami,” katanya.
Dia mengaku, harus ada inovasi baru. Karena itu dia merubah Kolo dari masakan tradisional warisan leluhur itu dengan tidak menggunakan beras biasa tetapi beras ketan agar cita rasanya enak dan gurih.
“Cara membuatnya sama, kita hanya mengubahnya dengan menggunakan beras ketan bukan beras biasa,” ujarnya.
Dia mengaku, selalu menjual Kolo per bambu dengan harga yang lumayan mudah dijangkau oleh konsumen yakni Rp10.000/bambu. Tiap hari selalu laku nimiman 10 bambu, dan ini bisa membantu ekonomi keluarga.
Rasa kolo masayarkat Reo sangatlah enak, dan menambah daya tarik untuk sesekali bertandang ke kota kecil ini. Selain mencicipi kuliner local kolo nan lezat, bisa juga menyaksikan obyek wisaya pantai Torong Besi dan Ketebe nan indah.
Bagi umat katolik, kunjungan di tempat ini juga bisa sekaligus berziarah ke Gua maria Torong besi dan mengujung kampung Cengkalang tempat umat pertama katolik di Manggari Raya (Keuskupan Ruteng) dipermandikan.
Selama NTTsatu.com berkeliling di 11 kecamatan di Manggarai, belum pernah menemukan kolo yang dijual seperfti yang terjadi di Reo kecamatan Reok yang letaknya kurang lebih 60 Km dari Kota dingin Ruteng ibu kota Kabupten Manggarai.
Selain kolo, masyarakat Manggarai juga mengenal pangan local tradisional lainnnya yakni sombu yang terbuat dari jagung muda, rebook, jagung tumbuk dan makanan tradisional lainya. (Hironimus Dale)
=====
Keterangan Foto: Nasi Bambu Warga Reo yang disebut kolo